Part Empat

26.7K 2.8K 142
                                    

Ketakutan terbesar Rendi adalah Ayah nya setelah Tuhan. Bukan tanpa alasan Rendi akan selalu ketakutan saat bertemu Ayah nya, pasti ada alasannya. Dan Rendi membenci itu.

Hidupnya sudah tenang saat Ayah nya tak pernah telihat oleh mata nya sejak tiga tahun yang lalu, namun mengapa sekarang Ayah nya kembali, dengan aura yang sama, yang selalu membuat tubuh Rendi bergetar, dan tatapan kebencian yang terpancar jelas dimatanya.

Rendi rindu Ayah nya jika boleh jujur, namun Rendi tak akan kuat bila berhadapan dengan pria itu terlalu lama.

"Baru pulang hem?"

Suara bariton yang sudah tiga tahun tak pernah Rendi dengar, ternyata tak berubah tetap dingin dan datar.

Rendi mendongak menatap Ayah nya yang berdiri dari sofa ruang tamu, berjalan kearahnya dengan tatapan dingin. Tubuh Rendi mulai berjalan mundur, entah mengapa tubuhnya akan reflek mundur saat mendapatkan sinyal bahaya dari Ayah nya.

"Bagus, main sampai jam segini, tidak usah pulang sekalian, nenek mu malah bersyukur tidak perlu susah-susah merawat mu lagi!" Ujar Radi, Ayah Rendi dengan suara rendah namun penuh penekanan.

Rendi memilih diam sambil menunduk. Dia tau Ayah nya tak akan pernah berubah, Ayah nya tetap sama seperti dulu. Apa tadi, nenek nya merawat Rendi? kapan, bahkan nenek nya itu sibuk dengan teman arisannya.

"Apa saja yang kau lakukan diluar hah?" tanya Radi.

Rendi diam, dia bingung harus menjawab apa, karna Ayah nya tak akan pernah percaya dengan ucapannya.

"Anak gak tau diri ini sering berulah Di, Mama sampai pusing memikirkan ulahnya"

Rendi menoleh kearah sofa, ah ternyata bukan hanya mereka saja yang ada diruangan itu, nenek nya juga ada disana, duduk manis sambil menyesap teh nya.

Pusing memikirkan Rendi?, kapan nenek nya itu jadi peduli pada nya, nenek nya itu hanya sibuk memikirkan barang-barang yang dipamerkan teman satu arisannya. Dan kalau pun Rendi berulah, ia tak pernah menyusahkan nenek nya itu.

"Wah hebat, sudah banyak ya ulah kamu, apa saja yang kamu lakukan hah?" Rendi tetap diam.

"Kalau ditanya itu dijawab!"

Plak

Rendi memegang pipi kanannya yang baru saja mendapatkan salam pertemuan dari Ayah nya, ini yang Rendi takutkan Ayah nya itu tak segan-segan bermain tangan dengannya.

Rendi mendongak menatap mata Ayah nya, lihat tatapannya tak pernah berubah, ia tersenyum getir melihatnya.

"Memang nya kalau aku jawab Ayah bakal percaya?" tanya nya, Ayahnya itu hanya diam.

"Enggak kan?" lanjut Rendi dengan senyuman.

Entah apa yang salah dari kata-kata nya, namun Rendi dapat melihat jelas api yang berkobar semakin besar dimata Ayah nya.

"Tiga tahun tidak bertemu kelakuanmu semakin menjadi, apa kamu tidak pernah belajar cara yang benar berbicara dengan orang yang lebih tua!" cecar Ayah nya itu.

Rendi hanya diam, see? dia selalu salah dimata Ayah nya. Apapun yang dilakukan Rendi salah, bahkan Rendi tak bisa membela dirinya sendiri walaupun disalahkan.

"Pantas saja Ibu mu itu tidak mau merawatmu, ternyata memang tidak salah dia membuang sampah sepertimu, dan saya menyesal telah memungut sampah seperti mu"

Hati Rendi mencelos mendengar penuturan Ayah nya, memang benar ibu nya bahkan tak mau mengurusnya, dan sekarang wanita itu sudah bahagia dengan keluarga barunya.

Meninggalkan sampah seperti nya.

"Dasar wanita itu, menyusah kan saja!, seharus nya kamu bersyukur karna saya mau merawatmu!"

Rendika [Tersedia Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang