Selamat Membaca
***
The Secrets
Of
Prince***
"Lama banget si Aslan. Tumben. Ke mana dulu dia?" tanya Arkais saat mengusap kuas bercat merah ke atas kanvasnya.
Hari ini hari Rabu, merupakan jadwal rutinan untuk The Art berkumpul dan membuat sebuah karya. Biasanya dimulai sejak bel pulang berbunyi sampai dua jam ke depan.
Namun, ketua klub terbaik SMA Erlangga itu belum datang bahkan setelah tiga puluh menit berlalu.
Kaisar mengangkat kedua bahunya seraya mengambil cat warna biru yang baru untuk menyempurnakan lukisannya. "Gue nggak peduli, bukan anak gue juga."
"Dia kan bapak lo."
"Bapak gue lagi sibuk mikirin anaknya."
Kening Arkais mengerut samar. "Serius? Bukannya biasanya bapak lo kerja di ruang kepsek?
Kaisar membuang napas pendek. "Anaknya kan sekolah ini. Tahun depan, sekolah ini bakal jadi sekolah internasional."
"Wah, keburu lulus dong gue. Ah, nggak seru." Arkais berdecak sedih. "Gue pengen rasain anu-anu bareng orang bule juga."
"Otaknya lo, ya," kata Kaisar tak habis pikir.
"Yo, Brother!"
Arkais menelan kembali kata-kata untuk membalas Kaisar saat pintu ruangan The Art tahu-tahu terbuka dan menampilkan Aslan dengan penampilan acak-acakan. Dasi sudah tak ada lagi di kemejanya, begitulah dengan kancing-kancing kemeja yang hilang dari tempatnya, membuat kaus hitamnya terkuak jelas. Robek di celananya membuat Arkais yakin ketua The Art itu baru selesai terjatuh.
"Perang di mana lo?" tanya Arkais santai, tak terkejut kalau Aslan luka-luka. Laki-laki itu memang terlalu sering terluka hingga Arkais bosan melihatnya.
Kaisar langsung berdiri dengan napas memburu. "Moon Racer?"
Aslan meringis sebelum duduk di sofa yang tersedia. Ia membuang napas panjang, lelah. "Bukan Moon Race."
Kaisar dan Arkais kompak membuang napas lega, tapi itu hanya sesaat.
"Terus ini gara-gara apa lagi?" tanya Arkais tak sabaran.
"Bisa tolong kasih gue air dulu?" Aslan meminta dengan napas kelelahan. "Leher gue seret, Anjir."
"Nih." Cekatan, Kaisar menyodorkan satu gelas air minum pada Aslan.
"Thanks," kata Aslan sebelum menegak air dalam satu kali tarikan napas.
"Sumpah ya, lo nggak abis menyelam di samudera sampai harus minum secepet itu," komentar Arkais.
"Berisik lo," tukas Aslan tak suka. "Gue abis lenyapin mata-mata."
"Mata-mata?" Kaisar mengerutkan keningnya. "Kok bisa?"
Aslan tersenyum miring. "Lo berdua jangan khawatir, dia cuma mata-matain gue."
Ketika Arkais masih memproses apa maksud kata-kata Aslan, Kaisar langsung berdecak saat mendapatkan kesimpulan. "Biar gue tebak. Itu ulah Jasmine, kan?"
Aslan tertawa sarkas. "Pinter banget lo."
"Udah gue duga dua itu punya udang," tukas Arkais setelah paham seutuhnya. "Gila sih, dari luar keliatan surgawi, tapi dalemnya ternyata banyak duri."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secrets of Prince
Teen Fiction⚠️bukan kisah semanis gulali, seindah pelangi, apalagi sebahagia drama di televisi ⚠️ini reality yang penuh duri, menyayat hati dan tak berhenti menyakiti satu kali -- "Apa mau lo?" "Harta, tahta, ... semua yang lo punya." --- Jangan biarkan seseora...