(19)

339 27 6
                                    

Kau bagaikan bintang yang tidak dapat ku gapai,
Kau bagaikan berlian yang tidak dapat ku miliki, dan
Kau bagaikan matahari yang dapat membakar tubuhku menjadi debu, lenyap tertiup angin.
______

Quinza

Tubuhku terasa kaku kian mematung seakan tidak bisa di gerakkan lagi, apakah dia seorang pesulap? Atau sejenis penyihir? hanya dengan mengatakan sesuatu saja tubuh ini langsung bereaksi.

Pandanganku seakan mengabur di saat kemunculan sosok hitam menertawakan diriku.

Takdir seakan mempermainkan hidupku, tuhan masih saja menguji kesetiaanku, apakah ini belum cukup baginya, apakah tidak ada secercah kebahagiaan untuk ku?

Tertawa, kutertawa sekeras mungkin menertawakan malangnya nasibku.

Dia berlari, sosok hitam itu seakan mengejarku, kejarlah jika kau mampu untuk mengejarku, karna kini tinggal bayangan semu.

Ku coba berusaha terus menggapai harapan bahagia yang seakan kian berada di ujung dunia, yang mungkin sulit untuk ku raih.

Entah bagaimana dan apa yang terjadi dua buah sayap tumbuh di punggungku, membuatku bisa terbang ke atas udara, berusaha menggapai matahari yang sinarnya membakar sebelah sayapku. Hingga pada akhirnya ku tidak bisa mengimbangi keseimbangan tubuhku lagi, mengakibatkanku terjatuh kembali dengan air mata yang menetes pasrah akan kehidupan.

Tubuhku yang masih mengambang di udara sembari menunggu tubuhku terjatuh ke permukaan tanah.

Tapi sayangnya kemunculan seseorang hingga berhasil menangkap tubuh lemahku, wajahnya tidak terlihat karna terhalang kabut menghalangi penglihatanku. Aku dapat merasakan kehangatan dari tubuhnya di saat dia mendekap tubuhku dengan kedua tangan kekarnya.

Siapa dia?

Apakah aku mengenalnya?

Aku hanya ingin mengucapkan terimakasi karena dia, aku masih bisa hidup bernapas.

Dengan hati-hatinya dia melepaskanku bersamaan dengan tubuhnya yang perlahan menghilang berbaur dengan kabut hingga menghilang tertiup angin sesaat kemudian terlihatnya sebuah pintu di depanku yang ganggang pintunya ku tarik dengan keras hingga terbuka lebar cayaha yang entah datangnya dari mana kian menghalau penglihatanku lagi.

Suara yang tadinya terdengar samar-samar kini sangat jelas ku dengar, suara Mama, Ramon dan Maya memanggil namaku berulang kali.

Menghembuskan napas saat mataku terbuka lebar, ternyata aku sudah terbaring di atas ranjang rumah sakit, aku bahkan tidak ingat kapan aku masuk rumah sakit.

Kulihat wajah mereka terlihat lega saat aku sadar, ku lihat mereka semua tersenyum termasuk dokter yang berdiri di sampingku sambil membawa alat medis pendeteksi detakan jantung.

"Sayang" Mama langsung memelukku isakan tangisnya terdengar di daun telingaku, dan aku bingung harus memulai bertanya darimana.

Yang ku ingat hanya kejadian dimana aku dan ramon pergi ke Cafe menemui Elios yang saat itu ku tahu jika dia sudah memiliki kekasih.

Mengingat hal itu hatiku kembali terasa menyakitkan.

Setelah kejadian itu dokter Handoko adalah dokter spesialis kanker dimana dia yang bertugas menangani penyakitku, memintaku datang kerumah sakit menemuinya dalam satu minggu sekali serta dia memberikan ku sebuah obat yang harus ku minum setiap harinya.

KADO TERAKHIR (END, Masih Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang