🌸
___________________________🍁
•
•
❇Ten❇
•
•
🍁
________________________
Pagi menyingsing, tak banyak berubah dari hari-hari sebelumnya."Mas, nanti aku anterin makan siang ke kantor ya?" Tangan mungil itu beralih merapikan kerah kemeja sang suami lalu memasangkan dasi dengan apik di antara lipatannya.
"Gak usah. Aku bisa makan siang di kantor atau di luar. Kamu istirahat aja di rumah."
Jihan tersenyum tipis.
Makan siang di luar ya? Dengan wanita lain maksudnya?
"Aku 'kan pengen masakin buat suamiku, Mas."
"Kamu bisa masakin buat makan malam. Aku bakal makan di rumah." Lagi-lagi Haekal menolaknya. Memaksapun percuma. Pada akhirnya tetap penolakan yang akan Jihan terima.
•
•
•
•Haekal melarang Jihan ke kantornya namun tetap mengizinkan ia jalan-jalan ke mall.
Aneh bukan?
Jika alasannya untuk menyuruh Jihan istirahat agar tidak kecapean tentu ia pasti melarang Jihan pergi meski Jihan merengek sekalipun. Tapi tidak, Haekal malah mengijinkannya dengan alasan yang sama seperti ucapan Lia saat itu ; Jihan butuh refreshing.
Jihan tak ingin berprasangka buruk ke pada sang suami. Ia tak ingin berpikir bahwa Haekal mungkin bermain di belakangnya. Tapi---
"Argh!" Jihan mengerang kesal lalu membanting ponsel ke atas kasur.
Pikiran buruk mulai terus menghantui. Tak peduli seberapa besarpun upaya Jihan mengenyahkannya, bayangan itu terus saja berputar di kepalanya.
Bagaimana lembutnya tatapan Haekal pada gadis lain. Bagaimana sang suami bisa tertawa lepas dengan gadis lain.
Jihan benci itu.
Benci ketika ia harus terus menuruti ucapan dingin sang suami yang malah membuat mereka semakin terasa jauh.
Deru mobil terdengar, tandanya sang ibu mertua juga sudah pergi meninggalkan rumah.
Jihan beranjak, berjalan menuju dapur untuk segera memasakan sesuatu. Ia sudah bertekad akan memasakan sesuatu untuk Haekal dan mengunjunginya ke kantor.
Terserah saja, mau suaminya nanti marah atau tidak. Jihan tak akan mempedulikannya.
•
•
•
•"Kamu ngapain di sini?" Pertanyaan tajam itu kembali terlontar dari mulut Haekal. Jihan yang sedang membawa bekal di tangannya sedikit menunduk tak ingin sang suami semakin marah melihat kedatangannya.
"Aku 'kan udah bilang, aku mau makan siang diluar. Ada meeting penting sama clien," kata Haekal lagi.
"Aku kira kamu bakal sibuk, Mas. Aku takut kamu lupa makan," sahut Jihan pelan.
"Aku pasti makan kalau aku laper. Aku bukan anak kecil yang harus disuapi, disuruh-suruh makan karena lupa waktu."
Jihan terdiam. Tak berani menjawab. Saat ini bukan ketakutan yang menyelimutinya, melainkan sebuah kekecewaan dan rasa bingung.
Ia kecewa karena telah berburuk sangka pada sang suami, yang ternyata memang ada jadwal penting diluar. Namun kebingungan juga tak luput dari kepalanya.
Kenapa Haekal harus semarah ini hanya karena Jihan yang mendatanginya ke kantor.
Apa lelaki itu malu punya istri seperti Jihan? Tapi 'kan semua orang kantor juga tahu kalau Jihan ini istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU, TANTE [Minsung Lokal]
Teen Fiction---- BIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA GAES ----- KALIAN KALAU NGASIH VOTE BERURUTAN DONG JANGAN LONCAT-LONCATAN! VOTE ITU BERARTI BUAT PENULIS! Pernahkah kalian dikejar-kejar berondong? Atau dikejar-kejar 'bocah' yang usianya 6 tahun lebih muda dari...