40. Bubar Sementara

39 4 0
                                    

Seminggu ini, Isla tak pernah bertemu dengan Aslan. Bukan. Bukan karena Isla kangen atau apa, tapi aneh saja. Biasanya laki-laki itu ada di sekitarnya. Maksudnya, ada di sekitar sekolah karena dia Ketua OSIS yang tugasnya banyak, jadi melakukan mobilitas ke mana-mana.

Beralih dari Aslan, Isla melihat Kania masuk ke dalam kelas dalam langkah sombong yang membuat darah dalam dirinya mendidih.

Sudah satu Minggu ini Kania beraktivitas sebagai ketua dari klub jurnalistik barunya. Kania's Diary jauh lebih terkenal daripada Harian Pelangi. Namun, konsepnya tetap sama. Berupa majalah.

Jujur, Isla mengakui bahwa keahlian jurnalistik Kania memang bagus. Namun, itu tak membuatnya senang.

Dan ternyata, ada yang lebih-lebih tak senang daripada dirinya.

"Liat, Kania," kata Raya seraya mendelik. "Makin jijik gue liatnya."

"Jangan gitu lah, Ya." Isla bermuka dua karena tak mau dicap buruk. "Kania pantes kok jadi ketua klub jurnalistik sekolah. Kerjanya bagus. Majalahnya juga laku keras. Sekarang, ruangannya mulai terisi piala-piala kejuaraan."

"Jangan gitu dong, La." Raya protes tak setuju. "Jangan nyerah gitu aja. Buktiin kalau lo lebih baik dari Kania. Please, kalahin dia."

"Ngebet banget," tukas Isla dengan tawa hambar. "Lo nggak bisa paksa ikan buat terbang, Ya."

Raya menatap Isla tajam. "Kalau gitu, lo berenang aja sampai burung nggak bisa ngejar lo."

"Kalau bisa bareng-bareng, kenapa nggak?" tanya Isla tiba-tiba kepikiran sesuatu..

"Eh?" Raya bingung.

"Gue bakal masuk ke klub Kania's Daily, Ya."

"Serius?!"

"Lima juta rius."

Raya menatap Isla dengan mata melotot. "Lo gila."

"Nggak, Ya. Gue nggak gila," papar Isla. "Gue pernah denger kata-kata dari drama yang gue tonton."

"Apa katanya?"

"Langkah pertama buat taklukan musuh adalah jadi bagian darinya."

"Drama itu ngajarin hal yang nggak bener, La! Lo nggak boleh masuk ke sana. Yang ada, lo jadi babu atau bahan ketawaan," tukas Raya tetap tak setujui. "Lo cuma nyakitin diri sendiri, La!"

"Kalau nggak dicoba, kita nggak akan tau, kan."

"Please, Isla, jangan gila." Raya memohon.

Kata-kata Raya membuat Isla teringat Aslan. Sudah dua orang mengatakannya gila, mungkin Isla memang sudah gila sejak bersekolah di sekolah tak waras ini.

Maka, Isla tak akan mengingkari kata-katanya.

"Gimana kalau gue masuk ke sana dan tau sesuatu?" tanya Isla dengan penuh siasat.

"Sesuatu?"

"Semua orang pasti punya rahasia, Ya," jelas Isla. "Siapa tau gue menemukan rahasia yang bisa bikin Kania hancur?"

Senyuman Raya langsung berkembang lebar saat mendengar kata Kania dan hancur. "Itu baru ide briliant!"

Keduanya terus berbicara tentang rencana masuk ke dalam Kania's Diary dengan semangat. Merencanakan tahap-tahap agar dapat mengetahui rahasia atau apapun tentang Kania tanpa dicurigai.

"Eh, btw, lo udah liat berita tentang Askaar nggak?" tanya Raya saat membuka ponselnya.

Senyum Isla mendadak hilang dari wajahnya. "Gue udah denger itu dari pagi."

The Secrets of PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang