t w e n t y n i n e

13.7K 1.6K 259
                                    

"Bokap lo manggil lo Kira, bukan Irene?" keesokan harinya setelah Raka mengobrol dengan Ayah. Cowok itu menyampiriku di perpustakaan di jam istirahat. Waktu itu Dira nggak masuk sekolah karena sakit. Daripada makan sendiri di kantin, kuputuskan untuk ke perpustakaan. Lima menit kemudian, Raka sudah mengambil tempat di hadapanku, menemaniku yang sedang membaca novel.

Aku mengangguk. Memindahkan lembar halaman tanpa menatapnya. "Sejak kecil Ayah memang manggil gue Kira."

"Kalau gitu boleh gue manggil lo Kira juga?"

Kali ini kepalaku mendongak. Menatap Raka yang lagi menopang dagunya dengan senyuman. "Kenapa tiba-tiba pengin manggil gue Kira?"

"Lo bilang bokap lo adalah cowok favorit lo."

"Terus?"

"Siapa tahu dengan gue ngikutin kebiasaan bokap lo, gue juga bisa jadi cowok favorit lo."

"Lo ngomong apa sih," dengusku sambil menggeleng kecil. Terkadang Raka bisa seenggak jelas itu.

"Hai, Kira," sapanya dengan tangan yang terulur. "Aku Raka."

Aku memandang tangannya. Tersenyum geli, "Rakaa,"

"Kira-kira kapan aku bisa jadi cowok favorit kamu?"

"Ngelamun apa sih?" dekapan seseorang dari belakang menyentakkanku. Setelah aku menolak tawaran dinner-nya karena aku memang harus lembur akibat tidak fokus bekerja akhir-akhir ini. Aldian tiba-tiba muncul di apartemenku satu jam yang lalu. You know, mengenyampingkan player-nya, he's like the sweetest guy in the world. Caranya berkata, caranya memperlakukanku, caranya menyentuhku, ia melakukan seperti aku adalah wanita pujaannya—nggak heran kalau ex date-nya malah berakhir jatuh hati pada cowok itu.

Ia membawa enam macaroon serta delice cake. Dengan penuh perhatian, cowok itu mempersilakanku mengganti baju sementara ia membuat minuman di pantry. Setelah mengganti baju, kutemukan Aldian telah duduk di sofa. Menyambutku dengan senyuman dan mengajakku bergabung bersamanya untuk menonton serial You season 2 di netflix.

Selain lawan berdebat, Aldian juga teman ngobrol yang asik. Dia menanyakan hariku lalu menceritakan harinya. Semenjak ia membuka diri untuk kali pertamanya padaku, Aldian kini nampak lebih terbuka dari biasanya. Bukan hanya soal keluarganya, cowok itu juga menceritakan tentang teman-temannya yang bernama Romeo dan Karenina. Aku mendengarkan sambil memperhatikan wajahnya. Ada senyum yang terselip kala Aldian menceritakan tentang mereka. Untuk sejenak, aku melupakan pertemuanku dengan Raka tadi siang. Fokusku tercurah pada setiap kata yang keluar dari bibir Aldian.

Sampai tiba-tiba cowok itu berhenti dan menatapku lekat. Menopang kepala dengan tangan serta bibir yang menungkit.

"What?" tanyaku bingung.

"Don't loot at me like that."

Aku makin bingung. "Like what?"

"Like you want me to kiss you."

Spontan mataku berputar. Aldian tertawa. Lantas mengambil tanganku. Dia memijat punggung tanganku dengan matanya yang memandangku lurus. "Di kantor lagi hetic banget ya?" tanyanya penuh perhatian. Diperlakukan seperti itu, aku nggak bisa menahan senyum dan mengangguk kecil. "Kamu tahu kan, kemana harus pergi kalau butuh seseorang?"

Sebenarnya kamu berharap apa sih Al dari hubungan ini? Atau justru kamu nggak berharap apa-apa dan menganggapku hanya cewek susah move on yang menyedihkan? Makanya kamu sebegininya sama aku. Memangnya aku semenyedihkan itu ya? Ah, sebenarnya ini salahku. Aku melemparkan diri padanya. Seharusnya aku menuruti ucapan Ayah untuk nggak pernah bermain-main dengan perasaan.

You Think I'm PrettyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang