(36)

199 16 13
                                    

Kalah bukan berarti Menyerah,
Mengalah bukan berarti kalah.

Tapi
Mengalah karena takdirmu bukan untuknya.
___


"May apa Lala saudara lo?"
____

Mendengar pertanyaan dari Quinza Maya terdiam dia tidak menjawab sepetah kata apapun.

"Jawab" Teriak Quinza keras, membuat Maya tersentak.

"Apa gue harus menjawabnya lagi Za?" Akhirnya Maya berucap.

Mendengar jawaban Maya, Quinza tertawa sambil berkata.

"Jadi itu benar?" Mengingat kejadian saat itu, dimana dalam keadaan mabuk dia sempat bertanya dan dengan gamblangnya Maya menjawab pertanyaan dari Quinza.

"Ya, itu benar. Saat itu gue tahu jika lo masih sadar, jadi gue jawab pertanyaan lo dengan jujur, karena memang gue nggak ingin berbohong sama lo."

"Lo sahabat gue May bahkan gue dah anggep lo sebagai saudara gue sendiri, tapi ternyata banyak hal yang nggak gue ketahui tentang lo?"

"Za"

"Keluar, gue ingin sendiri."

"Tapi"

"Keluar" Teriak Quinza.

Teriakan keras Quinza mengundang kedatangan Adinda dan kakek Lee, mereka terlihat panik melihat kondisi Quinza saat ini.

Suasana terasa mencengkramkan, perasaan kacau terselimuti, dunia kian terlihat menghitam penuh tipu daya manusia semata-mata untuk kepentingan diri sendiri.

Akankah takdir terus bermain di balik kehidupan manusia?

Begitu lelahnya sudah terasa hatinya bergejolak membuat Quinza memilih untuk menyerah.

Mayapun pergi keluar bukan karena Adinda yang memintanya, melainkan karena dia tidak ingin jika Quinza mengamuk lagi. Alangkah baiknya jika dia menjauh dulu, bila nanti suasana hatinya sudah mulai tenang. Barulah dia akan datang menemui Quinza lagi.

Quinza terus menangis dengan tubuh yang bergetar, kedua tangan memeluk kedua kakinya yang di tengkuknya ke atas dan membenamkan wajahnya di tengah-tengah kedua lututnya.

"Quinza" Suara Adinda membuatnya tertegun, dengan kondisi wajah berantakan, basah karena air mata.

Mengadahkan kepala keatas melihat Adinda yang menunduk menatap putrinya dengan lekat. Lalu Quinza berkata.

"Aku lelah ma, hatiku benar-benar sudah lelah, aku nggak ingin mencobanya lagi, percuma Ma"

"Kalau begitu jangan coba lagi sayang!"

(Pada akhirnya waktu menjawab segalanya, aku dan dia memang tidak pernah di takdirkan untuk bersama. Aku menyerah bukan karena merasa kalah, tapi takdir yang tidak menginginkan kami untuk bersama. Aku menyerah untuk harapan ini. Mungkin akan kembali bangkit untuk harapan yang baru. Mungkin saja takdirku memiliki alasan tersendiri untuk ku kembali merasa bahagia di harapan yang berikutnya).

Pandangan Quinza beralih pada kakek Lee, yang terlihat cemas akan kondisinya

"Kakek, bisakah kakek membawaku kesuatu tempat dimana mereka tidak akan bisa menemukanku lagi, aku juga tidak ingin melihat mereka?"

"Quinza"

"Saat ini aku ingin menyendiri, sendiri dan menenangkan diri"

(Inilah alasan kenapa aku lebih menyukai bunga palsu dari pada bunga asli, karena bunga palsu tidak akan pernah layu).

KADO TERAKHIR (END, Masih Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang