(35)

200 17 10
                                    

Aku belajar dari sebuah pengalaman,
Aku mengambil hikmah dari sebuah kehidupan.

Meski
Harapan demi harapan tidak menjadi kenyataan,
Takdir selalu datang dan merenggut segala kebahagiaanku.
___

Quinza

Mendengar kata demi kata yang keluar dari mulutnya sebuah kebenaran yang saat ini lagi dan lagi hatiku menyangkal semua apa yang aku dengar.

Hatiku merasa sakit, hatiku merasa marah bahkan hatiku merasa tidak menerima semua kenyataan yang terjadi, kenapa hati ini terasa sulit untuk pergi dan meninggalkannya pun rasanya benar-benar berat.

Kenapa aku harus jatuh pada pemuda seperti dia yang ternyata tidak pernah mencintaiku.

Wajahku sudah penuh dengan air mata. Aku melangkah mundur seketika Elios beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mendekatiku.

Meski air mata terus keluar dari pelupuk mataku tapi bibir ku terus tersenyum. Ya tuhan betapa menyedihkannya hidupku ini. Dengan hati yang terus tetap menginginkan dirinya.

Kakiku berhenti melangkah saat wanita yang bernama Lala itu menyentuh lengan Elios ketika ku berharap dia akan mengatakan sesuatu namun sepertinya pengaruh wanita itu lebih kuat dari apa yang aku bayangkan. Dia bahkan mampu membuat Elios bungkam tanpa harus menjelaskan semuanya padaku.

"Kak, katakan sesuatu?" Pintaku dengan nada yang pelan.

Tapi dia tetap diam tanpa berkata apa-apa.

"Kak, jika kamu memang berbohong aku sudah memaafkanmu, tapi aku mohon jangan tinggalkan aku" Ucapku kembali dengan linangan air mata yang sudah tidak bisa ku tahan lagi.

"Quinza, semua yang kamu dengar itu memanglah kenyataannya, jadi tolong mengertilah. Ini bukan hanya sebuah keputusan tapi juga sebuah pilihan dan mulai sekarang hubungan kita berakhir!"

Kata-katanya itu bagaikan bom kian menghancurkan hatiku tanpa tersisa bagaikan debu yang terhempas tertiup angin dan larut terbawa air.

Aku terjatuh bersimpuh di depannya. Berlutut dengan sebelah tangan memegangi ujung pakaian kemejanya dengan kepala yang terus mengadah keatas menatap lekat wajah yang sama sekali tidak melihatku lagi.

Wajahnya kembali datar tanpa senyuman itu memalingkan pandangannya ke arah yang lain.

"Aku mohon jangan tinggalkan aku, aku mohon" suaraku terdengar serak.

Tidak perduli jika semua orang melihatku termasuk orang tua Elios melihatku dengan wajah penuh iba.

Tidak perduli jika mereka semua akan menganggapku sebagai pengemis cinta.

Aku hanya mendengarkan isi hatiku yang tidak merelakannya untuk pergi meninggalkanku.

Aku ingin mendengar kata IYA keluar dari mulutnya agar hatiku merasa tenang. Tapi jangankan untuk menjawabnya dia malah melangkah mundur hingga genggamanku pada ujung pakaiannyapun terlepas.

Tidak.

Jangan seperti ini.

Aku mohon jangan, ini benar-benar sangat menyakitkan.

Akankah dia tahu semua perlakuanya saat ini dan perkataanya saat ini telah membuka lubang yang sudah tertutupi kian terbuka kembali, malah rasanya lebih menyakitkan dari sebelumnya.

"Za jangan seperti ini" Suara Maya terdengar berusaha membantuku untuk berdiri. Disaat Elios kian berjalan pergi membelakangiku.

Dia tidak ingin melihatku lagi,

Dia benar-benar sudah mencampakanku,

Di benar-benar ingin meninggalkanku.

Apa salahku hingga takdirpun tidak ingin melihatku untuk bahagia.

Aku berlari meninggalkan tempat itu dengan air mata tumpah ruah, apa yang aku harapkan?

Kenapa? Aku masih berharap jika dia akan mengejarku.

Bodoh, pikiran macam apa ini? bukankah sudah jelas-jelasnya dia tidak menginginkanku lagi lalu apa yang aku harapkan?

Saat sampai di rumah aku langsung masuk kedalam kamar berteriak dan membanting semua barang-barang yang ada.

"Za" panggil maya.

Aku duduk terkulai di lantai dengan keadaan tubuh yang lemah, merasa lelah dengan semua yang terjadi.

"May, gue selalu berharap bisa bahagia sampai ajal menjemput. Tapi kenapa hanya buat merasa bahagia saja begitu susahnya. Bukankah katanya Tuhan akan malu jika nggak ngabulin doa hambanya yang tulus? Tapi buat gabulin doa gue aja tuhan nggak bisa. Lalu percuma dong gue sholat setiap harinya, jika tuhan saja nggak perduli sama gue!"

"Istighfar Za, nggak baik berkata begitu?"

"Tapi inilah kenyataanya May, hanya satu yang gue inginkan di sisa hidup gue, hanya bisa merasakan hidup bahagia. Hanya itu aja May, apa sih susahnya tuhan untuk ngabulin keinginan gue?"

"Za"

Aku menoleh dan menatap Maya dengan begitu lekatnya adanya perasaan takut di hatiku akan menerima atau mengetahui sesuatu yang aku rasa akan lebih menyakitkan lagi. Tapi hatiku ingin tahu sesuatu agar tidak adanya lagi kebohongan. Maya yang menyadari akan tatapanku yang terlihat tidak biasanya, membuatnya bertanya.

"Ada apa za?"

"May, apa Lala saudara lo?"


*****

2021

KADO TERAKHIR (END, Masih Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang