Part TigaDelapan

21.5K 2.2K 137
                                    

Malam ini terasa hening, jam sudah menunjukan pukul sebelas malam. Daniel yang sedang berkutat dengan tablet di tangan nya itu sesekali melirik ke arah sang putra yang terlihat tidur dengan gelisah. Menghela nafas sebentar, tubuh nya terasa pegal duduk bersandar di kepala ranjang berjam-jam.

Rendi membalik tubuh nya, pemuda itu tengah berusaha menutup mata sebisa mungkin. Tubuh nya terasa lelah, namun mata nya tidak bisa terpejam. Rendi benci saat-saat seperti ini, mengingat kan nya dengan kejadian dulu, saat di mana ayah nya datang dengan aura mencekam kedalam kamar. Memukul membabi buta di bawah pengaruh alkohol.

Tanpa sadar air mata nya menetes, tangan Rendi meremat sprei kuat.

"D-daddy...." Panggil Rendi tanpa membalik tubuh nya yang membelakangi sang Daddy.

Daniel tersentak saat mendengar suara lirih sang anak, ia kira Rendi sudah tidur. Dengan segera pria itu mendekat, kemudian mengusap bahu sang anak yang entah mengapa terasa sedikit bergetar.

"Kenapa? Ini sudah malam, sebaik nya kamu tidur, besok kamu sudah harus kembali ke sekolah kan?" Ujar nya lebih.

Pemuda itu menggeleng. Rendi membalik tubuh nya menghadap sang Daddy, mata nya tersirat akan permohonan yang kentara.

"A-aku, aku butuh obat tidur.." ujar nya pelan.

Daniel tersentak, menatap Sang anak intens. Sekarang Daniel baru menyadari bahwa anak nya tidak baik-baik saja. Melihat wajah Rendi yang seperti ini membuat hati kecil nya sedikit tersentil, bagaimana mungkin ia tidak menyadari keadaan sang anak sedari tadi?

"Tidak, obat tidur tidak baik jika di konsumsi berlebihan" tolak Daniel.

"Tapi aku nggak minum obat tidur berlebihan, cuman kali ini aja, please..." Mohon Rendi.

Daniel menggeleng,"kali ini disini, dulu bagaimana? Kamu sering mengonsumsi nya kan?" Ujar Daniel.

Rendi beranjak duduk, kepala nya menoleh menatap dinding abu-abu yang terlihat lebih menarik. Yang di bilang Daniel tidak lah salah, ia selalu mengonsumsi obat tidur sebelum tidur, gangguan tidur itu selalu datang disertai ingatan buruk tentang perlakuan ayah nya dulu.

"A-aku cuman mau tidur..."lirih Rendi menatap kosong ke dinding.

Daniel menghembuskan nafas pelan, ia tidak mungkin memberikan obat tidur kepada Sang anak setalah perkataan Carlos. Ketergantungan obat tidur dapat merusak tubuh, dan Carlos sudah mewanti-wanti nya untuk tidak membiarkan Rendi menggunakan obat tidur atau obat penenang sejenisnya.

Tanpa aba-aba Daniel mengangkat tubuh sang anak. Menaruh salah satu tangan nya sebagai penyangga tubuh sang anak, sedangkan yang satu nya lagi ia gunakan untuk mengusap punggung rapuh Rendi.

"Ini kenapa? Aku butuh obat ti--"

"Diam, dan pejamkan mata mu. Daddy akan memberikan mu cara tidur tanpa perlu menelan pil pahit itu" ujar Daniel pelan.

"Ogah, ah, malu. Turunin aku nggak jadi ngantuk kan!"

Daniel tidak mendengarkan, pria itu tetap menyangga tubuh sang anak yang meronta di dekapan hangatnya. Langkah nya terarah ke taman belakang Mansion. Mungkin, udara malam mampu mengantarkan anak nya ke alam mimpi.

"Anda perlu sesuatu tuan?"

Daniel menggeleng seraya mengatakan 'tidak' saat beberapa anggota Redmoon yang ia lewati menawarkan bantuan. Hingga angin bebas itu menerpa wajah nya, menerbangkan rambut Rendi hingga pemuda itu diam dalam dekapan nya.

"Kamu tidak perlu obat sebagai penenang, apalagi untuk mengantar mu tidur boy. Ada Daddy disini, Daddy yang akan menenangkan mu, dan Daddy yang akan mengantar mu ke alam mimpi. Jangan biarkan obat-obatan mengendalikan mu, mereka bisa merusak tubuh mu, Rendi.."bisik Daniel ditelinga sang anak.

"Tapi, cuman mereka yang bisa di andelin..." Ujar Rendi pelan, mata nya terasa berat karna usapan di punggung nya.

"Mereka memang membantu di awal, tapi ada saat nya mereka menyerang mu kembali" Daniel menengadahkan kepala nya, menatap Dewi malam yang terlihat tidak sempurna, "pejam kan mata mu dan tidur lah" lanjut nya.

Rendi menurut, kemudian memejamkan mata nya. Saat itu juga, rungu nya mendengar sang Daddy yang menyanyikan lagu berbahasa Spanyol. Rendi tidak tahu itu lagu apa, namun terdengar tenang dan menghanyutkan. Hingga tidak sadar bahwa lagu itu berhasil mengantar nya kealam mimpi.

"Selamat tidur, Rendika putra Daniel Lacosta"

______

Pagi ini kelas Sebelas IPS 3 terlihat ramai. Semua nya karna sang biang kerok yang kembali dengan penampilan lama nya. Bak raga yang kehilangan jiwa nya, tiga hari Rendi mendapat skors kelas istimewa itu berjalan seperti biasa, bagi orang normal. Namun tidak bagi penghuninya yang merasa kekurangan personil.

Jika diibaratkan mahasiswa demo. Rendi berada di garda paling depan, memimpin jalan nya demo yang berlangsung. Sama seperti kelas bunga liar itu yang kehilangan pemimpin nya.

Untuk merayakan kepulangan pemimpin mereka, serentak penghuni kelas itu membolos bersama. Duduk santai di rooftop seraya berbincang ria tanpa ada raut bersalah. Dan sang pelaku utama tengah duduk seraya memetik gitar klasik milik Danu.

JRENG JRENG JRENG

Nada gitar yang seakan nyolot itupun menarik atensi mereka. Menatap sang pelaku utama yang kini tengah mengatur senar nya. Rendi mengangkat wajah nya saat dirasa sudah siap menyetel senar.

Jreng

"Setlah, semua yang terjadi kini di setiap hari-hari ku. Tak mau lagi diriku tuk mengulangi kesalahan yang sama..... Semua yang pernah kurasa, yang kucinta hilang sekejap mata, semua yang pernah kurindu, yang ku mau kini pun semua sirnaaa......

Tak selalu... Ho'o, yang berkilau itu indah.... Ho'o tlah terbukti di diriku..... Ho'o pergi dan sakiti ku.... Ho'o.........." (Lagu diatas)

Semua ikut bernyanyi, mengikuti ketukan gitar Rendi yang terdengar nyaman di telinga. Lagu itu, biasa mereka nyanyikan saat biasa menang tawuran. Tidak ada yang istimewa, namun enak di dengar bagi yang satu frekuensi.

"Lo kenapa dah, kita nyanyi diem aja? Baru putus? Apa bisul Lo pecah?" Tanya Rendi menepuk bahu Danish.

Sedari tadi anak itu terlihat murung, tidak seperti biasanya. Disaat mereka semua bernyanyi bersama, Danish hanya diam mendengarkan, tidak seperti biasanya. Manusia heboh itu terlihat murung dan sedikit kalem hari ini, tentu saja membuat mereka heran.

Dito yang mengerti masalah Danish hanya menghembuskan nafas, kemudian menatap satu persatu teman mereka yang kini juga tengah menatap nya meminta jawaban. Karna memang Danish paling dekat dengan Dito dan Rendi. Namun terkadang Dito dan Rendi menyangkal nya.

Tidak ingin nama mereka di sandingkan dengan manusia sejenis Danish.

"Jadi gini---" Dito menghela nafas lagi, membuat para penonton semakin penasaran.

"---Gua nggak sanggup cerita nya, biar orang nya aja langsung" lanjut Dito menepuk bahu Danish.

Danish yang merasa di perhatikan pun langsung mengangkat wajah nya, kemudian menghembuskan nafas kasar saat melihat wajah-wajah kepo itu.

"Gua bingung..." Rendi menepuk bahu Danish bermaksud menguatkan, dari wajah pemuda itu tersirat masalah besar.

"Lampu motor kesayangan gua putus. Gua langsung bawa si Joni ke PLN, biar di sambung lagi, terus bisa idup kaya biasa. Tapi pas sampe di sana, gua malah di bully, petugas listrik nya bilang gua gila lah, gua salah alamat lah, gua---gua salah apa? Gua cuman mau idupin mata nya Joni lagi, tapi malah dapet kata-kata kasar dari mereka!"

"Gua nggak tau sekarang harus gimana? Gua harus bawa Joni kemana? Rumah sakit untuk operasi mata?" Jelas Danish.

Mereka semua terperangah mendengar penjelasan Danish. Sekarang mereka memiliki satu pemikiran dengan petugas PLN.

"DANISH GOBLOK!!!"




______

Yuhuu nulis kilat, update juga kilat biar bisa end di wattpad.

Ada yang mau di sampein ama Daddy Daniel?

Rendika [Tersedia Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang