🌸
___________________________🍁
•
•
❇Thirty Three❇
•
•
🍁
________________________
Jam sudah menunjukan pukul 10 pagi namun Minho enggan keluar dari kamar. Ia melewatkan kelas paginya dan berniat bolos dari kantor-- lagi.Ini hari ketiganya bergalau ria di dalam kamar, omong-omong.
Kepalanya pusing bukan main. Rasanya setengah nyawanya benar-benar pergi bersama Jihan.
Minho tak main-main saat mengatakan bahwa ia tak bisa hidup tanpa Jihan. Ia benar-benar sekarat merindukan tupai manis itu. Rasanya ingin mati saja.
Minho kembali memejamkan mata sebelum suara bel apartmentnya berbunyi. Mendesis sebal, Minho mengumpulkan tenaga untuk bangkit dan melihat siapa yang datang bertamu pagi-pagi begini.
Pintu terbuka. Minho menatap malas seseorang yang kini berdiri di hadapannya.
"Ngapain ke sini sih, Tan?"
Jeni menghela nafas sabar lalu menyerahkan setumpuk berkas pada Minho.
"Kerjaan di kantor numpuk. Mau bolos sampai kapan?"
"Aku lagi gak enak badan."
Jeni segera menempelkan punggung tangannya di dahi Minho, memeriksa kalau-kalau anak bosnya ini demam. Namun suhu tubuh Minho terbilang normal meski wajahnya sedikit pucat.
"Kamu sakit apa sih?"
"Sakit hati."
Jeni merotasikan bola mata malas dengan jawaban Minho yang menurutnya asal-asalan.
"Udah makan?" Minho menggeleng membuat Jeni lagi-lagi menghela nafas sabar. Ia mendorong tubuh Minho masuk bersama dirinya yang ikut masuk ke dalam apartment mewah itu.
"Sana mandi, aku pesenin makanan buat kamu habis itu kita ke kantor," titah Jeni mutlak.
"Tan---"
"Ada rapat sama client jam 2 nanti dan ada banyak berkas yang harus kamu periksa. Mandi sekarang atau aku laporin ke pak Chandra!"
Minho mendelik sebal. "Laporin aja sana!"
Jeni yang baru mendudukan pantatnya di sofa segera menoleh. "Jangan bikin perusahaan bangkrut gara-gara kamu ya, Minho."
"Aku tuh lagi galau, Tan!"
"Emang acara galau kamu gak cukup tiga hari ini apa?" Jeni menatap Minho tajam. Nada bicaranya meninggi. Masa bodoh dengan setatusnya yang hanya seorang asisten merangkap sekretaris di sini, yang penting bocah dewasa di hadapannya ini tidak membuat perusahaan bangkrut. Jeni belum ingin kehilangan pekerjaannya.
"Aku tahu kamu lagi galau. Tapi kamu juga harus profesional. Ingat Minho! Sekarang ini kamu adalah pimpinan perusahaan. Masa depan perusahaan ada di kamu. Kamu gak niat bikin orang tua kamu kecewa 'kan?" Minho terdiam. Tertampar oleh ucapan Jeni.
"Lihat papa sama mommy kamu. Apa kamu pernah lihat mereka berlarut-larut meninggalkan pekerjaan mereka karena masalah pribadi? Enggak 'kan?" Jeni mencoba mengerti keadaan Minho yang saat ini terlihat tak baik-baik saja. Tapi anak itu tak bisa terus-terusan larut dalam masalahnya.
"Bangkit. Kamu bisa mengatasi masalahmu dengan bijak. Kamu sudah dewasa, Minho."
Minho terdiam. Mencerna semua ucapan Jeni lalu menunduk lesu.
Iya, dirinya memang terlalu kekanakan. Ia belum bisa bersikap dewasa. Pantas saja Jihan meninggalkannya.
Jihan ...
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU, TANTE [Minsung Lokal]
Teen Fiction---- BIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA GAES ----- KALIAN KALAU NGASIH VOTE BERURUTAN DONG JANGAN LONCAT-LONCATAN! VOTE ITU BERARTI BUAT PENULIS! Pernahkah kalian dikejar-kejar berondong? Atau dikejar-kejar 'bocah' yang usianya 6 tahun lebih muda dari...