Ruangan yang di dominasi berwarna putih itu terlihat sangat terang, tapi tidak dengan suasana nya yang semakin mencengkram. Terlebih, ayah dan anak itu tidak mau berhenti nya melempar tatapan tajam.
"Gua----" Rendi menunjuk dirinya sendiri, kemudian mengarahkan telunjuknya kepada pria didepannya nya,"Lo, end!" Ujarnya penuh penekanan.
"Diam, dan menurut lah, ini hukuman untuk kamu, anak nakal" balas Daniel.
Rendi mendengus menatap arah lain. Pria di depan nya ini sangat keras kepala, dan pemaksa. Padahal ia sudah menolak ajakan pasutri itu untuk kerumah sakit, namun malah berakhir dirinya yang di seret.
Sejenak, kesal itu hilang berganti takut, saat netranya kembali melirik benda aneh yang tertempel di dadanya. Ini semua ulah dokter aneh yang ternyata sahabat Daniel dan Lia saat SMA. Dan sekarang dokter itu tengah mengambil alat perang lainnya.
"Sayang, jangan takut, Mom disini nemenin Rendi. Kalau sakit pegang tangan Mom aja ya?" Lia berujar lembut seraya mengelus surai sang anak yang berbaring di brankar.
Rendi mendelik mendengarnya, yang di ucapkan Mommy nya selalu berbeda, Rendi jadi tidak yakin.
"Tadi bilangnya nggak sakit, kenapa sekarang bilangnya lain! Yang bener yang mana, Mom mau ngajak gelud ya?!" Pekik Rendi.
"Eh, i-iya nggak sakit. Nggak akan sakit kok, jadi kamu nurut ya sayang, nanti Mom belikan mobil baru" ujar Lia sedikit tergagap, membuat Rendi menatap Lia mengintimidasi.
Rendi baru saja akan membalas ucapan Lia, namun suara derit pintu yang terbuka mengambil atensi nya. Tubuh Rendi langsung menegang, melihat dokter yang bernama Carlos itu masuk bersama Dom dan Lean.
"Sudah memberontak nya, bocah nakal?" Sapa Carlos.
Rendi menelan Saliva nya dengan susah payah, terlebih saat melihat senyum dari kedua bibir Carlos, membuat keringat dingin keluar dari kulitnya. Senyuman ramah itu terlihat seperti senyuman psikopat menurutnya.
"A-astaghfirullah, aku lupa ada janji sama Sena. P-pasti dia udah nungguin aku" Rendi baru saja akan bangkit, namun tubuh nya langsung di tahan Daniel.
"Tidak usah beralasan, lewat mana kamu menghubungi Sena, hem?" Ujar Daniel.
Pemuda yang sekarang merasa terpojok itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Rendi memang tidak pandai dalam mencari alasan saat merasa terpojok, alasan yang dia berikan sering tidak sampai ke otak manusia.
Rendi lupa, ponsel nya yang lama tengah di tahan Daniel. Otomatis ia tidak bisa menghubungi Sena, kecuali jika Rendi mengeluarkan bakatnya, berkomunikasi lewat telepati.
"Sudahlah bocah, lebih baik menurut, alasan mu tidak terpakai disini" sela Carlos santai, pria itu mendekat mesin EKG lalu mulai mengotak-atik.
"Mom, please aku nggak sakit, ini semua nggak perlu" Rendi menatap Lia dengan wajah melas nya, karna hanya Lia disini yang memiliki hati.
"Sayang, ini semua demi kebaikan kamu, kita bisa lihat kalau ada kesalahan di tubuh kamu. Kita bisa antisipasi dari awal nak" ujar Lia lembut, meski ia tidak tega melihat wajah memelas sang anak.
"Dari awal, emang hadirnya aku sebuah kesalahan. Jadi semua tentang aku itu salah" ujar Rendi pelan.
Lia mendekat, kemudian memeluk sang putra. Karna perkataan Rendi, satu ruangan menjadi terdiam, begitu juga dengan Daniel dan Carlos. Dokter tampan itu menatap Daniel meminta jawaban, dan Daniel mengangguk untuk itu.
"Bukan itu maksud Mommy, sayang" Lia mendekati bibirnya ketelinga sang anak," hadirnya Rendi itu berharga buat Mommy dan Daddy, bukan kesalahan seperti pemikiran kamu. Mau seberapa besar pemikiran kamu tentang itu, tapi di mata Mommy, kamu jauh lebih berharga dari apapun itu"bisik nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendika [Tersedia Versi Pdf]
FanfictionKehadiran Rendi adalah beban bagi kedua orang tua nya. Itu sebab nya, tidak ada alasan untuk mempertahankan pernikahan kedua orang dewasa itu. Rendi tidak mengenal keluarga bahagia, apa lagi merasakan hangat nya sebuah keluarga. Kehidupan nya terlal...