Part EmpatLima

22.2K 2.2K 162
                                    

Sorry for typo









_____

Berkumpul dengan keluarga biasa nya menjadi momen menyenangkan bagi sebagian orang. Saling bertukar cerita dan saling membantu memberi masukan. Tertawa bersama melepas penat nya kehidupan luar.

Rendi, pemuda itu merasa kehangatan tengah menjalar di hati nya. Ternyata seperti ini rasanya berkumpul dengan keluarga, keluarga dengan arti yang sesungguhnya. Dulu, momen seperti ini adalah hal yang tabu bagi Rendi. Impian yang mungkin tidak akan pernah bisa ia gapai.

Namun terkadang takdir tuhan memang tidak bisa di tebak. Skenario terbaik yang selalu Tuhan rancang. Perkataan manusia memang ada benar nya, saat dimana takdir berputar dalam porosnya.

Rendi sekarang bisa merasakan arti sebuah keluarga yang sesungguhnya. Walaupun tidak ada darah keluarga ini yang mengalir di nadi nya, namun Rendi bisa merasakan kehangatan nya. Benar kata orang, keluarga bukan tentang mereka yang memiliki ikatan darah, namun mereka yang saling menaungi membentuk sebuah ikatan.

"Nak, kenapa?" Tanya tuan Lacosta yang duduk tepat disamping Rendi.

Sadar dirinya sekarang menjadi pusat perhatian, Rendi segera membuang pandangan kearah lain. Tidak ingin mereka mengetahui matanya yang berkaca-kaca, namun agak nya itu tidak berpengaruh pada Daniel yang mengerti keadaan nya saat ini.

Rendi mengerjapkan kelopak mata nya beberapa kali, berusaha menghalau air yang sudah menumpuk di pelupuk mata. Ia tidak ingin di anggap cengeng, namun ia sadar, dirinya terlalu lemah jika menyangkut ikatan keluarga.

Tubuh nya tersentak, saat seseorang memegang kedua tangan nya. Tanpa menoleh pun Rendi tahu jika tangan yang memberinya kehangatan itu adalah tangan Daddy nya. Rendi hapal, terlampau sering Daddy nya itu menarik tangan nya dari dasar keruntuhan.

"Lihat Daddy" ujar Daniel pelan. Rendi menggeleng, ia tidak mau keluarga Lacosta yang lain melihat dirinya yang tengah menahan tangis.

Daniel mengecup tangan sang anak,"lihat dadyy" ulang nya sekali lagi.

Dengan ragu, Rendi menoleh menatap sang Daddy. Daniel langsung merentangkan tangan nya, namun bukan nya memeluk sang Daddy, Rendi justru menepis tangan nya kasar.

"Kita masih musuhan!" Ketus nya membuat wajah Daniel kembali masam.

Calvin, Cloe dan Claine yang berada disana dan melihat nya langsung terbahak. Ini adalah pertama kali nya melihat wajah masam Daniel. Sungguh berbeda dengan Daniel yang biasa nya, mereka tidak tahu hilang kemana wibawa Daniel.

"Diam, kalian terlalu berisik!" Tegur Dirga yang mulai terusik. Dirga memang tidak suka kebisingan, sunyi adalah suasana nya.

"Loh, Dirga kamu disini?!" Pekik Eva saat melihat anak pertama nya duduk anteng di sofa.

Dirga hanya berdehem singkat, lebih memilih mengarah kan atensi nya kepada Lia yang tengah mengecupi wajah Rendi. Pemuda itu terlihat masam, sama seperti wajah adik nya saat ini. Melihat itu ujung bibirnya langsung tertarik, namun kembali datar saat ia mendapat pelototan dari sang empu.

"Apa Lo liat-liat!" Ketus Rendi.

"Hey, tidak sopan sayang. Papa tidak akan suka anak nakal hem" ujar Lia lembut, namun yang dikatakan Lia tidak benar, justru Dirga suka anak nakal.

_____

Kondisi meja makan cukup bising, tentu saja dengan ceramah sang tuan Lacosta kepada anak dan cucunya. Ini semua karena David yang memancing duluan, dan sekarang pria itu beberapa kali mengusap telinga nya yang terasa panas.

"Bekerja yang profesional, kalian ini menyandang nama Lacosta, bagaimana mungkin kalian memiliki sifat yang kekanak-kanakan seperti itu, kalian juga--" tuding tuan Lacosta kepada para cucu nya, "--sibuk dengan dunia masing-masing hingga tidak memiliki waktu dengan keluarga" lanjut nya.

Calvin mendengus,"kita di marahin, Rendi enggak?" Protes nya saat sang kakek hanya memarahi mereka tanpa Rendi.

"Rendi masih kecil, wajar jika dia masih memiliki sifat labil. Kalian kan sud---"

"Heh, siapa yang masih kecil? Nggak liat badan aing bongsor gini? Aku nggak labil, aku udah dewasa!" Rendi mengelak, pemuda yang selalu menganggap dirinya dewasa itu menatap tajam sang Opa.

"Badan bongsor mana? Tubuh cungkring seperti itu di banggakan. Pemikiran mu itu masih labil, tidak ada pemuda dewasa yang bermain tembakan air" sela David meledek.

Semua nya tersenyum melihat Rendi yang bungkam tidak bisa menjawab, namun..

"Dari pada Papi, udah tua tapi sifat nya kek bocah dua tahun!" Ketus nya membuat yang lain tertawa.

"Diamlah, kalian berisik!" Protes Dirga.

"Masuk liang lahat sana, sepi! Kalo enggak sumpel kuping nya pake kapas, di jamin langsung bangun di dunia lain ente" ujar Rendi santai.

"Rendi..." Tegur Lia membuat Rendi menunjukan cengiran nya sedangkan Daniel menahan tawa saat sang kakak tidak lagi menjawab.

"Dean, bagiamana proyek di Milan?" Tanya tuan Lacosta seraya memakan makanan nya.

Dean mengangguk," tentu saja, aku mendapatkan nya"

"Eleh, shombhong amad!" Sahut Rendi pelan.

Lia hanya menghela nafas, putra nya itu memang memiliki tingkah ajaib dan keras kepala. Susah di runtuhkan, padahal ia kira Rendi adalah pemuda manis. Namun tetap, kasih sayang Lia tidak akan pernah berkurang, apapun alasan nya.

"Ini kenapa susu lagi? Nggak ada kopi apa Amer gitu?" Tanya Rendi saat seorang maid baru saja menaruh susu di hadapan nya.

"Susu baik untuk mu, kopi mengandung kafein dan minuman beralkohol tidak baik bagi kesehatan nak" ujar Dyan lembut.

"Bukan nya ini belum jam nya Rendi meminum susu?" Tanya Lia, ia sudah mengatur jadwal sang anak, mulai dari makanan dan jam tidur.

Maid itu menunduk," tadi, tuan muda tidak meminum susu nya, Nyonya"

Lia menghela nafas, kemudian menatap Rendi tajam. Yang di tatap justru dengan cepat menolehkan kepala nya, seakan tidak merasa bersalah dengan apa yang terjadi.

"Terlalu manis, Mom. Aku nggak suka, besok aja ya" nego Rendi.

"Minum lah, anak kecil seperti mu membutuhkan gizi yang seimbang" sahut Dean membuat mereka menatap nya. Ini pertama kali nya Dean peduli lingkungan sekitar.

Rendi ingin kembali menolak, namun Dirga mengangkat suara nya dan menatap nya tajam. Lebih tajam dari tatapan Daniel, dan Rendi baru melihat nya sekarang. Tidak ingin terjebak dalam masalah, ia memilih meminum susu di hadapan nya.

Keadaan meja makan kembali hening seperti semula. Rendi meletakan gelas susu nya dengan sedikit kasar. Ia menatap tajam Daniel yang menatap nya datar. Tanpa berbicara, mulut Rendi mengucapkan kata 'apa Lo!' pada Daniel tanpa suara.

Daniel hanya menggeleng, melihat tingkah sang anak yang absurd. Rendi itu unik, sebab itu ia mencoba menjauhkan nya dari Dirga.








______

Penasaran ya kenapa aku nggak bisa lanjutin Rendi di WP?

Besok aku jelasin deh. Sekarang gak bisa.

Papay.

Rendika [Tersedia Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang