(52)

156 11 5
                                    

Meraih pena
Layaknya menggoreskan tinta
Di atas kertas putih
Menuliskan sebait kata
Dalam kolom garis kertas
Menghapusnya kembali
Untuk membenahinya
Agar hatinya kembali
Seputih kertas lagi
Tanpa ternodai.
____


Ramon


Setelah melihat jenazah tante Ayu, aku pergi ke kantor polisi untuk menemui paman Handoko. Terasa begitu tidak percayanya diriku jika paman melakukannya, aku mengetahui benar sifat paman, sebenci-bencinya dia kepada orang lain pamanku tidak akan pernah bertindak sendiri ataupun berpikir untuk membunuh, apa lagi itu adalah Tante Ayu yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan paman Handoko.

"Apa maksudmu? Pamanmu tidak bersalah, sudah jelas semua bukti tertuju kepadanya."

Dia berkata sambil meletakan poto-poto serta sobekan lembaran surat kabar yang sudah terlihat lusuh dengan warna yang sudah berbeda memudar kehitaman. Karena memang kabar berita yang di paparkan di dalam surat kabar harian itu sudah sangat lama. Sudah bertahun-tahun lamanya terlihat dari bulan dan tahun pembuatannya. Yang sebelumnya juga aku pernah melihatnya tersimpan di laci lemari ruang kerja paman. Surat kabar harian yang memberitakan tentang kecelakaan kedua orang tua angkatku yang juga adalah adik dari paman Handoko.

"Apa kamu tahu, selama ini pamanmu menaruh dendam pada keluarga Lee?" Salah satu petugas kepolisian berkata.

"Pamanku tidak membenci siapapun, aku tahu pamanku orang yang baik, pamanku tidak akan membunuh siapapun!" Tuturku.

Tapi anehnya mereka langsung tertawa mendengarnya.

"Aku pasti akan membuktikan lok pamanku tidak bersalah!"

Karena kesal kalimat itu langsung keluar dari mulutku begitu saja hingga mereka terdiam lalu menatapku dengan horor seolah-olah tidak yakin dengan apa yang aku katakan barusan.

Aku pergi meninggalkan mereka berjalan menuju sel tahanan dimana pamanku berada.

Ku tahan air mataku yang ingin keluar, di saat kedua mataku sudah terasa memanas, aku tidak ingin paman merasa kawatir akan kesedihanku ini.

Melihatku berdiri menghadapnya paman langsung menghampiriku dengan memegangi jeruji-jeruji besi sel penjara, dengan kedua tangannya yang terlihat terluka penuh tetesan darah yang sudah mengering menempel pada kulitnya yang putih.

Dalam keadaan paman yang seperti ini bagaimana bisa aku tidak menangis. Aku tahu mereka telah memukuli pamanku yang tidak bersalah.

"Ramon bukan paman pembunuhnya, kamu percaya kan sama paman?"

Aku diam tanpa menjawab ucapannya. Karena takut jika berkata nanti air mataku bisa jatuh menetes. Memilih untuk diam hanya berdiri di depannya seperti patung.

Paman terus mengatakan kata-kata yang sama, bukannya menjawab tapi malah aku memilih untuk pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.

Dengan pandangan kosong kedepan aku terus berjalan. Mencari tempat untuk menumpahkan segala perasaan sesak ini.

Tidak bisa lagi untuk membendung air mata yang penuh di kelopak mataku kini jatuh menetes.
____

Melihat Elios memeluk Quinza dalam keadaan menangis. Membuatku mengurungi niat untuk menemui Quinza. Akupun pulang ke kost.

Sesampainya di kost ku melihat Jimi bermain Handphone duduk di kursi depan kamarnya sambil senyum-senyum sendiri terlihat sangat bahagia.

"Jim."

"Ramon"

"Lagi bahagia lo, bagi-bagi dong.."

Candaku kepadanya setelah menghapus air mata, mungkin saja dengan begini rasa sedihku bisa sedikit berkurang.

KADO TERAKHIR (END, Masih Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang