Maya
Selesai jam pelajaran sekolah, seperti biasanya aku kembali membantu teman-teman osis yang lainnya untuk menyiapkan acara besok malam, setelah semuanya terselesaikan aku langsung pulang kerumah pada waktu yang sama dengan jam yang menunjukan pukul 4 sore.
Badanku sudah terasa letih, lebih dari satu bulan kami menyiapkan segala sesuatunya dan akhirnya kini dapat terselesaikan.
Hanya menunggu waktu harinya tiba yaitu besok malam, rasanya begitu melegakan dan aku berniat ingin tidur lebih awal saat ini untuk meredakan rasa lelah dan letih.
Baru saja ku memasuki pintu utama, aku langsung di kejutkan oleh suara Lala membuat langkahku terhenti.
Langsung ku menoleh padanya yang kian terduduk di sopa dengan pakaian terlihat rapi.
Aku tersenyum menyadari jika dia sangatlah aneh.
Apa tidak salah ataukah aku yang sedang bermimpi?
Lala yang saat ini berada di rumah di saat hari masih menjelang sore. Ini bahkan membuatku merasa bertanya-tanya.
Karna biasanya dia selalu pulang tengah malam dengan keadaan mabuk, dan dia sudah tidak berada di rumah saat jam 3 pagi.
"Jadi Quinza itu sahabat lo? Kenapa lo nggak pernah cerita sama gue, lok lo punya temen yang lagi sekarat? gue harap dia cepat mati!"
"Tutup mulut lo!" Kesalku di saat mendengar ucapannya.
Selama empat tahun, sejak kejadian itu kami tidak pernah saling menyapa ataupun saling menegur satu sama lain meskipun kami tinggal di satu rumah yang sama namun kami seperti orang lain yang tidak saling mengenal.
Dan ini pertama kalinya dia menegurku tapi memberikan kesan yang buruk.
"Kenapa? Apa lo pikir elios beneran suka, gue kasi tahu lo!"
Lala beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan mendekatiku sambil tersenyum.
Senyuman yang terlihat mengerikan, dia mendekatkan mulutnya tepat di telingaku sambil berbisik.
"Elios hanya pura-pura suka sama sahabat lo, dia hanya merasa simpati dan kasihan saja, karena sebentar lagi temen lo akan mati" setelah berkata dia menjauh dariku sambil tertawa.
"Lo pikir gue percaya?" Jawabku
"Terserah lo mau percaya atau nggak, gue nggak pernah minta lo buat percaya, gue cuman ingin kasi tahu lo aja kebenaran yang terjadi, hanya itu aja kok, nggak ada maksud lain, karna semua itu nggak penting buat gue!"
"Lok nggak penting, lalu kenapa lo kasi tahu gue?"
"Karna lo sahabatnya!"
"Gue nggak percaya sama lo!"
Dia langsung tertawa mendengar kataku, kemudian menjawabku.
"Apa kurang jelasnya?"
Aku paling tidak suka harus menebak atau menerka setiap kata dengan filling, aku lebih suka dia berkata dengan blak-blakan tanpa adanya kata yang harus aku mengerti sendiri.
Lala masih melihatku dalam keadaan tersenyum serta dahi yang terangkat ke atas.
"Gue nggak paham!" Jawabku kemudian.
"Nyatanya lo nggak sepintar yang gue kira, tapi tenang aja sebentar lagi lo akan paham maksud gue!"
Terdengarnya suara klakson mobil dari luar membuatku menoleh kebelakang, dengan pintu yang masih terbuka aku bisa melihat mobil yang terparkir di halaman rumah.
"Sekarang lo bisa ngerti kan apa yang gue bilang tadi? buka mata lo lebar-lebar, lihat baik-baik dan dengerin dengan jelas." Ucap Lala lalu berjalan keluar sambil berkata.
"Sayang" Lala langsung memeluk tubuh lelaki yang kukenal.
Dia Elios, Aku tidak percaya ini, tapi apa yang aku lihat ini memang nyata. Elios dengan Lala berpelukan.
"Elios" lirihku
Elios melihatku tanpa berkata apa-apa. Merekapun pergi tanpa mengucapakan sepatah kata apapun.
Sekarang yang kupikirkan adalah perasaan Quinza.
Membayangkan apa yang akan terjadi jika dia tahu, dan ini berhasil membuat air mataku jatuh menetes.
