🍃 Thirteen

1.2K 153 53
                                    

🌸
___________________________

🍁


Thirteen


🍁
________________________

Minho memasuki ruangan dengan nuansa serba putih khas rumah sakit lalu matanya menemukan sosok itu tengah terbaring di ranjangnya dengan jari yang sibuk bermain ponsel.

Menghela nafas lega, Minho berjalan menghampirinya. Semakin dekat, hadirnya mulai mengganggu fokus si pasien yang katanya sedang istirahat itu.

"Tante!"

"Eh, Minho." Elin segera menyimpan ponselnya ke samping kasur lalu tersenyum manis pada bocah lelaki yang masih memakai seragam SMA itu.

"Tante gak papa?" Minho mengamati keadaan Elin dari kepala hingga kakinya. Pelipis yang dibalut kasa, tangan kiri yang diperban juga kaki kanan yang digips.

Kasihan sekali keadaannya.

"Keluarga tante belum pada datang?" tanya Minho. Pasalnya dari tadi ruangan ini sepi sekali.

"Aku sengaja gak ngasih tahu keluarga." Elin bangun menyandarkan punggung ke kepala ranjang dengan dibantu Minho yang menumpuk bantal untuk menyangga punggungnya.

"Kenapa? Mereka pasti khawatir tahu, Tan!" Minho tahu rasanya mengkhawatirkan seseorang yang bahkan tak pernah memberitahunya ketika terluka. Minho tahu rasanya khawatir saat mendengar berita buruk dari orang lain.

"Justru karena takut mereka khawatir makanya gak saya kasih tahu--- lagian juga ini mah cuman keserempet motor doang. Kaki yang terkilir juga udah diurut barusan. Jadi bakal cepet sembuh. Tenang aja." Tak lupa seutas senyum tercetak di bibir mungilnya.

"Berarti aku doang nih yang dikasih tahu?"

"Iya, kamu doang--- sama pacar aku."

Segera saja sebuah decakan terdengar. Membuat Elin merotasikan bola mata jengah. Antara sebal dan gemas karena kadang Minho benar-benar terlihat layaknya seorang adik lelaki yang sangat posesif.

Elin jadi berpikir. Bagaimana kalau seandainya Minho bertemu dengan sang pacar? Apa mereka akan akur atau justru adu mulut mulu seperti dirinya dan Ekal? Mengingat Minho itu sangat posesif dan selalu sewot kalau sudah membicarakan tentang pacarnya itu.

"Terus sekarang mana pacarnya?" Minho celingak-celinguk mencari keberadaan orang tersebut.

Mungkin saja pacar tantenya ini sembunyi di kolong ranjang atau di toilet, di belakang sofa atau mungkin di dalam lemari kecil itu.

Tapi tak ada.

"Dia masih rapat. Paling satu jam lagi baru datang."

"Cih!" Lagi-lagi bocah itu mencibirnya. "Lagi rapat atau lagi sama cewek lain, Tan?" pancing Minho.

"Jangan suudzon mulu sama pacar aku kenapa sih, Ho!"

"Tan, dari pada pacaran yang gak jelas ujungnya dinikahin apa enggak, mending tante jadi mamaku aja," celetuk Minho sambil mengupas buah apel yang tertata rapi di keranjang buah.

Dan asal kalian tahu saja apel itu bukan buah tangan dari Minho.

"Ngejelek-jelekin orangnya, tapi makanannya tetep dimakan," cibir Elin. Minho yang sedang mengunyah apelnya menoleh tak mengerti.

"Buah-buahan itu dari pacar aku tahu, Ho!"

"Loh? Bukannya pacar tante masih rapat?"

"Emang, dia nyuruh supir kantornya buat nganterin buah ke sini. Manis 'kan pacar aku?"

I LOVE YOU, TANTE  [Minsung Lokal]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang