Bungaku
Tidak akan ku biarkan kau layu
Kau tetap yang terindah
Setiap harinya mekar dengan kelopak yang terlihat segar
Hingga kumbangpun menjadi enggan untuk menghisap madumu.Bungaku
Tidak akan ku biarkan kau mati begitu saja
Kau harus tetap tumbuh dan berkembang, hingga terlihat mekar seperti biasanya.
____Elios
"La, apa yang lo lakuin?" Aku benar-benar panik melihat Quinza yang sudah tidak sadarkan diri, tergeletak di lantai, langsung ku angkat tubuhnya lalu menidurkannya di atas ranjang tempat tidurku.
"Dia hanya pingsan, nanti juga sadarkan diri" Ucapnya acuh.
Tiba-tiba saja Ramon datang mendorongku hingga aku menjauh dari Quinza, wajahnya terlihat sangat marah, jika bisa di gambarkan dia seperti singa yang ingin menerkam ku hidup-hidup.
Tanpa berkata apa-apa Ramon langsung mengangkat tubuh Quinza.
"Lo mau bawa Quinza kemana?"
Dia tidak menjawabku malah memintaku untuk mengantarnya ke rumah sakit, tentu saja aku dan Lala ikut pergi bersamanya.
Terasa benar-benar aneh dengan perhatiannya terhadap Quinza, Quinza hanya pingsan namun kenapa dia begitu sangat paniknya, melebihi rasa panik ku.
Sesampainya di rumah sakit, perawat langsung memintanya untuk menidurkan Quinza di kamar ICU.
Ramon terlihat tergesa-gesa memanggil dokter Handoko, pamannya sendiri.
Ku melihat pergerakan paman Handoko dan perawat yang lainya sangat aneh terlihat begitu panik dan cemas saat menangani Quinza.
Seperti apa yang di katakan Lala tadi Quinza hanya pingsan tapi kenapa reaski mereka terlihat berbeda sangat berlebihan, dapat ku baca dari pergerakan dan ekspresi wajah mereka jika Quinza tidak baik-baik saja.
Anehnya lagi, mengapa Ramon tidak memanggil dokter umum namun dia malah memanggil dokter spesialis kanker, sebenarnya apa yang telah terjadi? Sesuatu yang tidak ku ketahui tentang Quinza.
Ku melihat Maya beserta orang tua Quinza, tante Adinda datang bersamaan, Maya menatapku lalu pandangannya beralih pada Lala, wajahnya terlihat tidak suka akan kehadiran Lala di sini.
Tidak sengaja ku mendengar pembicaraan paman Handoko dengan tante Adinda yang menanyakan soal obat yang sempat tidak di minum oleh Quinza.
Aku berjalan mendekati Maya yang duduk bersebelahan dengan Ramon, bertujuan ingin bertanya dan ingin mengetahui sebenarnya apa yang terjadi pada Quinza.
Namun sayangnya Maya tidak menjawab pertanyaanku malah dia memalingkan wajahnya ketempat yang lain.
Inginku bertanya kepada Ramon tapi sepertinya dia mengetahui isi pikiranku hingga dia mendahuluiku pergi dari tempat ini sebelum aku bertanya.
Sebenarnya aku sudah memiliki pemikiran sendiri di lihat dari reaksi mereka, namun aku ingin ada yang memberitahukanku berharap jika apa yang ku duga tidaklah benar.
Setelah pamam Handoko pergi, aku mendekati tante Adinda yang masih berdiri melihat Quinza yang tertidur. Seperti apa yang dikatakan paman Handoko jika Quinza hanya butuh istirahat dan tidak boleh telat untuk minum obatnya.
"Tante"
Panggilku, kian menoleh melihatku, tatapannya yang tidak bisa ku jelaskan dengan kata-kata, namun aku mengerti, siratan bola matanya sudah menjelaskan semuanya jika adanya kesedihan mendalam.
Tante Adinda berjalan melewatiku tanpa berkata apa-apa.
"Tate" panggilku kembali, tanpa menoleh dia berkata.
KAMU SEDANG MEMBACA
KADO TERAKHIR (END, Masih Lengkap)
De Todo[Revisi secara bertahap, adanya perubahan dalam kosa kata] ketika TAKDIR berkata lain, Maka apapun bisa terjadi.