Ini kali pertamanya aku mengambil jatah libur. Tiga tahun lebih aku mengabdi di Fenque, aku belum pernah menggunakkan jatah liburku sekalipun. Nggak kusangka aku akan menggunakannya sebagai ajang penyembuh patah hati.
Awalnya aku sama sekali nggak kepikiran buat liburan. Kupikir tenggelam dalam pekerjaan adalah cara terbaik untuk menyembuhkan patah hatiku. Tapi Tari nggak setuju, dia bilang liburan adalah cara terbaik. Aku udah terlalu banyak bekerja. Hal itu malah bikin aku makin stress alih-alih move on.
"Liburan deh, Ren. Muka lo menyedihkan banget, serius."
Aku tersenyum tipis. "Kelihatan banget, ya?"
"Bukan keliatan lagi tapi udah sampe ketulis di jidat lo noh. 'Lagi patah hati, mantan yang masih kusayang menikah dengan sahabatku sendiri'."
Aku ketawa. Meski nggak benar-benar tulus melakukannya.
"Gue serius, Ren." Tari kembali bicara, kali ini menoleh setelah rambutnya selesai di-curly oleh pegawai salon. "Gue tahu sekarang lo cuma lagi pura-pura bahagia. Dan itu nggak bagus buat mental lo. Lo sibukkin dengan kerja pun nggak bakal nolong banyak. Mending lo liburan, habisan waktu untuk diri lo sendiri."
Well, bukan saran yang buruk. Tari ada benarnya, aku juga butuh liburan untuk rehat sejenak dari segala masalah kerjaan dan personal life.
Bali sebenarnya bukan tempat yang ingin aku jadikan tempat liburan. Namun karena aku nggak bisa berhenti memikirkan pekerjaan dan memilih untuk short holiday for three days, Bali menjadi pertimbangan karena nggak terlalu jauh dari Jakarta. Kalau terjadi apa-apa dengan teamku, nggak akan membutuhkan waktu lama untukku balik.
Iya, secinta itu aku sama pekerjaanku. Meninggalkannya lama-lama membuatku nggak tenang. Sejak kecil aku emang selalu ambisius. Aku ingin jadi juara pertama sekolah, aku ingin lulus dengan nilai yang sempurna, aku ingin menang di setiap lomba yang kuikuti. Tapi entah kenapa, sekeras apapun aku berusaha. Aku tetap aja di pandang sebelah mata.
"Ah, wajarlah dia juara, anak orang kaya, bisa les dimana-mana."
"Irene mah enak, cantik. Telat aja bukannya dihukum malah di kerjain gemes. Lah kalau gue yang telat, boro-boro nengok. Langsung diusir gue."
"Kalau orang cantik keuntungannya banyak. Baru dua tahun kerja udah langsung naik jabatan. Makannya, cantik lo sana."
Kalimat kayak gitu udah sering banget aku dengar. Baik secara langsung maupun nggak langsung. Orang-orang selalu berpikir, kalau punya wajah rupawan akan bikin hidup bahagia dan mudah. Nyatanya, aku tetaplah manusia biasa. Dan hidup tentu nggak akan selalu berpihak padaku. Hidup itu sulit untuk siapapun.
Seperti sekarang. Aku mengalami patah hati kayak cewek-cewek lainnya. Melarikan diri ke Bali untuk menghibur diri. Bahkan sampai mematikan ponsel dan juga tablet selepas sampai. Tari bilang itu salah satu cara supaya aku nggak terdistraksi oleh masalah kantor dan punya waktu me time.
Tapi liburan sendirian baru pertama kali kulakakukan. Biasanya aku akan pergi bareng Dira atau bertiga sama Lando. Dulu kami sering pergi liburan bersama. Semenjak putus, aku sama Lando memutuskan untuk berteman. Kupikir aku bisa menganggapnya benar-benar teman, alih-alih gitu, sulit untuk menganggapnya seperti itu. Meskipun aku mencoba menjalin hubungan baru, membuka hati lagi, tetap aja, kehadiran Lando yang selalu ada disekitarku, membuatnya semua jadi sulit.
Nyatanya, aku masih sayang dia. Bahkan sampai sekarang.
Oh, please, Irene. Control your feeling.
Rasanya menyedihkan banget udah pergi jauh-jauh ke Bali tapi tetap aja aku ngegalau. Apalagi saat ini aku nggak beranjak dari hotel. Sejak sampai, aku belum ada keluar sama sekali. Padahal langit udah gelap dengan malam yang siap menjemput. Pun gitu, aku nggak punya ide mau ngelakuin apa. Kalau bareng Dira—dia pasti sudah menyusun list tempat-tempat yang ingin dia datangi. Biasanya aku sama Lando pasti nurut aja mau kemana. Kami nggak pernah keberatan dengan tempat yang ingin dikunjungi oleh Dira. Sifatnya yang energik bikin liburan jadi asik dan menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Think I'm Pretty
ChickLit[COMPLETED] Melupakan seseorang yang dicintai bukan persoalaan yang mudah. Setidaknya ia sedang berusaha. Pun bagaimana, Irene tidak bisa menyimpan perasaaan pada mantan pacarnya tersebut. Sebab, sekarang mantan pacarnya telah menikah dengan sahabat...