Pagi harinya dengan langkah cepat aku bergegas berjalan menuju kelas.
Pandanganku tiada henti terus mencari dimana keberadaan Quinza.
Aku berniat ingin memberi tahukan Quinza apa yang sudah aku ketahui.
Aku melihat Quinza berdiri di depan kelas bersama Elios, Ramon dan Jimi, tak pikir panjang aku berjalan mendekati mereka, baru saja aku ingin berbicara, ingin mengatakan sesuatu namun sayangnya Quinza langsung mendahuluiku dia berkata.
"May, kak Elios udah belikan gue gaun buat di pakai ke party, tapi jangan kawatir, gue tetep antar lo ke butik."
Senyuman Quinza membuatku mengurungi niatku untuk memberitahukannya, aku hanya terdiam melihatnya terus mengoceh bahagia.
Akankah aku mampu untuk menghilangkan rasa bahagianya saat ini? dan akankah aku mampu melihatnya menangis kembali?.
Tapi rasanya ini tidaklah adil jika dia bahagia karna di bohongi. Lalu apa yang harus aku lakukan?
Tidak, aku harus tetap memberitahukannya. Setidaknya dia dapat mengetahuinya langsung dariku bukan mengetahuinya dari orang lain.
"Gue pergi ke toilet dulu ya?" Ucap Quinza lalu pergi meninggalkan kami.
Menurutku ini adalah kesempatan baik untuk berbicara berdua dengan Quinza.
Baru saja aku melangkah maju, Elios sudah menahan pergerakanku.
"Nggak sekarang may?"
Aku tersenyum hambar, dia bisa membaca pikiranku saat ini, lalu ku tatap matanya dengat lekat, mata yang selalu menggambarkan keadaan terlihat berubah-ubah, bahkan aku tidak paham dengan gambaran tersebut sulit untuk di artikan.
Kadang aku selalu berpikir jika penampilan bisa menipu, namun ternyata mata juga dapat di andalkan, dapat melihat keadaan yang sebenarnya dia berbohong atau jujur.
"Ini waktu yang tepat, untuk beritahu Quinza, siapa lo yang sebenarnya!"
"Gue mencintai Quinza, tapi ada yang harus gue selesein, jadi gue terpaksa berbohong hingga lakuin semua ini di belakangnya!" Dengan wajah kembali terlihat datar.
"Jika lo beneran cinta, lo nggak akan lakuin semua ini di belakangnya tanpa sepengetahuan Quinza, lok dia tahu semua ini, lo akan nyakitin hatinya lagi!"
"Dia nggak akan tahu, jika lo nggak kasi tahu dia!"
"Maaf, gue tetap akan kasi tahu Quin!"
"May, yang dikatakan Elios itu bener, kita harus merahasikan hal ini!" Kini yang berbicara adalah Ramon.
Aku merasa terhimpit dalam keadaan tegang seperti ini, tadinya aku mengira jika hanya aku saja yang mengetahui hal ini, tapi nyatanya Ramon juga mengetahuinya dan dia malah membela Elios.
"Ramon, lo udah tahu semua ini? tapi lo hanya diam, dan sekarang lo bela dia?"
"May, ada kalanya kita harus mengerti sesuatu, dan membedakan antara keadaan dengan situasi. Quinza anggap gue sebagai sahabatnya, tapi lo tahukan jika gue sangat mencintainya. gue nggak ingin bahagia yang dirasakan Quinza hilang gitu aja, lagian ini udah terlanjur terjadi, jika lo memberitahukannya lo bisa bayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya, gue harap lo mau berpikir ulang kembali, biarkan aja waktu yang menjawab semuanya."
Ucapan ramon berhasil membuatku bungkam.
Sampai pada akhirnya Quinza datang sambil melingkari sebelah tangannya di lengan Elios, dia terlihat sangat manja bahkan Elios menanggapi tingkah Quinza dengan memperlihatkan ekspresi wajah yang tidak datar lagi melainkan dia tersenyum dan bersikap lembut.
*****
2021
KAMU SEDANG MEMBACA
KADO TERAKHIR (END, Masih Lengkap)
Random[Revisi secara bertahap, adanya perubahan dalam kosa kata] ketika TAKDIR berkata lain, Maka apapun bisa terjadi.