30. Pertarungan
"Semangat, La!"
Isla mendengar pesan suara yang dikirim Raya dengan senyuman kecil. Temannya itu memang sangat ingin dirinya menang hingga Isla sedikit terbebani.
Hari ini adalah hari final untuk lomba berita siaran langsung. Isla datang sendirian karena Raya ada pertemuan keluarga besar karena Neneknya bertambah umur.
Meski begitu, Raya sudah mengirimkan puluhan pesan suara padanya. Isinya tidak lebih dari semangat dan saran-saran agar tidak gugup.
"Yoi!" seru Isla, membalas pesan suara Raya.
Selanjutnya, Isla mematikan ponselnya karena ingin fokus pada perlombaan yang akan dilaksanakan satu jam ke depan. Isla masih memakai seragam sekolahnya. Ia melihat orang-orang dengan seragam sekolah duduk di sebuah kursi deret.
Dengan gugup, Isla bergabung dengan mereka. Isla berdeham, lalu menoleh pada seorang perempuan yang duduk di sebelah.
"Hai," sapa Isla.
"Hai juga," balas perempuan itu.
"Namanya siapa?"
"Astrid. Kamu?"
"Oh, iya," balas Isla. "Aku Isla."
"Oh, Isla. Dari SMA Erlangga, ya?"
"Eh, kok tau?" tanya Isla terkejut.
"Siapa yang nggak tau logo SMA terbaik Jakarta. Seneng banget ketemu sama kamu."
"Aku juga." Isla tersenyum sampai matanya menyipit. "Kamu sendiri dari sekolah mana?"
"Aku dari SMA 8."
"Wah, kamu pasti jadi saingan berat buat aku," kata Isla sedikit mengeluh, tapi sebenarnya ia hanya bercanda.
"Daripada aku, kayaknya cewek itu lebih kuat deh. Aku tadi denger dia latihan. Lancar banget, suaranya sama sekali nggak gugup atau crack." Astrid menunjuk seorang perempuan dengan seragam serupa seperti Isla. Dari rambutnya yang bergelombang indah, Isla bisa mengenali siapa sosok itu. "Dari SMA Erlangga juga. Apa kalian saling kenal?"
Isla tersenyum tipis. "Kita lebih dari kenal."
Belum memulai, Isla sudah merasa lelah sendiri. Sepertinya hari ini akan jadi hari yang panjang.
***
Rumah kediaman Raya malam ini sangat ramai. Melebihi biasanya. Jelas, karena Nenek Amira berulang tahun. Semua anak dan cucunya turut datang ke rumah Raya yang memang paling besar dari yang lainnya.
Pesta itu berjalan seperti pesta biasanya. Setelah Nenek Amira diberi kue ulang tahun yang seukuran tubuh Raya, meniup lilinnya, para cucu menyerahkan sebuah kado untuknya. Nenek Amira berorasi sebentar, lalu memeluk seluruh cucunya dengan sayang.
Lalu, tibalah sesi di mana anak-anak Nenek Amira saling berbincang, lebih tepatnya saling menyombongkan anak-anak mereka.
Keenan, Ayah Kania sekaligus adik dari Ayah Raya, tiba-tiba mengangkat topik tentang mengapa Kania tidak hadir malam ini. Anak perempuan tersayangnya itu tengah mengikuti sebuah lomba bergengsi di sebuah gedung siaran terkemuka di negeri ini.
Itu membuat Ayah Raya geram dan melampiaskannya pada Raya sesaat setelah Keenan beralih lawan bicara.
"Kamu nggak ikutan lomba kayak Kania?" tanya Ayah tajam.
Kania lagi.
Raya hampir memutar bola matanya karena muak. Namun, ia tetap menjawab seraya memakan bolu cokelat di depannya dengan santai. "Nggak. Lomba itu bukan style aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secrets of Prince
Ficção Adolescente⚠️bukan kisah semanis gulali, seindah pelangi, apalagi sebahagia drama di televisi ⚠️ini reality yang penuh duri, menyayat hati dan tak berhenti menyakiti satu kali -- "Apa mau lo?" "Harta, tahta, ... semua yang lo punya." --- Jangan biarkan seseora...