Aku terbangun dengan kondisi kepala yang seperti dihantam batu. Lintasan cahaya berusaha menusuk mataku—seakan memaksaku untuk lekas menyibak selimut dan beranjak dari tempat tidur. Namun karena rasa pening yang mendera, aku memilih untuk menghindari cahaya itu dengan menggeser kepala ke samping hingga pipiku terbenam pada bantal empuk yang menyanggah kepalaku.
Harum amber bercampur cedarwood kini mulai mengaliri indera penciumanku. Keningku mengernyit, bukan karena aromanya yang aneh, malah aroma ini terasa lebih baik dari aroma sebelumya. Apa pegawai hotel telah mengganti seprai kamarku?
Sebentar, bukankah aku bersama dengan Shannon? Dan Shannon mengajakku datang ke wedding party temannya lalu menginap di tempatnya? Mataku terbuka perlahan, rak hitam berisi buku-buku menjadi pemandangan pertama yang aku lihat. Shannon bukan kutu buku. Tidak mungkin di kamarnya ada benda yang dulu dikatakannya sebagai benda terkutuk.
Perasaan cemas mulai mendatangi pikiranku. Aku tidak boleh panik, aku harus tenang. Kehembuskan napas perlahan lantas memutar badan bersama dengan mataku yang mulai memindai ruangan yang didominasi oleh warna gelap. Cat abu-abu dengan perobatan serba hitam membuatku tambah yakin kalau ini bukanlah kamar Shannon. Tentu saja, Shannon menyukai warna-warna cerah seperti kuning atau pink.
Astaga!
Aku bangkit bangun, menundukkan kepala untuk melihat kelengkapan pakaianku. Saat tahu aku masih menggunakan pakaian semalam, kuhela napas lega. Berhubungan seksual dengan cowok random dan nggak kukenal tidak pernah menjadi gaya hidupku. Aku memang sudah tidak perawan. Namun bukan berarti aku penganut seks bebas. Itu sangat jauh dari prinsip yang kupegang.
Masih dengan kepala sedikit pusing, aku berusaha mengingat kejadian semalam yang menyebabkan aku berada di tempat asing ini. Shannon adalah sepupuku yang sudah setahun ini menetap di Bali. Mengetahui keberadaanku di Bali, dia mendatangiku di hotel dan mengajakku untuk pergi bersamanya ke wedding party temannya. Karena udah useless mau ngapain, aku mengiakan ajakkan Shannon. Disana aku mengekori kemanapun Shannon pergi, lalu Shannon yang nggak pernah berubah, melupakanku apabila bertemu dengan teman-temanya sehingga aku harus kelimpungan mencari cewek itu.
Ditengah-tengah pencarianku, aku terdiam kaku kala iringan lagu yang menjadi backsound orang-orang berdansa dengan suasana romantis berganti dengan lagu yang membawaku pada kenangan lama. Avril Lavigne. I will be. Lagu yang sering aku dengarkan bersama Lando waktu pacaran dulu. Dadaku mendadak sesak, mataku memanas. Entah gimana, aku berakhir mabuk, berjalan ke sisi pantai, dan...no way!
Telapak tanganku berkeringat, jantungku berdetak cepat sambil berusaha mencari ponselku di bawah selimut serta bantal. Nggak menemukan, kepalaku berputar dan mendapati ponselku ada di atas nakas. Tanpa membuang waktu, aku langsung menyambarnya lantas memeriksa sesuatu yang menjadi sumber ketakutan sekarang.
Benar aja. I did something stupid. Aku mengerang, menarik rambut panjangku kuat-kuat untuk menghukum diri. Bagaimana bisa aku nelpon Lando? Bagaimana bisa aku berkata seperti itu padanya? Bagaimana kalau Dira tahu?
Irene, you dumbbas!
"Reaksi lo terlalu berlebihan padahal kita nggak ngelakuin apa-apa semalam." Aku terperanjat, mataku membelalak tatkala menemukan Adrian bersender di daun pintu sambil bersedekap. Mulutku terbuka sedikit, mendapati cowok itu dengan begitu santai berdiri di hadapanku tanpa menggunakan atasan. "Ya, almost sih."
"...Adrian?" entah kenapa, setiap kali bertemu Adrian, aku selalu menyebutkan namanya. Seakan ingin meyakinkan diri kalau dia benaran Adrian. Dan tunggu...almost? "Sebentar...kenapa aku bisa disini? Terus apa maksud kamu bilang 'almost'?"
Diluar dugaan, Adrian membuang napas seolah jengah. Bikin aku terkesiap sebentar oleh respon yang ia berikan. Belum berhenti sampai disitu, tanpa bisa kuhindari, ia tahu-tahu saja mendekat, duduk sisi tempat tidur lantas mengurungku dengan meletakkan tangannya di sisi tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Think I'm Pretty
Literatura Feminina[COMPLETED] Melupakan seseorang yang dicintai bukan persoalaan yang mudah. Setidaknya ia sedang berusaha. Pun bagaimana, Irene tidak bisa menyimpan perasaaan pada mantan pacarnya tersebut. Sebab, sekarang mantan pacarnya telah menikah dengan sahabat...