t h i r t y t w o

13.9K 1.7K 302
                                    

"Don't lie to me, Al. Semua orang tahu kamu nggak pernah serius sama cewek."

Gue menghela napas. Menatap letih cewek yang duduk berhadapan dengan gue yang kini hanya dibatasi oleh meja kerja. "Make it fast, Sab. What do you want?"

"Aku udah resmi cerai sama Francis."

"Good. Itu yang lo mau sejak dulu, kan?"

"I want to start over with you, Al. I want to start over from the moment we met."

Mata gue terpejam sekilas lantas menatap cewek itu lekat. "Sabrina, just because I helped you once doesn't mean I still have feelings for you."

"That's why we can start over, Al." Cewek itu makin keras kepala yang bikin gue mendesah dan memijit pangkal hidung. "Dulu kita terlalu gengsi untuk mengakui perasaan masing-masing. Dan berujung sama kesalahpahaman. We—"

"You know what, Sab." Gue memotong cepat sebelum dia makin ngomong nggak jelas. "Dulu gue memang suka sama lo. But not that much. So, stop thinking that I still have feelings for you. Seminggu setelah lo ngasih gue undangan pernikahan lo, nggak sekali pun gue mikirin lo. Gue menolong lo karena gue masih menganggap lo sebagai teman gue. Let's clear it, sampai kapanpun kita nggak akan bisa start over. Rasa gue buat lo udah hilang sejak lama."

Kembali lagi dimana gue yang menjadi brengsek karena bikin cewek nangis.

"Tapi kenapa sampai segitunya, Al? Kenapa lo mau pura-pura jadi selingkuhan gue cuma buat nolong gue?"

Gue menghela napas. Kembali lagi kesini yang bikin this conversation nggak bakal menemukan akhir. "Gue sibuk, Sab. Kalau lo cuma mau bahas hal sama terus menerus mending lo pergi. Kerjaan gue masih banyak." Tanpa banyak kata gue melangkah menuju pintu, membukanya lantas mengedikkan kepala pada Sabrina.

Cewek itu mengusap pipinya yang telah basah. Meraih tasnya lantas berdiri dari kursi. Ia menatap gue selama beberapa detik sebelum akhirnya melewati pintu. Baru aja gue akan kembali menutup pintu, Romeo muncul yang sempat berpapasan dengan Sabrina. Keningnya langsung mengernyit heran lantas melayangkan pertanyaan yang sudah bisa gue tebak.

"Lo masih main sama Mbak Sabrina?" tanyanya setelah menutup pintu dan mengikuti gue duduk sofa ruang kerja. "Gila ya lo, gue kira lo beneran serius sama cewek yang lo ceritain itu."

"Rom, kepala gue lagi pusing. Elo jangan bikin berkeingin nimpuk lo pakek sepatu gue."

"Dih, sensi amat." Deliknya. "But seriously, bro? Lo masih sama Mbak Sabrina? Ya emang cantik banget sih, tetap aja, bini orang, gila lo."

"Mereka udah cerai." Sahut gue lalu memberinya pelototan. "Dan gue nggak ada hubungan apa-apa sama Sabrina. Jadi berhenti ngomong yang nggak-nggak."

"Terus ngapain Mbak Sabrina nyamperin lo?" Romeo tentu nggak menyerah mencari informasi.

"Ngajak start over."

"Wih, mantap tu." Komentar Romeo. "Terus lo mau?"

"Ya, nggaklah!"

"Karena cewek itu?"

"Karena gue memang nggak berkeinginan buat start over sama dia." Jawab gue lalu berdeham pelan. "Dan lagian, gue kayaknya mau mencoba."

"Mencoba apaan?"

"Mencobanya sama Irene, I mean, relationship."

"Alhamdullilah, akhirnya teman gue tobat." Seru Romeo hiperbolis.

Gue mendelik lantas melemparkan pertanyaan yang sudah ingin gue tanyakan sejak tadi. "Tumben lo ke kentor gue jam segini. Ada apaan?"

Romeo langsung nyengir. "Bini gue lagi syuting. Bosen di rumah kalau nggak ada bini. Fable?"

You Think I'm PrettyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang