Setelah melalui beberapa tahap yang tak bisa dikatakan mudah, Isla akhirnya berhasil melewati tahapan final kali ini. Ia selalu bersama Astrid dan semuanya seolah jadi mudah karena ia punya seorang teman.
Sekarang sudah pukul delapan malam. Saatnya pengumuman. Sebelumnya, para peserta sudah diberi makan dan diberikan waktu untuk memberi kabar pada orang tua masing-masing. Isla melakukan hal yang sama meski mungkin Ibu tak akan membuka ponselnya karena sibuk bekerja.
Meski begitu, Isla telah memberi kabar agar Ibu tidak perlu khawatir.
"Kita akan mengumumkan hasil dari pertandingan final berita siaran langsung ini. Sebelumnya, kami telah menilai dengan adil dan terkejut karena kalian semua punya bakat yang sangat baik." Bu Amila, salah satu juri yang menilai kompetisi beberapa jam yang lalu berusaha di depan pengeras suara. Wajahnya tenang dan intonasinya sangat nyaman untuk didengar. "Di masa depan, kalian pasti bisa menjadi reporter yang hebat. Mari kita bertepuk tangan atas kerja keras kita semua hari ini!"
Semua orang bertepuk tangan dengan meriah. Isla merasa senang. Ia bertukar senyuman lebar dengan Astrid di sebelahnya. Sama-sama merasa sangat berdebar.
"Baiklah, kita mulai pengumumannya." Bu Amila berdeham, lalu melihat kertas di tangannya yang Isla tebak berisi nama-nama tiga besar. "Hanya akan ada tiga terbaik dari dua puluh orang yang hadir di sini. Siap untuk mengahadapinya?"
"Siap!" seru seluruh peserta.
"Juara tiga, ... diraih oleh," Bu Amila sepertinya sangat pandai dalam mengaduk-aduk perasaan peserta. Setelah jeda yang signifikan, Bu Amila tersenyum lebar dan berseru lantang, "Astrid dari SMA 8! Selamat!"
Bukan Isla yang juara, tapi perempuan itu yang melompat riang untuk memeluk Astrid di sebelahnya. "Woah! Selamat, ya!"
"Makasih, La." Astrid balas memeluk Islam tak kalah erat. "Aaaaa! Aku seneng banget!"
"Untuk pengambilan hadiah, akan diinformasikan lewat e-mail, ya."
"Siap, Kak!"
"Mari kita berlatih ke juara kedua." Bu Amila kembali melihat kertas di sampingnya sebelumnya melihat ke dalam, menatap seluruh peserta dengan senyuman bangga. "Sebelumnya, kami, para juri, nggak pernah mengira bahwa orang ini punya bakat untuk improvisasi. Sekilas cerita saja, tadi peserta ini masih melanjutkan siaran langsungnya meski ada alat peraga yang rusak. Peserta merubah alur berita, tapi tetap masuk akal dan dapat dipahami."
Napas Isla tertahan. Sebelumnya, alat peraga saat dirinya tampil tidak berfungsi dengan baik sehingga Isla terpaksa mengarang cerita agar penilaiannya tetap berlangsung.
"Selamat untuk Isla Admina dari SMA Erlangga! SMA elit itu memang nggak pernah mengecewakan, ya."
"Terima kasih, Kak!" Isla berseru lantang, menahan rasa senang yang membuatnya ingin melompat-lompat dan berteriak seperti orang gila.
"Wah! Selamat, Isla!" seru Astrid ikut senang.
"Makasih, Astrid."
"Teknis pemberian hadiah akan diberitahukan lewat e-mail, ya," kata Bu Amila memberitahu. "Mari kita umumkan peserta terbaik dari mereka yang baik. Peserta ini mempresentasikan bagaimana reporter sesungguhnya. Kemampuan improvisasi, pengolahan kata, intonasi dan mimik wajahnya mendapatkan nilai sempurna dari semua juri."
Semua orang hampir menahan napasnya. Ada kemungkinan menang, ada juga kemungkinan kalah. Namun, berharap lebih dulu bukan sesuatu yang haram untuk dilakukan.
Dari banyaknya yang penasaran, Isla termasuk di dalamnya. Pasti peserta yang menjadi juara satu itu sangat berbakat. Isla tak sabar untuk mengetahuinya dan menyelamatinya dengan senang hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secrets of Prince
Novela Juvenil⚠️bukan kisah semanis gulali, seindah pelangi, apalagi sebahagia drama di televisi ⚠️ini reality yang penuh duri, menyayat hati dan tak berhenti menyakiti satu kali -- "Apa mau lo?" "Harta, tahta, ... semua yang lo punya." --- Jangan biarkan seseora...