🍃 Twenty

1.2K 146 63
                                    

🌸
___________________________

🍁


Twenty


🍁
________________________


Hari minggu ini Jihan masih rebahan di kamar. Suaminya sedang ke luar kota, ranjang king size ini terasa luas tanpa kehadiran sang suami.

Jihan mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang.

"Hallo?" Suara berat Haekal terdengar. Jihan tersenyum.

"Mas lagi apa?" tanya Jihan.

"Aku lagi nyiapin berkas buat meeting sama client nanti siang."

Hening.

Jihan masih diam, menunggu sang suami bicara lagi. Setidaknya menanyakan kabar atau memberitahu jam berapa ia sampai di sana atau sekedar bertanya, 'Ji, lagi apa?' sungguh, pertanyaan sederhana seperti itu bisa membuat Jihan bahagia luar biasa.

Tapi, Haekal tak juga bersuara.

Apa suaminya sesibuk itu, atau memang tak mengkhawatirkannya? Padahal Jihan sangat khawatir menunggu kabar darinya.

Dua hari berlalu sejak keberangkatannya, dan Haekal tak sekalipun mengabarinya. Wajar bukan jika Jihan khawatir.

Tapi sepertinya rasa khawatir Jihan hanyalah angin lalu bagi Haekal. Lelaki itu tak membutuhkannya lagi.

"Mas sibuk banget ya?"

"Hm? Lumayan."

"Aku cuman mau ijin, aku mau jalan ke luar. Bosen di rumah terus."

Diam sejenak, tak ada sahutan dari sana.

"Sama siapa?"

"Sendiri."

"Pergi sama Yeji."

"Yeji harus belajar, Mas. Dia besok ujian."

Ujian? Ah mengingatnya, tiba-tiba Jihan teringat si bocah tengil lagi.

"Boleh 'kan, Mas?" tanya Jihan lagi. Ia ingin segera menutup panggilan ini dan menghubungi orang lain.

"Oke. Hati-hati."

"Iya. Makasih, Mas. Ya udah, kalau gitu aku tutup ya."

"Hm."

"Jangan lupa makan, Mas."

"Iya."

"I love you."

Piip.

Panggilan terputus.

Jihan yang mematikannya. Ia tak ingin mendengar suara berat Haekal yang terdengar berucap cinta di saat sikap laki-laki itu sangat menunjukan ketidaksukaannya akan kehadiran Jihan.

Jihan mencari salah satu kontak di ponselnya. Namun, setelah menemukan apa yang ia cari, Jihan tidak serta merta menghubunginya.

Jujur saja, Jihan ragu. Ia takut mengganggu bocah itu. Setiap kali bosan, sedih bahkan kesal, Jihan selalu datang padanya. Jihan bahkan merasa kalau ia sudah mulai bergantung pada anak itu.

"Telpon jangan ya?" gumamnya bingung.

Jihan ingin menghubunginya tapi ia ragu. Besok itu Minho ujian akhir di sekolah, pasti bocah itu sedang belajar. Kalau Jihan malah mengajaknya ke luar lalu Minho tidak lulus dan mendapat nilai jelek 'kan tidak lucu.

"Telpon dulu aja deh, cuman ngajak makan siang doang juga."

Pada akhirnya Jihan tetap menghubungi nomor Minho.

I LOVE YOU, TANTE  [Minsung Lokal]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang