(50)

150 13 8
                                    

Matahari meredup
Siang bagaikan Malam

Duania menangis
Tanpa sinar

Langit menjadi menghitam
Terlihat mendung tanpa awan

Bayangan manusia tak terlihat
Tanpa matahari

Sulit membedakan antara hitam dan putih

Matahari
Kembalilah bersinar
Agar dunia tersenyum lagi.
_____

"Dokter Handoko..." dengan bersamaan Quinza dan maya berteriak.

"Tidak bukan aku, bukan aku yang melakukannya" Kakinya melangkah mundur dengan wajah terlihat pucat dan tubuh bergetar, terus mengucapkan kata itu berulang kali.

Bruuukkk..

Tubuh Ayu terkulai di lantai sepenuhnya tanpa bernapas lagi.

Terdengarlah suara sirine mobil polisi serta banyaknya orang-orang berhamburan berlari mendekati mereka.

Ketiga polisi yang bertugas menjaga Quinza langsung menghampiri Quinza dengan wajah penuh kekawatiran, namun mereka dapat bernapas kembali dengan perasaan lega, karena Quinza tidaklah apa-apa.

Sementara polisi yang lainnya kian memborgol kedua tangan Dokter Handoko.

Terlintas sejenak keanehan dan ke ganjalan dalam benak Quinza tentang perihal ini. Karena Rasa sakit di kepalanya kembali terasa diapun tidak bisa berpikir dengan jernih. Saat sebiji kulit kacang jatuh ke lantai dari ujung baju Ayu disaat tubuhnya terangkat oleh petugas rumah sakit. Kesadarannyapun menjadi buyar dan terjatuh pingsan.
____

Quinza terbangun dalam tidurnya, mendapati diri di dalam sebuah ruangan bernuansa putih dan abu. Sebelah tangannya terimpus oleh sebotol cairan bening yang tergantung di sebelahnya. Bau obatan-obatan menyengat indra penciumannya membuatnya tersadar jika sekarang dia berada di salah satu kamar rumah sakit.

Mengedarkan pandangan keseluruh kamar tidak ada siapapun yang terlihat, kecuali dirinya seorang.

Tek..tek..tek.

Suara detakan jam dinding terdengar menyeluruh, menghiasi kesunyian malam yang sangat terasa sepi dengan menunjukan pukul 00.00 Pm.

Semilir angin terus berhembus masuk silih bergantian seakan-akan sedang mengantri untuk berjalan masuk dari celah-celah yang terbuka, menyentuh tubuh Quinza yang masih mengenakan seragam rumah skit.

Bulu-bulu halus pada lengannya langsung berdiri, hawa dingin malam ini membuat bulu kuduknya merinding.

Tiba-tiba lampu di dalam kamarnya padam begitu saja menjadi gelap gulita, mengeratkan pelukannya pada kedua kakinya yang di tengkuk ke atas.

Dengan perlahan-lahan cahaya bulan yang terpantul ke kaca jendela kamar kian menembus masuk ke dalam.

Kamar yang tadinya gelap kini menjadi sedikit terang.

Bernapas dengan lega, meski tidaklah seterang sinar lampu paling tidak dia dapat melihat, meski dengan penglihatan samar-samar tidak jelas, setidaknya kegelapan terenggut oleh cahaya bulan.

Dapat menikmati indahnya sinar rembulan dari balik kaca jendela kamarnya yang di lengkapi dengan ribuan bintang.

Indahnya langit dapat terlihat lebih jelas di malam hari saat semua lampu padam, seperti terjadi saat ini.

KADO TERAKHIR (END, Masih Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang