Rasa Cemburu ini kian membuatku berubah,
Mendorongku untuk mencoba mendekatimu,
Biarkan aku mencoba,
Mungkin saja,
Di dalam lubuk hati terdalammu adanya secercah harapan untukku.
_______Ramon
(Tiga jam sebelumnya)
"Kenapa mereka lama sekali di dalam?" Jimi berkata setelah kami sudah berada di rumah Quinza.
"15 menit lagi acaranya akan di mulai, gue udah harus ada di sana sebelum acanya di mulai!" Sambung Maya, sambil melirik jam tangannya.
"Biar gue masuk ke dalam!" Ucapku kemudian.
Kini Aku sudah berdiri tepat di depan pintu kamar Quinza yang sedikit terbuka jadi dapat ku melihat dengan jelas keadaan di dalam kamarnya, saat ini yang ku lihat Elios sedang menyisir rambut Quinza. Melihat mereka seperti itu membuat hatiku cemburu, tidak ku pungkiri hal ini.
Dan juga dapat ku mendengar pembicaraan mereka dengan begitu jelasnya.
Hatiku terasa pilu di saat Quinza menangis sambil berkata.
"Aku akan mati" mendengar kata itu dari mulutnya, hatiku merasa tidak rela jika Quinza akan pergi begitu cepatnya.
Selama gue masih hidup, nggak akan gue biarin lo mati begitu saja!
Sembari ku berucap dalam hati setelah ku menghapus air mata yang menetes, lalu berbalik kembali keluar.
"Ramon mana Quinza dan Elios?"
Saat aku akan menjawab pertanyaan dari Jimi, tiba-tiba saja Quinza dan Elios datang dengan wajah tersenyum.
Kamipun berangkat ke party bersamaan, sesampainya di sana kami berpisah di karenakan kami memiliki kesibukan yang berbeda seperti halnya Maya yang kembali berbaur bersama dengan teman-teman osisnya untuk mengatur acara yang akan segara di mulai, Jimi duduk bersamaku di kursi yang sudah tersedia sementara Quinza dan Elios pergi mengambil minuman yang berada tidak jauh dari pandanganku, hingga aku masih dapat melihat Quinza dengan begitu jelas.
"Ramon" Suara panggilan itu membuat pandanganku menjadi buyar, langsung ku menoleh padanya dialah gadis yang bernama Gita yang menjadi pasanganku di party.
"Boleh gue duduk?"
"Tentu"
"Tadinya gue sempat terkejut, karena bisa jadi pasangan lo, gue seneng banget"
Tak lama kemudian setelah acara awal selesai Gita kembali terus berbicara tanpa ku hiraukan lagi karena kini pandanganku kembali melihat Quinza yang sedang berdansa dengan Elios.
Memperlihatkan gerakan dansa mereka yang tidak kunjung berubah menjadi bahan perhatian semua orang. Rasanya ingin sekali ku menariknya dari dekapan Elios.
"Jika lo suka kenapa nggak deketin dia?" Pertanyaan Gita membuatku tersenyum.
"Haruskah gue lakuin itu? sementara orang yang di sukainya bukan gue!" Jawabku tanpa mengalihkan pandangan.
"Jika lo nggak coba deketin, mana lo tahu hasilnya?"
"Jangan bercanda, semua orang juga tahu Quinza hanya suka Elios, bukankah tingkahnya selama ini udah cukup terbukti, jadi nggak ada kesempatan buat gue?"
"Meski gue hanya kenal Quinza dari kepopulerannya saja di sekolah, tentunya gue tahu seperti apa tingkahnya pada Elios, tingkahnya itu bahkan udah jadi bahan gosif di kelas gue. Tapi jika gue jadi lo, gue nggak akan berpikir seperti itu, karena orang yang berpikir demikian adalah orang yang bodoh dan cepat menyerah, intinya secara pribadi gue kagum sama Quinza yang nggak pernah menyerah buat hadepin apa yang di inginkannya malah dia terus mencoba berkali-kali sampai akhirnya dia bisa dapat apa yang di inginkannya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
KADO TERAKHIR (END, Masih Lengkap)
Acak[Revisi secara bertahap, adanya perubahan dalam kosa kata] ketika TAKDIR berkata lain, Maka apapun bisa terjadi.