Daniel menatap kosong kedepan, tangan nya masih setia mengelus kepala sang anak yang bersender di bahu tegap milik nya. Entah mengapa namun, perasaan nya tidak menentu kala perkataan Carlos melintas di pikiran nya.
"Rendi, kamu pernah mengonsumsi obat penenang---" Carlos menghentikan ucapan nya sebentar, memperhatikan pemuda di depan nya yang terlihat gugup, "---hingga overdosis?" Lanjut nya.
Daniel masih ingat, putra nya terlihat mengangguk terbata-bata seraya melirik nya. Bola mata Rendi bergulir gelisah, dan semua itu tidak luput dari penglihatan nya.
Kecewa, bukan kepada putranya, melainkan kepada dirinya sendiri karena tidak menemukan Rendi lebih cepat, hingga putra nya itu memilih menggunakan obat penenang di setiap masalah nya.
Marah, Daniel marah pada diri nya sendiri karna tidak ada di samping Rendi saat anak itu terpuruk. Seharusnya Daniel datang lebih cepat, hingga Rendi tidak terlalu lama melampiaskan emosi nya pada rokok dan alkohol.
Seharusnya nya Daniel datang lebih awal, mungkin Rendi tidak akan overdosis obat penenang. Daniel tahu ia sedikit terlambat, tapi tidak apa dari pada tidak sama sekali. Sekarang yang harus Daniel lakukan adalah mengiringi jalan putranya. Daniel tidak akan membiarkan putranya bertaruh nyawa untuk yang kedua kali nya karna obat penenang.
"You know boy? Daddy love you so much, you managed to put your name is daddys heart. Congrats son" Daniel berbisik pelan di telinga sang anak.
Memang benar, sedari awal Rendi berhasil menarik perhatian nya, Rendi membuat Daniel merasakan posisi seorang ayah yang sesungguhnya. Rendi berbeda, pemuda itu membuat Daniel merasakan hubungan ayah dan anak yang sedarah, padahal aslinya tidak ada darah Daniel di dalam nadi Rendi.
Plak
Daniel menoleh kearah putra nya yang baru saja memukul bahu nya, tidak sakit bagi nya. Netra coklat nya memperhatikan sang anak yang mengucek mata nya, namun terhenti saat Daniel menahan nya.
"Jangan di kucek, nanti mata kamu bisa sakit" ujar Daniel.
Rendi mendelik seraya mengelap air yang mengalir di dagu nya, berbau dan Rendi tidak suka pulau hasil produksi nya. Netra hitam itu menatap tajam pria di samping nya.
"Nggak usah sok akrab! Inget kita mu-su-han!" Ujar Rendi penuh penekanan.
Daniel menghela nafas. Wajah putranya terlihat damai ketika tertidur, namun jika sudah mencak-mencak seperti ini, putranya itu lebih mirip topeng monyet di pinggir jalan. Entah lah Daniel sendiri tidak pernah melihat aslinya, ia hanya melihat atraksi topeng monyet yang melintas di beranda YouTube nya.
"Diam dan duduk lah dengan tenang Rendi, bokong mu sudah tidak sakit lagi?"
Rendi kembali mendelik mendengar nya, Daddy nya itu baru saja membicarakan bagian privasi nya? Tentu saja ia tidak malu, karna urat malu Rendi sudah putus saat kenal dengan Danish dan Dito.
"Ya sakit lah! Lo kira di suntik jarum rasanya gimana? Kaya kena bom Israel tau nggak!" Pekik Rendi menggeser tubuh nya menjauh dari Daniel.
Daniel terdiam, kasihan melihat putranya. Ternyata dugaan nya benar, rasa sakit saat disuntik melebihi rasa sakit saat tertembak. Daniel tidak bisa membayangkan bagaimana putranya bisa bertahan dari serangan bom suntikan itu.
Sekarang di dalam hati nya yang paling terdalam ada sedikit rasa bersalah. Daniel tidak tega tentunya melihat putranya meringis saat hendak duduk, atau bahkan jika punggung tangan nya tersenggol.
Jujur, Daniel tidak pernah merasakan sakit nya terkena jarum suntik. Ia pernah tertembak, tapi tidak menggunakan peralatan medis, melainkan Dom langsung mengeluarkan pelurunya di tempat menggunakan pisau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendika [Tersedia Versi Pdf]
FanfictionKehadiran Rendi adalah beban bagi kedua orang tua nya. Itu sebab nya, tidak ada alasan untuk mempertahankan pernikahan kedua orang dewasa itu. Rendi tidak mengenal keluarga bahagia, apa lagi merasakan hangat nya sebuah keluarga. Kehidupan nya terlal...