t h r e e

16.5K 1.7K 112
                                    

Ada dua hal yang menjadi pertimbangan gue buat datang ke acara nikahan. Pertama bakal ditanya-tanya 'kapan nikah'—which is itu bakal nyebelin banget. Terus yang kedua, kemungkinan besar buat ketemu beberapa ex-fuckbuddy membuat gue berusaha mencari alasan untuk menghindar ke acara gituan. Bukannya apa, kebanyakkan dari mereka suka nggak santai ngeliat gue. Jadi daripada ada drama di nikahan orang. Mending gue nggak usah dateng sekalian. Dan Karenina itu sebelas duabelas dengan Jia. Sepupu brengsek gue. Mereka berdua bisa jadi annoying banget kalau udah membuka mulut.

Sebenarnya gue udah punya plan gimana cara terhindar dari amukkan Karenina karena gue nggak datang ke acara nikahannya. Tinggal sogok pakek Channel atau Dior, diem tuh cewek. Ditambah alasan lagi di luar kota dan banyak kerjaan pasti Karenina nggak bisa ngomong lagi.

Oh, ya, Karenina itu sahabat gue. Satu-satunya cewek yang deket dengan gue tanpa ketertarikan seksual. Gimana mau tertarik, sejak awal kenal juga si Karenina itu udah ada anjingnya. Dan cewek itu bucin parah sama cowoknya. Gue kenal Karenina saat ngambil Master di Stanford. She's cute but too much talking. Berisik parah. Gue heran kenapa Teo bisa tahan dengeri Karenina ngoceh. Udah deh, sama-sama bucin mereka. Gue suka males kalau jalan bareng mereka. Berasa nonton drama Korea yang menye-menye. Geli banget.

"Don't lie to me. Gue tahu lo di Bali, Al."

"Siapa yang bilang?"

"My lovely Jia dong."

"Fuck Jia."

Karenina tertawa di ujung sana. "C'mon, Al. Gue tahu lo benci banget dateng ke acara nikahan. Tapi ini nikahan gue, Bangsat. Sahabat lo! Habis itu kita bakal susah buat ketemu karena gue bakal ikut Teo ke Texas. So, please, ini permintaan terakhir gue sebagai sahabat lo, hm?"

"Lo mau nikah apa mau mati sih?" Sahut gue jutek.

"JANCOK!"

Lalu disinilah gue sekarang. Di tengah semaraknya wedding party Karenina dan Teo di Seminyak. Kalau aja nggak demi menghindar dari Sabrina, gue pasti udah balik ke Jakarta dari kapan hari lalu. Nggak perlu tetap tinggal terus dengan amat terpaksa dateng ke nikahan Karenina. Berulang kali gue ngelirik jam di tangan menunggu waktu berjalan cepat. Karenina meminta gue untuk tetap tinggal, at least sampai acara lempar bunga. Sialannya, acara itu akan ada di urutan paling akhir.

Okay, tahan, Al. Anggap aja lo lagi beramal sedikit. Karenina dulu juga sering bantu lo buat ngusir cewek-cewek drama yang nggak mau pisah dari lo.

Gue membuang napas, berdiri di tempat paling sudut. Menyesap minuman di tangan dengan arah mata yang tertuju pada pasangan yang kini telah berubah status sebagai suami istri. Senyum Karenina nggak lepas barang sedikit pun. Dia kelihatan bahagia banget. Kala matanya bersingguhan dengan gue, senyumnya langsung berubah jadi senyum ejekkan. Menyikut Teo lantas mengedikkan kepala ke arah gue. Membisikkan sesuatu yang bikin Teo tertawa kecil.

Sialan. Mereka pasti ngetawai gue.

"Al?"

Secara refleks gue berpaling, seorang cewek dalam balutan black dress kini melebarkan matanya. "Beneran kamu ternyata."

Gue memaksa senyum. Dari semua cewek yang pernah deket sama gue, Jessica adalah orang yang nggak gue harapkan buat ketemu. Karena dia yang paling drama. Tapi kayaknya today is really not my day.

"How are you?" Tanyanya mengambil langkah mendekati gue, bahkan tangannya kini sudah berani menyentuh lengan gue.

"Good." Gue menjawab pendek dan tenang. Sama sekali nggak menghindar saat cewek itu semakin merapatkan tubuhnya. Dari posisi atas gue bisa ngeliat dengan jelas belahan payudaranya. Of course dia sengaja. Tapi sayangnya gue nggak minat karena tahu rasanya nggak seenak itu.

You Think I'm PrettyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang