t w e n t y o n e

12.9K 1.4K 142
                                    

"Oh, please, Tar. Sampai kapan lo akan menatap gue kayak gitu?"

Sejak Tari memergokki—sepertinya 'memergokki' bukan pilihan kata yang tepat, aku terkesan seperti kriminal yang ketahuan berbuat salah—maksudku, sejak Tari melihatku dan Aldian bersama—di pagi hari, di lantai apartemenku—tentu bisa kalian bayangkan apa yang akan Tari pikirkan. Terkadang fantasi Tari benar-benar luar biasa. Dengan kemampuannya, cewek itu bisa menjadi penulis novel best seller. Kendati aku sudah menjelaskan penyebabnya, Tari masih enggan percaya.

Baik ketika di kantor, berpapasan di apartemen, atau seperti saat ini, kami menghabiskan weekend dengan hangout bareng—'bareng' disana berarti Dira juga termasuk karena dialah yang mempunyai ide menjadikan hari ini sebagai girl's day out dan meminta kami menginap di apartemennya karena Lando sedang ada syuting di Singapura.

Bagaimana perasaanku pada Dira sekarang atau mendengar nama 'Lando'? Honestly, aku nggak tahu. Ya, mungkin masih sedikit 'nyes', tapi nggak yang sampai bikin aku galau atau memandang Dira penuh rasa iri karena bisa menjalani hari dengan cowok yang kusayang. Perasaan itu hanya singgah sebentar lalu menghilang begitu aja seiring dengan serunya obrolan kami. Kurasa proses move on yang kujalani selangkah demi selangkah mencapai titik yang kuinginkan.

Selesai nyalon, kami memutuskan untuk makan siang di Sushi Tei. Dan saat Dira pamit ke kamar mandi, Tari lagi-lagi melempariku tatapan 'itu' kala ia menangkapku sedang membalas chat dari Aldian.

"Lo naksir dia, kan?" Dia kembali melempari pertanyaan sama untuk kesekian kalinya. Dan jawabanku tetap sama.

"No!"

"Tertarik?"

Tidak seperti tadi, aku malah memberi jeda untuk bisa memberi balasan.

"I'm right, lo emang tertarik sama dia." Simpul dari dengan senyum miring. Meraih ocha-nya kemudian menyeruputnya pelan. "Who doesn't? Tuh cowok emang super hot sih. Beda banget sama Adrian yang lovely."

Dalam hati, aku menyetujui kalimat terakhir Tari. Aldian memang 'super hot'. Entah kenapa player selalu lekat dengan kata 'hot'. Mungkin itu daya tarik utama mereka yang bikin cewek-cewek bertekuk lutut selain dari sisi misterius mereka yang mengundang rasa penasaran.

"Gue pikir lo penggemar Adrian garis keras."

"I'am. Tapi gue harus tetap jujur dong kalau Aldian emang hot banget." Kerling Tari lantas menopang dagu. "So, udah ngapain aja lo sama dia?"

Mataku kontan memutar. Melirik arah toilet untuk memastikan Dira masih bertahan di sana. Aku memang melarang keras Tari untuk membocorkan hal ini pada Dira. Bukan karena aku nggak mempercayainya. Hanya aja, Dira pernah pacaran dengan Adrian. Dan mendapati kini aku dekat dengan saudara kembar mantannya, bikin aku sedikit...—yah, you know what I mean—untuk memberitahu Dira soal ini.

"Tar, udah gue bilang berapa kali sama lo. Gue sama Aldian itu cuma temen." Tekanku.

"Temen yang lo izinin nginep di tempat lo."

"Dia ketiduran."

"Ah, ya, ketiduran," Tari mengangguk namun nada suaranya begitu meyebalkan. "Sekarang sih ketiduran besok elo yang ditidurin."

"Siapa yang ditidurin?" Tiba-tiba Dira menimpali. Menatapku dan Tari penasaran. Manarik kursinya lalu duduk disana. Masih dengan ekspresi yang sama. Kepalanya bolak-balik ke arahku lalu Tari. Aku kontan meringis dalam hati. Memberi ancaman pada Tari melalui pelototan mata karena cewek itu kini begitu menikmati kepanikkanku.

"Irene," Tari menjawab lugas serta tanpa rasa bersalah. Sementara aku sudah pasrah begitu Tari membuka mulutnya kembali. "Irene sekarang lagi deket sama someone."

You Think I'm PrettyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang