08. Mawar Merah

59 6 0
                                    

Selamat membaca

***

The
Secrets
Of
Prince

***

"Pagi, Isla."

Isla harus mengecek penglihatan dan pendengarannya satu kali lagi sebelum akhirnya menyadari bahwa Aslan benar-benar menyapanya. Isla sedang mengambil baju olahraganya di loker, lalu Aslan yang juga membuka loker di sebelahnya membuka suara.

Isla membeku, terpana. Ia tak bisa berkata-kata.

Sorot mata hitam yang dulu memikatnya itu ternyata penuh rahasia. Sosok yang dulu tak ia pikirkan akan dapat teraih kini berada di depannya. Seseorang dengan status sosial yang terasa sangat timpal satu tahun yang lalu, sekarang tersenyum lebar padanya.

Isla menarik permohonan pada angin untuk meratakan seluruh kehidupan di dunia. Saat ini, Isla sudah merasa sangat bahagia dan tak mau semuanya direset.

"Suka bunga, cokelat, atau ... mangga?" Aslan bertanya, tampak tak menduga dirinya harus mengatakan benda terakhir karena benda tersebut ada dalam lokernya, pemberian seseorang, entah siapa.

"Eh?" Kedua alis Isla terangkat, bingung.

"Kayaknya bunga adalah pilihan yang tepat," cetus Aslan seraya mengambil bunga mawar merah dari dalam lokernya dan memberikannya pada Isla. "Buat lo."

Isla tak bisa menolaknya. Jelas. Bahkan tangannya bergerak tanpa menunggu perintah dari otaknya.

"Gue ke kelas duluan." Aslan tersenyum puas saat Isla tampak tersentuh dengan pemberiannya. Aslan mengangkat satu tangannya, melambai singkat. "Have a nice day, then." 

Ketika Aslan berlalu pergi, Isla berpegang erat pada pintu loker. Kedua kakinya tahu-tahu berubah menjadi jelly. Isla menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan.

Jika Aslan terlalu lama di dekatnya, Isla merasa tak akan baik-baik saja.

***

"Kok bisa, sih?" tanya Raya heran. Matanya menatap bunga mawar merah di atas meja Isla dengan gemas. "Padahal kemarin kayaknya Kak Aslan nggak kenal siapa lo."

"Ya, gimana ya," sombong Isla seraya melebarkan kedua bahunya. "Takdir orang siapa yang tau gitu."

"Iri banget gue, cuy," ungkap Raya sedih. "Kapan sih gue dapat bunga dari cowok? Apa gue kurang menarik gitu, La?"

Isla mengerjapkan matanya dengan wajah tak habis pikir dengan pikiran Raya. "Terus itu bunga-bunga yang selalu nangkring di loker lo apaan, Raya Sayang?"

Kalau Raya yang punya banyak pengagum rahasia yang kerap kali menghiasi lokernya dengan berbagai macam bunga saja bertanya bahwa dirinya apa dirinya kurang menarik, Isla harus membalas bagaimana sementara lokernya setiap hari hampir didatangi laba-laba yang hendak membuat sarang.

"Itu beda lah, La," tukas Raya seraya cemberut. "Lo dikasih bunga sama cowok yang lo suka. Sedangkan gue dikasih sama cowok yang bahkan gue nggak tau rupanya begimana."

"Terus Aldi siapa? Bastian juga dianggap apa? Lo juga malah sia-siain Iqbal. Minggu kemarin Kiki juga nembak, lo malah nolak di depan banyak orang pake kata-kata pedes. Sebenernya mau lo apa sih, Ya?" Isla protes panjang.

Raya menatap Isla dengan bingung. "Gue juga bingung sebenernya mau gue apa, La."

"Capek sumpah ngomong sama lo." Isla memutar bola matanya jengah. "Oh iya, gue ada kabar gembira lho, Ya."

"Wah, apa tuh?"

"Sebentar lagi hidup gue bakal berubah pokoknya," balas Isla semangat. "Gue bakal beli rumah, pertahanin klub Harian Pelangi, beli gitar baru sama piknik di bukit sama Ibu!"

"Maksudnya?" Raya tak paham. "Lo kan bisa lakuin itu sekarang. Rumah lo Yang segede itu mau diapain kalau lo beli rumah baru? Bikin gue insecure aja."

Isla menggigit bibirnya. Tak enak karena membohongi Raya selama ini. Isla memberi foto rumah majikan untuk diklaim sebagai rumahnya, begitupula dengan barang-barang branded lainnya.

Selama ini Raya berpikir Isla sama kayanya dengan dirinya.

"Gue mau coba hidup lebih sederhana aja, Ya. Gue mau beli rumah yang lebih sederhana juga," kata Isla dengan senyuman kecil. Berbohong lagi.

Raya mengangguk-angguk paham. "Rumah lo yang tiga tingkat itu buat gue aja, dong."

"Mimpi lo ketinggian, Ya!"

***

"Katanya kamu ngasih bunga ke adek kelas, ya?"

Aslan hampir tersedak jus alpukatnya saat Jasmine bertanya tiba-tiba. Mereka sedang berada di kantin, istirahat kedua. Karena Jasmine dan Aslan tidak ada tugas atau rapat mendadak, mereka bisa makan bersama-sama.

"Tau dari mana?" tanya Aslan berusaha tenang, padahal dalam dadanya sudah meledak-ledak, ingin membunuh siapapun yang menguntit pergerakannya dan melaporkannya pada kekasihnya.

Padahal Aslan melakukannya pagi sekali. Hampir belum ada siapapun yang datang. Karena itu, Aslan sedikit penasaran kenapa Isla datang sepagi itu.

"Nggak penting aku tau dari mana," tukas Jasmine tajam. "Yang penting sekarang, kamu bener-bener ngasih bunga itu?"

"Lagian bunganya juga bunga yang sengaja aku beli dari toko, By. Aku kasih dia bunga bekas pemberian orang lain," jelas Aslan mencoba menenangkan Jasmine yang memang mudah cemburu dan marah. "Cuma setangkai lagi, nggak satu bucket. Please, tipe aku cuma kamu. Percaya, deh. Dia sama sekali bukan kesukaan aku."

"Terus kenapa kamu ngasih bunga ke dia?"

"Buat popularitas aja," jawab Aslan cepat. "Dia punya channel YouTube yang subscribers-nya lumayan banyak. Bagus kalau aku ikut terkenal juga karena dia."

Mata Jasmine mulai memicing.

"Seperti kata kamu, kalau aku punya relasi yang luas, pasti bagus buat masa depan aku, kan? Itung-itung investasi di masa dini. Kamu setuju, kan?" Aslan menaikkan kedua alisnya, memberi dorongan pada Jasmine untuk segera mengangguk. "Singkatnya, dia batu loncatan aku, By."

"Batu loncatan?"

"Iya. Tingkatannya cuma di bawah kaki aku, jauh di bawah kamu. Bagi aku, kamu itu pelangi, By. Dia cuma batu." 

Jasmine terdiam sebentar. "Kamu jujur, kan?"

"Aku pasti nggak waras kalau aku bohong sama kamu, By."

"Oh, yaudah kalau gitu," tukas Jasmine dengan senyuman kecil. "Makan lagi kentang gorengnya."

Aslan mengangguk, tersenyum lega dan mengambil kentang gorengnya untuk dimakan. Aslan menatap Jasmine lurus-lurus. Sepertinya ia harus extra hati-hati mulai detik ini.

Jasmine mungkin punya mata-mata untuknya.

***

Terimakasih telah membaca

11122020

The Secrets of PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang