Gue nggak pernah memperhatikan cewek seperti gue memperhatikan Irene. Karena gue tahu perhatian adalah bentuk dari kepedulian. Kepedulian adalah alarm bahaya yang harusnya bikin gue waspada. Alih-alih begitu, gue malah mendapati diri gue membelikannya makan malam karena gue tahu dia lembur. Mengajaknya hangout ketika gue melihat wajah kusutnya. This isn't what I had in my mind.
Tolong, siapapun itu, sadarkan gue dari ketololan ini. Sepertinya gue dikendalikan oleh arwah atau Jin. Apa mungkin ada yang guna-guna gue? Heck, memangnya masih ada ya hal kayak gitu di kota metropolitan gini. Lagian kayaknya cewek-cewek yang deket sama gue bukan tipe yang suka balas dendam dengan cara norak seperti main dukun. Gue juga nggak terlalu percaya sama hal-hal kayak gitu.
"Lo percaya santet nggak, Ya?" Gue bertanya pada Jia yang sibuk dengan tabletnya saat perjalanan balik ke kantor sehabis dari lokasi proyek. Sebenarnya, gue lebih suka nyetir sendiri kalau kemana-mana. But you know my father, nggak cukup Jia, beliau juga mempercayakan Pak Rahmat—supir keluarga—sebagai mata-mata. Kecuali after office, Pak Rahmat yang bertugas mengantar gue kemana pun.
Jia mengangkat alisnya. Nggak berpaling dari fokusnya tapi dia menanggapi pertanyaan gue. "I do."
"Dih, musyrik."
"Nggak usah sok alim lo."
"Ciri-ciri orang di santet atau di guna-guna tuh gimana sih, Ya?"
Kali ini Jia menoleh dengan wajah sewot. "Mana gue tahu, lo kira gue kuliah di ilmu perdukunan."
"Kali aja, gue kan lamaan tinggal di luar. Nggak terlalu familiar sama yang gituan."
"Pantes kebiasaan menebar benihnya sulit ilang ya, Pak." Sindirnya.
Gue berdecak. "Lo masih sensi sama gue soal Claudia? C'mon, Ya, udah tiga bulan dan lo masih salty sama gue."
"Ini bukan cuma soal Claudia tapi juga Tiffany, Rani, Alisa, Citra, dan temen-temen gue yang lainnya yang pernah lo tiduri."
"Just so you know, mereka tidur sama gue bukan karena gue paksa. Ada consent di dalamnya." Gue membela diri. "Lo pikir gue cowok apaan?"
"Ya, tapi kenapa harus temen gue?"
"Tanya sendiri kenapa mereka mau sama gue?"
Jia memutar bola matanya terus balik lagi menekuri tabletnya. "Pokoknya, Claudia kasus terakhir. Terserah lo mau main sama cewek mana pun. Tapi selama cewek itu masih ada hubungannya sama gue, mereka off limit buat lo."
Gue nggak membalas. Melongoskan kepala ke jendela mobil bertepatan dengan ponsel gue yang bergetar. Ada chat dari Irene.
Irene
kemana?Senyum gue terukir begitu aja. Tadi gue memang nanya kegiatan cewek itu sepulang kantor. Terus dibalas kalau dia langsung balik. Dan gue tawarin untuk hangout sama gue hari ini.
Aldian
apartemen gueGue penasaran gimana ekspresi Irene sekarang. Apa yang bakal dia pikirin saat membaca balasan chat gue. Seperti yang gue duga, cewek itu beberapa kali typing tapi belum ada balasan apapun. Sehingga gue pun kembali mengiriminya chat lanjutan.
Aldian
gue mau nunjukkin koleksi vinyl gue sama lo. Lo bilang mau liat, kan?"Kenapa lo senyum-senyum?" Pertanyaan Jia berhasil menarik perhatian gue. Cewek itu kini memandang gue dengan mata yang disipitkan.
"Bukan urusan lo." Sahut gue jutek. "I know you, Jiara Nasution. Kalau gue kasih tahu pasti langsung lo lapor ke bokap."
"Mainan baru lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
You Think I'm Pretty
ChickLit[COMPLETED] Melupakan seseorang yang dicintai bukan persoalaan yang mudah. Setidaknya ia sedang berusaha. Pun bagaimana, Irene tidak bisa menyimpan perasaaan pada mantan pacarnya tersebut. Sebab, sekarang mantan pacarnya telah menikah dengan sahabat...