"Ren, itu Aldian, kan?"
Tari menanyakan pertanyaan itu dengan spontan, aku tahu. Ia tidak bermaksud apa-apa. Hanya hatiku saja yang kelewat sensitif apabila mendengar nama itu. Karena aku tidak menjawab pertanyaannya, Tari merapatkan bibir. Ia tahu kalau hubunganku dan Aldian kini merenggang. Sudah lebih dua minggu kami tidak berkomunikasi.
"Kayaknya lagi meeting sama klien," tebaknya dengan nada berhati-hati.
Aku hanya tersenyum tipis. Menahan diriku untuk tidak melirik ke arah restoran tempat Tari melihat Aldian. Namun pertahanku gagal ketika eskalator semakin naik-kepalaku menoleh dan melihat cowok itu tengah duduk berhadapan dengan seorang pria. Ia tersenyum profesional. Sekilas saja, aku menyadari bila ia memotong rambutnya pendek. Selebihnya, Aldian masih sama memesonanya.
"Nanti temenin gue Guardian dulu ya, abis itu baru balik kantor," ucap Tari yang membuatku mengalihkan perhatian. Bertepatan kami yang sampai di lantai lima. Aku mengangguk singkat.
"Elo beneran mau di Banjar sampai tahun baru? Nggak mau ikutan ke Bali?" tanya Tari begitu kami memasuki Kimaktsu dan mengambil tempat duduk.
Aku menggeleng. "Nggak dulu deh. Gue jarang banget quality time sama bokap gue."
"Padahal bakal tambah seru kalau lo ikut. Gue doang bakal jadi nyamuk ntar sama si pasangan halal."
Pasangan halal yang dimaksud Tari-tentu Dira dan Lando. Dira mengajak kami menghabiskan tahun baru di Bali. Kebetulan vila yang mereka sewa cukup besar dan sayang kalau hanya mereka berdua yang menempati.
"Elo kayak nggak punya gebetan aja, Tar," candaku. "Ajak salah satu gebetan lo lah."
"Mending gue ajak Jonny daripada salah satu gebetan gue," tolak Tari. "Kira-kira Jonny avialable nggak ya tahun baru. Biasanya kalau tahun baru Jonny nggak pernah kosong."
"Tanya aja, kayaknya di free sekarang." Balasku lalu mulai membuka menu ketika pramusaji datang. "Elo mau apa, Tar?"
"Samain aja sama lo," Tari bangkit berdiri. "Gue toilet dulu ya."
Aku mengangguk kemudian mulai membaca buku menu lalu semenit kemudian menyebutkan pesananku pada pramusaji.
Well, kuakui dua minggu tanpa Aldian memang terasa begitu sepi. Kalau bukan karena pekerjaan kantor yang menggunung karena mau akhir tahun, mungkin aku akan banyak bersedih. Ini memang keputusanku yang meminta break. Aku hanya butuh waktu untuk bisa memahami masa lalunya dan meyakinkan diri kalau hubungan kami memang ada masa depannya. You know, aku mungkin aku terlihat plin plan karena kemarin sepakat untuk tidak membawa masa lalu ke hubungan kami. Hanya saja, perselingkuhan adalah sesuatu yang sangat tidak bisa aku tolerir. Dan aku masih sulit percaya bila Aldian pernah melakukannya.
"Gila, rame banget toiletnya," gelembung dalam pikiranku meledak ketika mendengar suara Tari. Cewek itu kini kembali di hadapanku. Aku meresponnya dengan tawa dan selanjutkan kami pun mengobrol sampai pesanan datang.
*
Salah satu hal yang paling menyesakkan dari merindukan seseorang adalah saat berada di tempat dimana kenangan tentangnya pernah terukir. Itu yang terjadi ketika aku menepikan mobil di warung pecel ayam langgananku. Saat lagi menunggu pesananku selesai dibuatkan, tiba-tiba otakku menayangkan momen dimana Aldian untuk pertama kalinya menginjakkan kakinya di warung kali lima.
"Em, Sayang," ekspresi wajahnya menampilkan keraguan kala aku menariknya duduk di bangku kayu waktu itu. "Kamu yakin disini bersih?"
Aku tersenyum. Sangkat maklum. "Bersih kok. Perut kamu nggak akan kenapa-napa."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Think I'm Pretty
ChickLit[COMPLETED] Melupakan seseorang yang dicintai bukan persoalaan yang mudah. Setidaknya ia sedang berusaha. Pun bagaimana, Irene tidak bisa menyimpan perasaaan pada mantan pacarnya tersebut. Sebab, sekarang mantan pacarnya telah menikah dengan sahabat...