Part TigaDua

20.6K 2.3K 170
                                    

Suasana Mansion bungsu Lacosta Senin ini cukup ramai. Sedangkan sumber kekacauan baru saja keluar dari kamarnya. Dom dan anggota Redmoon yang melihat penampilan Rendi langsung dapat menilai.

Baru saja sehari sang nyonya meninggalkan Mansion, sudah banyak perubahan yang terjadi. Dimulai dari Daniel yang membangunkan Rendi paksa karna kesiangan, dan sekarang, penampilan Rendi tidak bisa di bilang seperti ingin pergi ke sekolah. Justru terlihat sepeti anak ilang yang nyasar kesekolah.

"Dom, tolong bantu kami, ambilkan sepatu Rendi" ujar Daniel.

"Tessi, dimana sarapan nya?" Tanya Daniel lagi.

Dom dan Tessi segera melakukan perintah sang tuan. Tanpa di minta Tessi langsung menyuapi sang tuan muda, begitu juga dengan Dom yang langsung memakaikan sepatu seberta kaus kaki nya. Sedangkan Daniel, pria itu tengah mencangking tas Rendi di bahu kanan nya, sedangkan tangan nya sedang merapihkan seragam sang anak.

Rendi? Pemuda itu justru mengikatkan dasi di kepala nya ala pendekar Wiro sableng. Sesekali membuka mulut kala Tessi memasukan potongan sendwich ke mulutnya.

"Ini apa? Lepas, jangan seperti berandal, Rendi!" Daniel menarik dasi yang sudah diikat Rendi dengan susah payah membuat anak itu mendengus.

Rendi kembali merebut dasi di tangan sang Daddy. Kemudian memasang nya lagi,"aku kan emang badboy" ujarnya.

"Tidak ingat perkataan Mommy mu? Menurut lah dengan Daddy!" Daniel kembali menarik dasi nya namun Rendi kembali merebutnya.

"Justru itu, mumpung nggak ada Mom" ujarnya.

Daniel menghembuskan nafas kasar. Pria itu terlihat frustasi. Menatap penampilan nya sendiri pun bahkan terlihat berbeda. Daniel yang biasa nya keluar kamar dengan baju rapih, kini lupa memakai jas nya, bahkan kemeja nya pun belum di kancing di bagian atas.

Beberapa anggota Redmoon yang melihat Daniel pun hanya bisa menggelengkan kepala. Daniel terlihat masih kaku dalam mengurus anak, di tambah anak nya susah di atur seperti Rendi.

"Dad, udah jam setengah delapan!" Rendi sok berteriak, padahal biasanya ia berangkat jam sembilan.

Daniel melihat jam, kemudian menarik lengan sang anak nya tergesa. Bagaimana pun juga ia harus profesional dalam mengasuh anak. Bukan kah ini keinginannya sedari dulu?

"Tuan, sepatu nya!!" Teriak Dom kemudian ikut berlari menyusul sang tuan diikuti Tessi.

Daniel menoleh menatap kedua kakinya, lengkap terpasang sepatu. Kemudian beralih ke kaki sang anak, menghela nafas kemudian berbalik. Sepatu anak nya baru terpasang satu.

"Kwita udwah twelat!" Omel Rendi dengan mulut yang masih mengunyah sendwich.

"Duduk dulu, kamu bisa tersedak!" Ujar Daniel membuat Rendi melipat kaki nya diatas lantai.

"Kamu ngapain?"tanya Daniel.

"Kata Daddy suruh duduk, gimana sih!"ujarnya kesal.

Daniel menghela nafas panjang, berbicara dengan Rendi membutuhkan banyak kesabaran. Pria tampan itu menarik lengan sang anak untuk duduk di kursi yang baru saja di geret Paul mendekat.

"Minum susu anda dulu, tuan muda" ujar Tessi sembari memberikan segelas susu kepada Rendi.

"Buat Lo ajalah, gua dah minum tadi. Udah nggak papa, ikhlas aku tuh" ujar Rendi.

"Minum atau tidak usah berangkat sekolah!" Ancam Daniel yang membuat Rendi memutar bola mata nya malas, dengan terpaksa pemuda itu meminum susu dari Tessi.

"Tidak usah buru-buru, Daddy akan menelpon pemilik sekolah mu, kalau kamu akan datang telat. Pasti di izin kan, jadi minum dengan tenang kamu bisa tersedak nanti" ujar Daniel.

Rendi mendelik,"kenapa nggak dari tadi Subroto!!" Ujarnya kesal.

_____

Hari ini cukup melelahkan untuk Daniel. Malam membujuk putra nya yang tengah merajuk bukan lah hal yang mudah, bangun pagi tapi tetap telat padahal ia sudah meminta Dom membangunkan nya pagi sekali. Namun seperti nya ia terlalu kelelahan semalam, sebab itu ia tidak mendengar teriakan Dom.

Padahal Daniel sudah melakukan aktivitas nya secepat kilat, namun tetap saja telat. Ini semua karna membangunkan Rendi yang membutuhkan waktu lama, juga berdebat karna Rendi yang susah di atur dalam berpakaian.

Drttt drtt

Daniel menaruh pena nya di atas meja, kemudian meraih ponsel nya yang tergeletak di meja samping nya. Raut wajah pria itu langsung berubah setelah mengangkat telepon nya.

"Baiklah saya akan segera kesana. Jangan biarkan anak saya di hakimi sepihak" balas Daniel pada seberang.

Entah sudah berapa kali Daniel menghela nafas hari ini, yang pasti semua nya untuk meningkatkan kesabaran nya karna tingkah sang anak. Meskipun begitu, Daniel juga bahagia, ia bisa merasakan susah nya mendidik anak yang nakal.

"Anak nakal ini, berbuat apa lagi dia..."gumam Daniel kemudian bangkit dari kursi kebesaran nya.

Pria itu sempat memanggil Dom yang berada di ruangan samping nya, ruang sekertaris. Kemudian berlalu dari gedung perusahaan menuju sekolah sang anak. Daniel tidak masalah sering datang ke sekolah karna kenakalan sang anak, asalkan, anak nya tidak terlibat perkelahian yang menyebabkan putranya terluka.

Daniel tidak keberatan jika sang putra melukai orang lain, yang terpenting, jangan sampai ada luka di tubuh anak nya itu. Daniel tidak akan terima jika anak nya terluka.

"Dom, apa yang kamu lakukan jika memiliki anak nakal seperti Rendi?" Tanya Daniel kepada Dom yang duduk di samping nya.

"Mungkin, saya akan merasa sangat bahagia. Kenakalan bukan hanya cerminan dari perilaku yang buruk. Jika kita melihat nya dari sudut pandang lain, kenakalan bisa di artikan pada ke aktifkan yang berlebihan, atau mungkin sebuah peralihan?" Jawab Dom.

Daniel mengangguk, benar. Walaupun terkadang anak nya itu membuat orang darah tinggi, tetapi anak nya masih memiliki hati dan perasaan yang baik. Bukti nya saja, walaupun sudah di sakiti berulang kali oleh keluarga kandung nya, Rendi tetap diam tidak membalas.

"Dimana Sean dan Lean?"tanya Daniel.

"Mereka berdua bertugas memantau tuan muda dari lingkungan sekolah" jawab Dom.

Daniel kembali mengangguk. Keadaan menjadi hening hingga mobil yang dinaiki bungsu Lacosta itu berhenti di parkiran sekolah. Daniel turun diikuti Dom dan Paul.

Ketiga pria berbadan tegap itu berjalan angkuh menyusuri koridor sekolah yang cukup ramai. Tak ayal, banyak pasang mata yang mengarah kearah mereka. Hingga langkah tegap itu berhenti di depan ruangan kepala sekolah.

"Silahkan masuk, Tuan" ujar sang kepala sekolah begitu menyadari kehadiran anggota keluarga Lacosta.

Daniel masuk, netra nya langsung meliar mencari keberadaan Sang anak. Di sana ada seorang siswa yang seperti korban dari Rendi terlihat dari luka-luka di wajah nya, kemudian orang tua nya anak itu, juga kedua sahabat rendi dan beberapa guru BK serta kepala sekolah.

"Dimana anak saya?" Tanya Daniel dingin, membuat orang-orang yang ada disana menelan Saliva nya takut.

"R-rendi, kemarilah, wali mu sudah datang" panggil sang kepala sekolah.

Semua orang langsung menatap ke arah pintu ruangan lain, saat mendengar suara langkah kaki. Netra Daniel menajam, menatap sang anak intens. Rahang pria itu mengeras saat melihat luka-luka di wajah anak nya.

"Kemari, katakan siapa yang membuat luka di tubuh mu, Rendi?"












_____

Kasian Daddy Daniel harus ngurus anak bebal sendirian. Seminggu aja, dijamin.

Daddy bisa lewat karna serangan jantung.

Aku update secepat nya.

Sorry for typo, soal nya aku nggak pake meriksa lagi. Selesai langsung publish.

Ada yang mau ngasih kata-kata penyemangat buat Daddy?

Rendika [Tersedia Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang