🍃 Thirty Two

1K 130 52
                                    

🌸
___________________________

🍁


Thirty Two


🍁
________________________


Jihan memarkir mobilnya di halaman. Dia terdiam tak kunjung turun. Pikirannya kembali melayang ke kejadian dua jam yang lalu saat Minho menciumnya di depan umum.

Jihan bahkan belum mengatakan apapun. Apa mungkin Minho mengetahui rencananya?

Berbagai pertanyaan tanpa jawaban kembali bersarang di kepala Jihan.

Kenapa Minho tiba-tiba menciumku? Di depan umum pula?!

Jihan kembali merogoh benda dengan dua garis merah dari dalam tasnya. Menatapnya lama dengan perasaan bimbang.

Ia harus melakukannya. Ia harus mencari waktu yang tepat memanfaatkan barang ini. Namun lagi-lagi senyum Minho juga bayangan Haekal yang tengah bersama Jeana kembali memenuhi pikiran.

Astaga! Jihan pusing sendiri memikirkannya. Nafas berat kembali ia hela. Beban yang ia pikul terasa semakin berat.

Andai Haekal tidak mengkhianatinya lebih dulu, Jihan takkan pernah menerima kehadiran Minho apapun alasannya.

Tok tok tok!

Ketukan di pintu mobil membuyarkan lamunan Jihan. Ia menoleh dan mendapati Yeji berdiri tepat di samping mobilnya. Jihan segera menurunkan kaca mobil.

"Kenapa, Dek?" tanyanya.

"Loh? Kakak yang kenapa, udah nyampe dari tadi kok gak turun-turun? Aku kira kakak ketiduran di mobil," jawab Yeji membuat Jihan terkekeh canggung.

"Ah, itu, tadi kakak nyari dulu lipstik tadi jatuh ke kolong kursi. Nih sekarang udah ketemu." Ia membuka pintu lalu turun.

"Ngapain di luar, Dek?"

"Nyari udara segar, di dalam sumpek. Otakku makin mumet gara-gara mikirin tugas numpuk."

Jihan mengusak surai adik iparnya gemas. Ia tahu bagaimana rasanya menjadi seorang mahasiswa yang hampir setiap hari mendapat setumpuk tugas yang mampu membuat otaknya panas.

"Namanya calon orang sukses ya kaya gitu, Dek."

"Aku pengen nikah aja rasanya, Kak." Mata Jihan membulat. "Tapi gak mau punya mama mertua kaya mama," lanjut Yeji disertai kekehan di akhir kalimat membuat Jihan ikut tertawa.

"Makanya belajar dulu aja, nanti juga kalau udah jodohnya pasti ketemu."

Yeji mengangguk lalu kembali mendudukan tubuh di kursi teras.

"Mau nyari udara segar gak?" tanya Jihan, ikut mendudukan tubuh di samping Yeji.

"Nyari udara segar ke mana?"

"Ke tempat ibu kakak. Di sana gak terlalu sumpek. Ada taman gak jauh dari rumah, kalau malam sepi enak buat nenangin pikiran."

Mata Yeji berbinar. Selama ini ia hanya pernah datang ke sana dua kali, itupun siang hari.

Yeji selalu ingin ke sana, namun Naya selalu melarang dengan alasan sekolah. Dan sekarang Yeji sudah tak lagi berangkat sekolah pagi. Semester ini jadwal kuliahnya dari siang menjelang malam.

Tentu saja ia takkan menolak tawaran Jihan.

"Mau dong ke sana!" Yeji berseru antusias membuat Jihan ikut tertawa kecil.

"Ayo ke sana kalau kamu libur."

"Hari sabtu aja gimana, Kak?"

Jihan berpikir sejenak. "Kamu izin dulu ke mama, kakak izin dulu ke Mas Ekal, ya?"

I LOVE YOU, TANTE  [Minsung Lokal]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang