(33)

184 22 18
                                    

Yang sudah pergi
Tidak akan kembali lagi
Waktu yang terlewatkan
Tidak akan bisa terulang kembali
Iklaskan semua yang terjadi,

Maka
Kehidupan akan menjadi lebih baik lagi.
______


"Akankah kakek mengetahui kebahagiaan seperti apa yang di inginkan oleh ayahku?"
_____

"Quinza maafkan kakek!" Lirihnya kemudian.

Tubuh Quinza terasa melemas, membiarkan dirinya jatuh ke lantai seketika mendengar pengakuan dari kakeknya sendiri jika kematian Lee Jong'er berkaitan dengan dirinya.

Tidak perduli lagi dengan debu yang kian menempel pada pakaian dan kulit kakinya yang telanjang tanpa tertutupi oleh celananya yang hanya sebatas lutut.

Quinza menangis dengan isakan yang memilukan, bagaimana mungkin kakeknya melakukan hal sekejam itu kepada cucunya sendiri.

Bayangan di dalam mimpinya kian berputar-putar di atas kepalanya, lelaki dengan lumuran penuh darah yang ternyata adalah kakak kandungnya sendiri tidak heran jika mimpi itu bisa membuatnya menangis.

Melihat reaksi Quinza, kakek Lee menjadi kawatir.

"Maafkan kakek, kakek tidak mengetahui jika Lee jong je juga berada di dalam mobil itu. Tapi sungguh kakek tidak bermaksud untuk membunuh mereka. Ini murni sebuah kecelakaan" Ucapan kakek Lee membuat kesedihan Quinza tergantikan menjadi amarah yang tak tertahankan.

Menoleh dan menatap lekat wajah kakeknya yang terlihat penuh dengan penyesalan.

"Apa kakek pernah menangis disaat menyesal?"

"Apakah disaat itu, kakek masuk penjara?" Tanya Quinza kembali tanpa berkedip.

"Quinza"

"Ini adalah kasus pembunuhan!" Teriak quinza.

"Apakah semua orang takut pada kakek? kenapa kakak ku tidak mendapatkan keadilan? Karena uangmu bisa membeli segalanya? karenanya kebenaran tidak bisa terungkap, iya kan kakek?"

"Mereka tidak takut pada kakek, tapi kenyataannya polisi tidak memiliki bukti untuk dapat menahan kakek."

"Tapi kakek sendiri yang minta orang lain untuk membunuhnya, harusnya kakek masuk penjara!"

"Pembunuh itu pergi tanpa meninggalkan jejak, jadi polisi beranggapan jika semua itu hanya sebuah kecelakaan."

Wajahnya terlihat datar, matanya terus menatap dengan air mata yang terus saja keluar membasahi wajahnya.

Melangkah mundur beberapa langkah hingga sedikit menjauh dari kakek Lee.

(Gue nggak tahu harus berkata apa lagi, gue hanya merasa kecewa sama kakek, kakek yang gue kagumi, ternyata seorang pembunuh. Perasaan kacau ini nggak bisa buat gue berpikir jernih, sekarang yang gue butuhkan hanyalah tempat untuk bernaung agar bisa menenangkan perasaan ini. Kak Elios kakak dimana? gue butuh kakak saat ini.)

Kakek Lee hanya diam melihat kepergian Quinza yang pergi tanpa harus berkata apa-apa lagi.

Pasrah dengan keadaan yang terjadi, baginya Quinza sangatlah berarti hingga dia tidak ingin menyembunyikan apa-apa lagi darinya meski pada akhirnya Quinza akan membencinya. Tapi adanya perasaan melegakan di hatinya karena dia sudah berkata sejujurnya.

Terkait dengan kejadian itu masih dalam tanda tanya besar yang belum di mengerti olehnya, memang di akuinya jika dia membayar seseorang untuk menakuti mereka namun bukan untuk membunuh mereka. Dimana setelah kejadian itu kakek Lee tidak pernah bertemu lagi dengan orang suruhannya meski berkali-kali dia meminta seorang detektif untuk mencari keberadaanya. Tapi keberadaannya belum di temukan sampai saat ini.

