(14)

414 31 3
                                    

Aku berusaha untuk mengendalikan diri,
Aku berusaha untuk tidak melihatmu lagi,
Meski tubuhku terasa memanas ingin sekali berlari dan memelukmu kembali.
______

Quinza

Sejak kejadian itu aku belajar untuk menjauh darinya, terus dan terus menghindar darinya.

Aku tahu dengan caraku ini pasti akan membuatnya merasa bahagia, karna tidak akan ada yang mengganggunya lagi.

Meski hatiku berkata lain ingin sekali mendekat dan memeluknya kembali dengan erat. Meski hatiku marah dan sakit tapi hatiku tetap menginginkannya.

Melihat kalender, aku tersenyum dikala mengingat pesta perayaan ulang tahun sekolah semakin dekat, tinggal beberapa hari lagi.

Yang kini Maya dan para anggota osis yang lainya juga sibuk untuk mempersiapkan segalanya. Sementara aku hanya bisa duduk manis di dalam kelas bersama Ramon menunggu Maya selesai rapat. Seperti biasanya kami bercanda ria untuk menghabiskan waktu sambil menunggu Maya. Terasa menyenangkan disaat membuka kado darinya di setiap hari, banyak kejutan yang tidak terduga darinya, dia selalu membuatku tertawa dan aku merasa nyaman bersamanya. Hari-hariku terasa teristimewa karena dia, andaikan saja semua ini ku dapatkan bukan dari Ramon, namun dari Elios mungkin rasa bahagiaku akan lebih sempurna.

Tiba-tiba senyuman Ramon memudar di saat melihatku.

"Za, lo mimisan!" Ucapannya repleks membuatku langsung menyentuh permukaan lubang hidungku dengan telunjuk jari.

"Nggak apa-apa kok gue emang sering mimisan...!" Kataku agar Ramon tidak kawatir lagi denganku.

"Lihat Za wajah lo pucat, bagaimana kalau sekarang gue antar lo pulang? nanti gue kasi tahu Maya!"

"Gue nggak apa-apa Mon!" Ucapku sembari menenangkan rasa sakit kepala yang entah kenapa tiba-tiba saja terasa teramat sakit.

Penglihatanku menjadi mengabur, bumipun seakan-akan terlihat berputar-putar di atas kepalaku.

Dengan setengah tersadar meski mataku sudah tertutup, tubuh yang terasa lemah, kedua kaki yang sudah tidak bertenaga lagi, tidak bisa lagi menompang berat tubuhku.

Bruukk....

Ku rasakan tubuhku terjatuh terkulai di lantai, dinginnya lantai menembus pori-pori kulitku seakan memberi ruang membuat ku merasa kedinginan bagaikan aku sedang berada di dalam lemari pendingin.

Ku dengar suara Ramon berteriak histeris yang tadinya terdengar sangat keras dan jelas, kini suaranya semakin mengcil dan tidak jelas seperti gelombang yang datang dan pergi sampai pada akhirnya aku tidak lagi mendengar suaranya.

Hanya yang kurasakan saat ini, rasa dingin yang tadi bergelenjar di tubuhku tergantikan dengan rasa hangat yang kian menyelimuti tubuhku.

Pertama yang kulihat di saat membuka mata adalah Maya yang duduk di sampingku.

"Za" Wajah Maya terlihat sangat menghawatirkanku.

"Gue baik-baik aja may!"

Maya menahan tubuhku yang berusaha terbangun dari ranjang.

Aku baru menyadari jika saat ini aku berada di dalam ruangan di rumah sakit, dengan selang impus yang ada di sebelah tangan kiriku terasa perih bagaikan di gigit semut karna jarum yang menembus bagian dari kulitku.

KADO TERAKHIR (END, Masih Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang