Sepulang mereka dari makam Adinda, Quinza langsung masuk kedalam kamar, dari semenjak insiden terbunuhnya Adinda, Quinza tidak pernah keluar dari kamar dan jarang untuk memakan sesuatu.
Duduk merinsut di ujung ranjang dengan kedua kaki yang di tengkuk ke atas memeluk dengan membenamkan wajah di sela-sela pahanya, terus menangis di saat bayangan Adinda terlintas di pikirannya.
Kakek Lee, Elios, Ramon beserta yang lainnya merasa sangat kawatir akan sikap Quinza yang seperti ini.
"Za lihat apa yang kakek bawa, Nasi goreng kesukaanmu, rasanya tidak jauh berbeda dengan masakan mamamu."
Quinza hanya diam tanpa bergerak sedikitpun. Meski rumah kediaman keluarga Lee memiliki banyak maid namun Almarhum ibunya Adinda selalu memasak untuknya, karena Quinza pernah berkata bila masakan Adinda tidak tertandingi oleh siapapun. Namun kali ini, seterusnya dan untuk selamanya Quinza tidak akan pernah lagi mencicipi rasa masakan Adinda.
Lagi dan lagi Quinza menangis meneteskan air matanya untuk kesekian kalinya.
"Za jika lo terus seperti ini, tante nggak akan tenang di surga." Ramon berkata sambil duduk di samping Quinza.
"Lo nggak inginkan tante bersedih saat melihat lo yang seperti ini?" Ucap Ramon kembali
Quinza mengangkat wajahnya keatas, wajahnya terlihat begitu lusuh dengan kelopak mata yang sudah membengkak akibat menangis.
"Gue Rindu sama mama Mon."
"Gue tahu Za"
Ramon menarik Quinza mendekap pada tubuhnya dalam sebuah pelukan hangat.
"Ihklaskan kepergian tante maka di surga dia akan merasa tenang"
Quinza mengangguk sebagai jawaban, membuat yang lainnya tersenyum, kecuali Maya terlihat kesal.
Dalam pikiran Maya entah sejak kapan Ramon berubah pikiran dan tinggal bersama Quinza, mengapa Ramon tidak memberitahukannya. Maya benar-benar sangat kesal.
Apa dia berbohong?
___"Kenapa lo?" Tanya Jimi melihat Maya duduk di sopa dengan acuh tak acuh.
"Nggak ada" jawabnya judes.
"Lo cemburu ya?" Ledek Jimi
"Berisik, bisa diem nggak sih?" Dengan nada ketus.
Mendengar percakapan mereka Ramonpun sudah merasa jika adanya perubahan sikap pada Maya sejak dari tadi.
"May bisa keluar bentar nggak?" Ramon berkata membuat Maya jengah dan langsung berdiri.
Saat berjalan Maya tidak sengaja menyenggol ujung buku yang berada di atas meja belajar Quinza, yang akhirnya jatuh kelantai, dengan dua lembar kertas yang tadinya terselip di dalam buku kian berhamburan keluar. Ramon yang melihatnya langsung memunguti buku itu sementara Elios mengambil dua kertas yang berjatuhan tepat di bawah kakinya berada.
"Ini?" Elios terkejut sesaat membaca tulisan dari kedua lembaran kertas tersebut.
"Itu dari Alisya" Kata Quinza polos.
"Kapan Alisya kasi kamu ini Za?" Tanya Elios dengan panik.
Quinza menyadari kepanikan Elios terlihat jelas. Hanya sebuah kertas Elios begitu paniknya, Quinza tersenyum kecil.
"Beberapa hari yang lalu saat di sekolah." Jawab Quinza jujur.
"Emangnya ada apa sih?" Tanya Jimi melihat reaksi perubahan pada sahabatnya itu. Lalu menoleh pada Quinza yang diam namun penuh arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
KADO TERAKHIR (END, Masih Lengkap)
Random[Revisi secara bertahap, adanya perubahan dalam kosa kata] ketika TAKDIR berkata lain, Maka apapun bisa terjadi.