Entah apa orang itu sudah meninggal atau masih hidup.

Mengingat apa yang telah terjadi sungguh itu bukanlah sesuatu yang di inginkannya.

Quinza yang kini bejongkok di sebuah makam, kuburan Lee jong'er dimana tadi kakek Lee mengirimi dia alamat tempat pemakaman Lee jong'er.

Dengan menaburkan bunga melati dan kamboja sambil menangis meletakan sepaket bunga mawar yang di belinya tadi di jalan. Di samping batu nisan Lee jong'er.

"Quinza" panggilan suara itu membuat Quinza langsung menoleh ke belakang.

"Ramon" Lirihnya pelan.

"Quinza, kenapa lo ada disini?"

Melihat Quinza dengan kondisi berantakan membuat Ramon menjadi kawatir. Dia bahkan tidak lagi mempertanyakan soal kuburan yang di kunjungi Quinza saat ini.

Quinza yang terus terdiam langsung berdiri dan memeluk Ramon, kembali menangis dengan isakan yang terdengar keras.

(Kenapa, di saat gue butuh seseorang Ramon selalu hadir tanpa di minta, dan kehadirannya selalu membuat gue merasa nyaman?)

Melepaskan pelukannya, melihat wajah Ramon yang tersenyum hangat. Quinzapun menceritakan semuanya pada Ramon.

Ramon hanya diam mendengarkan tanpa harus berpendapat. Karena ini adalah masalah keluarga mereka jadi dia pikir tidak ada haknya untuk mengikut campur urusan keluarga.

"Ramon, gimana pendapat lo?"

"Menurut gue, lebih baik lo dengerin isi hati lo, karena gue yakin lo udah punya jawaban sendiri."

"Meskipun kakek udah jujur, tapi kenapa hati gue menyangkal dan menolak kejujurannya?"

"Itu artinya lo percya bahwa kakek lo bukan pembunuhnya"

"Lalu siapa yang membunuhnya?"

"Mungkin saja itu sudah takdirnya, terkadang tuhan bingung harus bagaimana cara untuk mengakhiri hidup manusia dengan tindakan secara tiba-tiba dalam sekaligus tiga nyawa yang berkaitan dan saling berhubungan satu sama yang lainnya dalam waktu yang sama dan hari yang sama. Jika tidak adanya kecelakaan itu terjadi, tentu saja dapat di bayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya."

"Jadi apa yang terjadi ini semata-mata karena perantara takdir mereka?"

Ramon mengangguk lalu tersenyum melihat ekspresi Quinza.

"Jangan terlalu banyak perpikir, gue akan antar lo pulang dan katakan pada kakek lo bahwa lo udah memaafkannya!" Quinza tersenyum sambil mengangguk.

Ramon kembali melihat batu nisan yang berdiri tegak dengan nama yang sudah tertulis.

(Ternyata di dunia ini banyak hal yang serupa).

Setelah mengntar Quinza pulang. Ramon langsung pergi ke rumah sakit untuk menemui Dr. Handoko.

Kedatangan Ramon membuat Dr. Handoko mengerti. Langsung memberikan ramon lembaran kertas berisi tentang hasil tes laboratorium yang di mintanya beberapa hari yang lalu.

Selama ini dia berharap jika keinginanya dapat terkabulkan.

Melihat ekspresi wajah Ramon, Dr. Handoko merasa kawatir akan apa yang di pikikan Ramon saat ini membuatnya takut merasa kehilangan.

"Ramon berhentilah untuk berpikir, karena apa yang akan kamu lakukan itu semuanya akan sia-sia saja. Kecuali jika kalian mimiliki ikatan darah..!"

*****

19/02/21

KADO TERAKHIR (END, Masih Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang