f o r t y t w o

12.6K 1.5K 258
                                    

In relationship itu susah ya? Bukan hanya soal lo menerima pasangan lo baik dan buruknya. Tapi lo juga harus menekan ego dan menghargai keinginan pasangan lo. Meski keinginannya bikin hidup gue tersiksa. Shit, satu bulan ini gue merasa jadi sadboy. Gue kepengin banget sekarang mendatangi Irene dan bertanya sampai kapan dia ingin melakukan break sialan ini? Kalau nanti dia masih bertahan ingin menjaga jarak dari gue maka gue akan sujud dan mohon-mohon supaya dia mau balik lagi sama gue. Argh, sayangnya, gue tahu apabila gue melakukan itu, gue kelihatan banget nggak dewasanya yang nggak bisa menghargai keputusan Irene.

"Kalau udah sebulan gini kenapa nggak lo datangin aja sih?" cecar Jia yang duduk di sebelah gue.

Karena kondisi badan gue nggak sehat, tiga hari ini gue work from home. Demi tetap waras gue melempiaskannya ke kerjaan. Alhasil jadinya begini. Jia datang membawakan gue makanan yang dimasak oleh Mami sebab gue nggak nafsu makan akhir-akhir ini. "Lagian elo kenapa nggak jelasin sih kemarin kalau lo nggak serius jadi selingkuhan Sabrina?! Itu cuma pura-pura."

"Yang tahu gue pura-pura cuma elo. Semua orang tahunya itu beneran.. Apalagi waktu itu gue sering jalan dan pamer kemesraan di depan umum biar si bangsat itu percaya. So, di kondisi kemarin, kalau gue ngomong kayak gitu, penjelasan gue bakal terdengar kayak alasan doang." Balas gue kemudian berhenti menyendok sup dan menatap Jia. "Dia kemarin pulang jam berapa?"

Jia berdecak. "Sepuluh," kemudian menyambung. "Ini gue bingung antara elo romantis atau justru psycho karena nyuruh orang buat mata-matain dia. Mending stop deh nyuruh orang ngawasin Irene. Kalau dia sadar, elo makin minus di mata dia."

"Gue kan cuma khawatir dia kenapa-napa," sahut gue membela diri.

"Bukannya karena elo takut ada cowok yang coba deketin Irene di saat elo sama dia lagi break?" sambung Jia yang bikin gue terdiam. "Udah deh, besok gue bilang orang suruhan lo buat berhenti mata-matain Irene."

Gue ingin menolak tapi yang Jia bilang nggak sepenuhnya salah. Jadi gue cuma diam dan lanjut makan.

"Elo sih, dulu gue peringatin juga. Tetap aja batu." Cecarnya lagi. "Liat kan sekarang dampaknya?"

"We've already talked about this, Jiara," tukas gue lalu menghela napas. "Gue yang mengambil keputusan itu dan gue nggak menyesal."

"Meski akibatnya sekarang elo bisa aja kehilangan cewek yang lo cinta?"

Bibir gue terkatup dengan rahang mengeras. "Gue nggak akan kehilangan Irene."

Jiara tertawa mencemooh. "Elo terlalu percaya diri, Al. Udah satu bulan dan hubungan kalian sama sekali nggak membaik. Kalau ini terus berlanjut sama aja dia minta putus dari lo secara nggak langsung."

"Gue dan Irene nggak akan putus." Sahut gue cepat. Lantas memejamkan mata dan meredam emosi. "Gue sekarang menghargai keinginan dia dan memberi dia waktu buat sendiri. Gue udah janji akan ngasih dia waktu selama dia ngomong terlebih dulu sama gue."

Kepala Jiara menggeleng sambil memijat pelipisnya."Memangnya menurut elo selama apa sih waktu buat cewek pengin sendiri?"

Gue nggak menjawab. Karena memang nggak tahu jawabannya.

Jiara menghela napas. "Elo itu benar-benar cupu ya soal relationship."

"Maksud lo?"

"Selama-lamanya cewek pengin waktu sendiri, paling lama menurut gue dua minggu, lewat dari itu, seharusnya elo udah gerak dan tanya perasaan dia, kejelasan hubungan kalian, atau apapun deh yang menunjukkan kalau elo masih ingin bareng dia. Tapi apa coba yang lo lakauin, elo diam aja dan nunggu. Sekarang gue yakin Irene mikir kalau lo sama sekali nggak ada niat buat memperbaiki hubungan kalian."

You Think I'm PrettyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang