Menghadari acara dimana diisi oleh kalangan elite bukanlah hal yang baru buat gue. Terkadang memang membosankan. Lebih dari itu, kesempatan untuk memperluas koneksi semakin terbuka lebar. Papa sudah membiasakan gue untuk terjebak di situasi ini sejak SMA. Maka dari itu, nggak sulit untuk berbaur dalam obrolan seputar bisnis dengan beberapa kolega Papa. Sampai obrolan itu berubah menjadi ajang jodoh menjodohkan entah dengan putri siapa—gue nggak terlalu menyimak. Karena begitu mendapat kesempatan untuk menarik diri, gue lekas pamit dengan sopan.
"Melihat dari ekspresi wajah lo, kali ini putri dari keluarga mana lagi yang disodorin ke lo?" Romeo menyambut dengan ujung bibirnya menungkit saat gue mendekat ke mejanya.
Berada di dekat Romeo lebih baik daripada jalan-jalan nggak tentu arah. Belajar dari pengalaman. Kadang kala bakal ada Ibu-Ibu yang menarik gue dan dengan agresif lantas mengenalkan putri mereka kepada gue.
Long story short, gue mengenal Romeo saat pertama kali gue menghadiri pesta semacam ini. Kami berdua sama-sama sedang dalam aksi kabur dari situasi memuakkan yang bernama jodoh-menjodohkan. Jangan kaget, jodoh-menjodohkan udah lumrah terjadi di kalangan elite. Selain penyatuan dua perusahaan, takut kalau anak mereka akan tertarik dengan kasta sudra menjadi salah satu pertimbangan. Contohnya Romeo, penyebab Romeo dan Pricilia dulu sering putus nyambung tak lain karena Pricilia berasal dari keluarga yang 'biasa aja'. Kendati ia artis terkenal dan cukup kaya sekarang. Tetap aja bakal kalah sama Romeo yang mana anak dari pemilik stasiun TV swasta terbesar di Indonesia.
Nggak langsung membalas ledekkan Romeo—tangan gue meraih segelas koktail di atas meja. Lantas melirik sekumpulan cewek-cewek modis yang berjarak beberapa meja dari tempat gue. Teman-teman sosialita Pricilia. "Tumben nggak ngintilin bini lo? Biasanya lo udah kayak suami berkedok satpam."
"Selama bini gue nggak sedang haha-hihi sama cowok lain. Gue cukup menjaga dia dari jauh kayak gini." Sahut Romeo dengan senyum sok gentleman.
Gue mendengus lantas meneguk koktail. Berusaha menikmati pemandangan membosankan di hadapan gue. Ballroom hotel dengan desain mewah serta diisi oleh hidangan-hidangan dari restoran mahal pasti mengeluarkan biaya yang nggak sedikit. Tapi ya siapa yang peduli soal uang disaat uang itu terus tercetak di setiap detiknya.
"Mantan lo udah balik dari Amrik. Katanya bakal dateng malam ini." Romeo berceletuk tanpa memandang gue.
"I don't have any exs." Gue menanggapi.
"Ya, ya, whatever." Romeo memutar bola matanya. "Just sayin', she's changed. Mungkin karena lama tinggal Amrik ya. Shalendra kan dulu gemes-gemes gitu sebelum akhirnya lo rusak. Sekarang, beh, anak-anak pada ngomongin dia mulu. She's fucking hot—okay, gue diam." Tutup Romeo kala gue melemparkan tatapan tajam.
Namun kurang dari lima detik, mulut Romeo kembali terbuka dengan gedikkan kepala ke arah pintu. "Oh, there she is."
Praktis gue menoleh, mengikuti arah pandang Romeo. Dua cewek masuk secara bersamaan. Bedanya mereka berdua menampilkan ekspresi yang jelas bertolak bekalang. Romeo benar, meski ada banyak perubahan dalam penampilan, gue masih bisa mengenali Shalendra. Gaun merah dengan potongan dada rendah memeluk tubuh Shalendra begitu pas. Ia nampak percaya diri dengan apa yang ia kenakan. Rambutnya ia tata sedemikian rupa untuk mempertontonkan leher jenjangnya. Make up yang ia gunakan nggak terlalu bold tapi terlukis indah di wajahnya. Actually, penampilan Shalendra sekarang adalah tipe gue banget.
Pun begitu. Anehnya, gue lebih tertarik memperhatikan cewek disampingnya alih-alih Shalendra. Saat ngeliat dia, perasaan kaget nggak mungkin bisa gue hindari. She's here. Irene. Gue yakin nggak pernah ngeliat Irene di pesta kayak gini sebelumnya. So, I'm pretty sure kalau ini pertama kali buat dia. Apalagi ekspresi canggung jelas tergambar saat ia masuk ke dalam ballroom. Well, haruskah gue menjelaskan betapa cantiknya dia malam ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
You Think I'm Pretty
ChickLit[COMPLETED] Melupakan seseorang yang dicintai bukan persoalaan yang mudah. Setidaknya ia sedang berusaha. Pun bagaimana, Irene tidak bisa menyimpan perasaaan pada mantan pacarnya tersebut. Sebab, sekarang mantan pacarnya telah menikah dengan sahabat...