06. Jangan Sampai Ketahuan

85 6 0
                                    

Selamat membaca

***

The
Secrets
of
Prince

***

"Ibu!" seru Isla begitu masuk ke dalam kamar di mana Ibunya tengah melipat baju-baju yang telah kering. Isla memeluk Ibu dan mencium pipinya dengan senang.

Ibu tersenyum lebar, lalu menggerakkan tangannya. "Kamu sepertinya senang sekali hari ini. Ada apa?"

"Ibu nggak bakal nyangka, hari ini aku dapat harta karun!" seru Isla amat bahagia, dengan bahasa isyarat tentunya. "Harta karun yang bisa ubah hidup kita!"

"Jangan menghayal," tukas Ibu tegas. "Sekarang kamu mandi dulu, kita makan malam sama-sama."

"Ibu kok nungguin aku, sih? Ibu bisa makan malam duluan."

"Nggak apa-apa. Makan malam sama kamu terasa lebih enak."

Mata Isla langsung berkaca-kaca. "Ibu," rengeknya seperti anak kecil. "Aku jadi nggak enak banget. Pokoknya Ibu jangan nungguin aku lagi kalau mau makan malam. Aku kan punya kegiatan di sekolah yang padat, apalagi lusa harus udah perilisan majalah."

"Ibu bilang nggak apa-apa, ya, nggak apa-apa."

Isla menipiskan bibirnya. Berdebat bersama Ibu tidak akan berujung jika Isla tidak mengalah. "Oke, kalau gitu. Aku mandi dulu ya, Bu."

***

Sebagai pembantu rumah, Ibu dan Isla diperbolehkan untuk memasak dengan bahan secukupnya, sebenarnya bahan sisa dari makan malam keluarga.

Isla melihat bahan alami yang tersisa malam ini dan tak bisa untuk tak berdecak kagum. Udang dan ayam yang lebih dari cukup untuk porsi makan Ibu dan Isla tersedia di atas meja.

"Ini makanan sisanya, Bu?" tanya Isla tak percaya.

Ibu mengangguk. "Udah, ayok kita makan."

Isla tersenyum. Beruntung sekali dirinya bisa tinggal di rumah ini. Bahkan setelah lebih dari sepuluh tahun tinggal, ia belum bisa membiasakan diri atas kemewahan yang ada di dalam rumah ini. Terlalu timpang untuk Isla yang sebelumnya hidup di kolong jembatan.

"Ibu, biar aku aja yang cuci piring nanti. Ibu langsung tidur aja."

"Kamu nggak ngerjain tugas?"

"Nggak ada tugas hari ini, Bu." Isla membalas gemas. Ibu selalu saja mengkhawatirkannya, tanpa memerhatikan dirinya sendiri. Padahal Isla sudah besar. "Biar aku aja, oke? Ibu istirahat aja. Aku nggak mau dibantah lagi."

"Beneran nggak apa-apa, nih?"

"Iya, Bu."

Butuh dua menit untuk meyakinkan Ibu agar Isla dapat izin untuk mencuci piring.

Kebiasaan Ibu belum berubah, selalu memprioritaskan kebahagiaan Isla. Padahal, Isla jelas akan bahagia jika Ibu membagi bebannya. Yang bahagia berkata usaha Ibu bukan hanya dirinya sendiri, tapi Isla juga. Harusnya Isla juga ikut berusaha.

Setelah selesai makan malam dengan sepi, Ibu masuk ke kamarnya lebih dulu untuk beristirahat. Sementara itu, Isla mencuci piring dengan cekatan tanpa membuat kebisingan yang mengganggu penghuni rumah.

Tak butuh lama untuk Isla menyelesaikan cuciannya. Isla berniat kembali ke kamar, tanpa sengaja melihat lampu-lampu di lantai atas yang masih menyala.

Isla mengerutkan keningnya, melihat jam dindingnya yang menunjukkan pukul delapan malam. Seingatnya, keluarga majikan tak pernah menyalakan lampu lewat jam delapan malam.

Rasa heran Isla terjawab seketika saat pintu rumah terbuka. Menampilkan sosok laki-laki lengkap dengan seragam dan wajah lelah. Dia adalah anak majikan Ibunya.

Isla segera menunduk, ingin cepat-cepat masuk kamar saat tahu-tahu ujung kepalanya terantuk sesuatu. Isla seperti melihat hantu saat bertatapan dengan wajah anak sang majikan yang datar.

Kaisar Natarusla D. adalah yang terjahit di badge nama dari seragam yang dipakainya. Ada tiga garis di lengan bajunya yang menandakan bahwa ia adalah angkatan tahun ketiga. Badge SMA Erlangga terjahit rapi di bawah tiga garis itu dan di lengan baju yang lainnya terjadi badge khusus perangkat OSIS.

Kaisar sudah terkenal dingin dan punya kebiasaan berkata-kata tajam, jelas Isla ketakutan. Selama sepuluh tahun terakhir, ia beberapa kali bersinggungan dengan Kaisar dan tak pernah terbiasa dengan sikapnya.

Kadang, Kaisar bersikap lembut meski wajahnya datar. Kadang, Kaisar memang semenakutkan itu dan malam ini hal itu terjadi. Tanpa bisa ditahan, kaki Isla bergetar.

"Minggir," katanya dingin.

Isla segera mundur, membuka jalan untuk Kaisar berjalan. Saat Isla hendak melanjutkan langkahnya lagi, Kaisar bersuara, "jangan sampai lo ketauan satu rumah sama gue. Sekolah pasti kacau dan lo nggak bakal baik-baik aja. Paham?"

"Siap, Ka—" Isla tak meneruskan kata-katanya karena Kaisar sudah lebih dulu hilang di pijakan tangga menuju lantai dua.

Isla menipiskan bibirnya, menatap kepergian Kaisar dengan hampa, lalu melanjutkan langkahnya ke kamar.

***

Terimakasih telah membaca

09122020

The Secrets of PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang