Part Tujuh

28.6K 2.8K 148
                                    

Rendi memberikan bola ditangannya pada sekumpulan anak kecil yang sedang bermain sepak bola. Ah Rendi jadi ingat masa kecilnya yang ia habiskan dengan Dito dan Danish.

Dulu saat masih berusia tujuh tahun, Rendi banyak menghabiskan waktu diluar rumah dengan kedua sahabatnya itu, suasana rumah tidak membuatnya nyaman.

Beruntung kedua sahabatnya itu selalu bersamanya, menemani nya hingga sore, lalu mengantarnya pulang saat matahari sudah tenggelam.

Namun lamunan Rendi buyar seketika saat mendengar Isak tangis seseorang. Awalnya ia berfikir mungkin itu makhluk halus, namun tidak mungkin karna matahari masih bersinar terang.

Rendi mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru taman, hingga tatapannya berhenti pada seorang wanita paruh baya yang sedang terisak dikursi taman.

Perlahan namun pasti Rendi mendekat, bersamaan dengan suara isakan yang semakin mengeras di telinganya.

Rendi adalah tipe manusia cuek, dan tidak pedulian pada sekitar, namun entah kenapa ia merasa tertarik pada masalah wanita itu.

Rendi memetik mawar putih yang ditanam dipinggiran taman, persetan bila ia akan didenda nantinya karna merusak lingkungan.

Rendi menyodorkan bunga itu dari belakang tubuh wanita itu yang memang posisi nya membelakangi Rendi.

"Jangan nangis Tan!" Ujar Rendi.

Wanita itu menoleh kerajaan Rendi dengan mata sembab, Rendi bjsa melihat gurat kebingungan diwajah wanita itu.

Rendi menghela nafas lalu mengambil posisi disamping wanita itu.

"Aku gak tau masalah Tante apa, yang pasti semua masalah itu ada jalan keluar nya" Rendi menyodorkan mawar putih itu kembali yang diterima wanita itu.

Wanita itu tersenyum "ya, semua masalah itu ada jalan keluarnya" ujarnya

Rendi menoleh menatap mata wanita itu "terus kenapa Tante nangis?" Tanya nya.

"Tante hanya lelah, menangis bukan berarti bersedih, tapi juga sebagai obat pelega hati nak" ujar wanita itu.

Rendi mengangguk lalu menatap sepatunya "semua orang punya masalah, tapi dengan porsi yang berbeda. Sama seperti takdir yang gak akan sempurna tanpa ada lika-liku nya"

"Seperti kata orang, roda kehidupan itu berputar, kadang diatas kadang juga dibawah, kadang sedih kadang bahagia"

Rendi kembali menatap wanita itu "satu yang harus kita yakini, roda diatas bukan lah suatu hal yang tabu, nyata dan itu fakta. Sama seperti pelangi yang muncul sehabis hujan, kaya gitu juga kebahagiaan yang muncul sehabis badai, dan Tante harus yakin itu" lanjutnya.

Wanita itu hanya tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari pemuda itu.

"Kamu benar nak, kebahagian muncul sehabis badai, dan sekarang Tante bisa liat kebahagiaan Tante sudah berada didepan mata"

__________

"Dan kamu lah kebahagiaan ku nak"

Rendi menatap wanita didepannya ini dengan pandangan tak percaya, apa sekarang para wanita tidak tahu diri sehingga menginginkan pemuda sepertinya, Rendi akui dirinya memang tampan tiada tara, namun dia masih tertarik dengan wanita seumuran.

"Maaf ya Tan, saya gak kenal Tante, permisi" Rendi bangkit dari kasur itu lalu ingin berjalan menuju pintu sebelum seseorang membukanya dari luar.

"Hai, kita ketemu lagi boy?" Daniel, pria itu menyapa Rendi yang tengah menahan kesal.

"Lo penculik waktu itukan,kok Lo ada disini, jangan-jangan....." Rendi menggantungkan ucapannya saat otaknya menemukan sesuatu yang negatif.

"Lo kerjasama buat nyulik gua ama tante ini ya!" Pekik Rendi

Daniel tersenyum miring "iya, dia istri saya, kami bekerjasama untuk menculikmu" ujar nya.

Rendi membelalakkan matanya, oh shit, ternyata ia benar-benar akan menjadi korban penculikan. Tapi mengapa harus Rendi, teman-temannya tidak lebih buruk darinya.

"Sebenernya apa mau Lo pada?!"

Lia mendekat kearah Daniel, dengan sigap Daniel merangkul pundak istrinya "kamu lihat, kami terlihat sempurna, hanya satu yang kurang...... Anak" ujar Daniel.

Rendi mengernyit, apa hubungan kesempurnaan keluarga mereka dengannya, kenal saja tidak, bahkan Rendi pun baru bertemu dengan dua orang aneh itu.

Dan lagi, tidak ada yang sempurna didunia ini, semua orang punya kelemahan dan kelebihan masing-masing.

Ah sekarang ia menyesal telah menghampiri wanita itu saat ditaman, dan dia lebih menyesal karena harus berlindung di mobil mewah pria gila itu.

"Dan kamu.....anak kami, anak dari Daniello Lacosta dan Arellia Lacosta" ujar Daniel.

Rendi membelalakkan matanya kaget, siapa pria itu asal mengecam nya sebagai anak, mereka asing baginya, bahkan Rendi kira wanita itu penyuka berondong.

"Heh, nggak ada nggak ada, sapa Lo maen ngatur-ngatur gua, kenal aja kagak, gila ya Lo!'' Rendi kesal setengah mampus dengan kedua orang didepannya ini.

"Iya atau tanpa persetujuan mu, kamu tetap akan menjadi anakku" mutlak Daniel tanpa bantahan

Rendi yang mendengar itu merasa kesal bukan main, bahkan bertemu dengan kedua orang itupun bisa dihitung dengan jari, namun sekali bertemu lagi malah ini yang terjadi.

"Tua sialan! Gak ada yang berhak ngambil keputusan tentang idup gua!"

"Mending sekarang Lo pergi, buat anak sana jadi gak usah nyusahin orang lain!" Lanjutnya

Rendi kembali melangkahkan kakinya menuju pintu, mengabaikan sepasang makhluk tuhan itu yang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

Namun baru saja akan melewati ambang pintu, tangannya ditahan oleh pria gila itu.

"Apaan dah!" Pekik Rendi, dia berontak tapi badannya langsung sakit semua.

"Hei, duduk dulu coba, biar Mommy liha lukamu" ujar Lia saat melihat pemuda kurus itu meringis.

Rendi menghiraukan perkataan wanita yang memanggil dirinya sendiri dengan sebutan 'Mommy', dia tetap memberontak, namun luka nya semakin sakit akan hal itu.

"Jangan membantah!" Ucap Daniel datar lalu menyeret tubuh pemuda itu dengan perlahan untuk berbaring diatas kasur.

"Ashhh....."Rendi meringis, sungguh luka nya menyakitkan secara berkepanjangan.

"Panggil Hans" ujar Daniel, Lia menuruti perintah suaminya untuk memanggil dokter senior.

"Pak lepasin saya" Rendi menatap Daniel sayu, mungkin memohon akan melepaskannya dari jerat yang membingungkan ini.

"Tidak, orang tua tidak akan melepaskan anaknya disaat terluka" ujar Daniel.

Rendi diam, orang tua tidak akan melepaskan anaknya disaat terluka, lalu bagaimana dengan Ayah kandungnya sendiri sebagai tersangka penyebab dirinya terluka?.

"Tapi bapak bukan orang tua saya",

Daniel menatap Rendi intens "tidak ada istilah Ayah kandung, atau Ayah tiri, semua Ayah itu menyayangi anaknya, dan saya menyayangi kamu" ujar Daniel.

Rendi sempat terdiam, pria didepannya mengucapkan kalimat itu dengan nada yang serius. Atau tulus? Entahlah Rendi tidak percaya kepada siapapun didunia ini, bahkan dirinya sendiri.

"Ah bapak ngaco, pacar saya bilang menyayangi saya, berarti dia Ayah saya?"

Daniel menghela nafas, tangannya tergerai untuk mengelus rambut pemuda tersebut, namun pemuda tersebut menghindar.

"Kamu akan tau artinya nanti, Daddy sendiri yang akan membuat mu mengerti"

"Pacar saya juga bilang gitu pak, tapi saya gak percaya, soalnya dia bilangnya kesemua kawan saya"

Ah Rendi lupa, bagaimana dengan keadaan kekasihnya itu, apa kekasihnya masih menunggunya ditaman, terserah, sampai keriting pun Rendi tidak akan pernah menjemput nya.

Rendika [Tersedia Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang