Part Empatpuluh

20.8K 2.2K 225
                                    

Tanggal merah kali ini menjadi kesenangan tersendiri bagi sebagian orang. Beberapa terbebas dari pekerjaan, dan sebagian lagi terbebas dari pelajaran. Sama seperti Rendi yang tengah menikmati tanggal merah nya di pulau kapuk.

Pemuda itu tampak tidak terganggu sama sekali saat kasur nya bergoyang. Justru semakin memasukan dirinya di dalam selimut tebal bermotif panda pilihan Lia. Rendi sedikit bergumam tidak suka saat ada yang mencubit pipi nya. Namun bukan nya berhenti, cubitan itu malah semakin keras di pipi nya.

Bukan nya terbangun, pemuda itu membalik tubuh nya menjadi tengkurap kemudian membenamkan wajah nya di dalam bantal. Agak nya Rendi memang terserang kantuk. Maklum saja, pemuda itu baru tertidur saat pukul dua belas malam, itupun di gendongan Daniel.

"Anak nakal bangun, ini sudah siang, waktu sarapan mu bahkan sudah lewat lima belas menit"

Perkataan seseorang itu masuk ke rungu Rendi, namun ia sedikit tidak yakin. Bagaimana mungkin suara Daniel berubah seperti suara wanita dalam semalam, juga Daniel tidak memanggil nya dengan sebutan itu. Ingin membuka mata pun rasa nya sangat berat dan sulit.

"Anak nakal, bangunlah. Susah sekali anak ini dibangun kan!"

Rendi mulai terganggu saat pipi nya di cubit sekali lagi, namun kali ini dengan volume yang lebih kuat. Ia meringis di sela-sela tidur nya, sedikit kesal dengan orang yang menganggu tidur nya. Daddy nya itu memang tidak punya otak.

"Daddy diem...." Sahut nya dengan mata yang masih setia terpejam.

Tidak ada sahutan dari Daddy nya itu membuat Rendi meradang karna cubitan di pipi nya masih berlanjut. Dengan kesal pemuda itu membalik tubuh nya dan langsung terduduk. Mata nya perlahan terbuka, ingin mengumpati Daniel, namun ia urungkan saat melihat tiga orang tidak di kenal di kamar nya.

Dua gadis dan seorang pemuda yang kini tengah menatap nya dengan senyuman lebar. Sejenak, Rendi merinding melihat betapa lebarnya senyuman mereka.

"D-daddy...." Rendi butuh Daddy nya saat ini.

"Hei, ada apa? Mengapa kamu diam? Oh aku lupa, perkenalkan kam---"

"DADDY!!" Rendi tidak membiarkan tiga orang di depan nya berbicara, ia langsung berteriak memanggil Daniel.

Daniel pernah bilang, jangan pernah percaya apalagi sampai berkomunikasi dengan orang asing. Bisa saja diantara mereka adalah musuh Daniel yang menyamar. Sebab itu, Rendi harus selalu waspada dimana dan kapan pun itu.

Langkah tergesa terdengar mulai mendekat. Rendi yang melihat Daddy nya baru saja masuk langsung berdiri dan segera berlari mendekat. Namun akibat Rendi yang ceroboh, selimut yang ia gunakan tadi melilit kaki nya hingga membuat tubuh nya terhuyung kedepan.

Beruntung Daniel dengan sigap menahan tubuh nya hingga tidak membentur lantai. Mengingat tujuan awal nya membuat Rendi berpindah ke belakang punggung sang Daddy.

"Ada apa? Apa yang terjadi Rendi?" Tanya Daniel beruntun.

Rendi menunjuk tiga orang remaja yang masih diam di tempat nya sedari tadi. Mereka masih mempertahankan senyuman lebar nya, bahkan kini berganti seperti menahan tawa.

"Kenapa ada manusia di kamar aku?" Tanya Rendi pada Daniel.

Daniel yang mendengar kalimat aneh dari Rendi hanya bisa tersenyum. Sudah ia duga akan seperti ini, melihat kedatangan orang asing yang baru pertama kali di lihat dalam kamar memang cukup mengerikan.

Tangan Daniel terangkat untuk mengusap wajah sang anak, "Mereka anak-anak David, kakak kedua Daddy" jawab Daniel singkat.

Rendi menyembulkan kepalanya dari balik punggung tegap Daniel. Memperhatikan ketiga remaja itu yang masih tersenyum hingga membuat Rendi berfikir apakah gigi nya tidak kering.

"Daddy punya dua orang kakak. Yang pertama bernama Dirga, dan yang kedua bernama David, mereka anak-anak David" jelas Rendi.

Rendi mengangguk-anggukan kepala nya, memang sejauh ini ia sama sekali belum mengenal keluarga Daniel maupun Lia. Dan kedua orang tua angkat nya itupun tidak memberitahu atau bercerita tentang keluarga mereka selama ini.

"Jadi adik manis, kamu sudah mengenal kami bukan?" Tanya pemuda yang bernama Calvin.

_____

Dirga, kakak pertama Daniel memiliki dua orang putra yang bernama Dean dan Andres sedangkan David memiliki tiga anak kembar, satu laki-laki dan dua orang gadis yang bernama Calvin, Cloe dan Clain. Dan Daniel memiliki seorang putra bernama Rendi, si bocah somplak yang demen nguji kesabaran.

Saat ini Mansion bungsu Lacosta tengah kedatangan tamu tak di undang, David serta istri dan anak nya. Tentu saja kedatangan mereka membuat Daniel meradang, kesal karna di kunjungi. Daniel tidak masalah jika mereka sekedar berkunjung, namun kehadiran mereka disini karena Rendi, putra kesayangan nya.

Daniel sedari tadi terus memperhatikan putra nya yang duduk diantara David dan Dyan. Putra nya itu terlihat lebih diam dari biasa nya, dan Daniel tidak suka itu. Mungkin, Rendi masih merasa canggung atau bahkan tidak nyaman. Ia jadi ingat saat dulu Rendi baru-baru pertama kali tinggal di Mansion ini.

Dengan perlahan langkah tegas nya berhenti tepat di depan sang anak. Daniel berjongkok kemudian meraih tangan Rendi untuk di genggam. Netra nya menelisik tepat di kelereng hutan sang anak.

"Jangan terlalu merendah nak, apalagi insecure. Jadilah diri kamu, apapun yang terjadi tetap lah menjadi Rendi yang Daddy kenal. Bersikap lah seperti biasa, hilangkan perasaan tidak enak di hatimu. Orang hebat itu adalah orang yang menjadi diri sendiri, bukan orang lain, mengerti?" Ujar Daniel lembut.

Rendi tersenyum tipis. Daddy nya memang yang terbaik, manusia hebat yang pernah Rendi temui. Tanpa berkata pun Daniel tahu apa isi hati nya. Rendi sadar, kehadiran Daniel penting dalam hidup nya, Daniel itu pahlawan nya, panutan nya, manusia sempurna di mata nya, Daniel segala nya, superhero yang akan selalu ada untuk nya.

"Wah, lihat lah perubahan mu Daniel, manis sekali dirimu? Kemana Daniel yang biasa berkata tajam?" Ledek David.

Daniel berdesis mendengar suara burik milik kakak nya. David memang tidak berubah, di saat Daniel dan Dirga memiliki sifat dingin, David sendiri yang terlihat lebih ceria. Sampai sekarang, bahkan sifat kakak nya itu menurun kepada tiga ponakan nya.

Dyan langsung mencubit pinggang sang suami. Tidak lihat lah suaminya itu bahwa wajah Daniel sudah berubah sangar. David memang seperti itu, senang sekali menggoda saudara nya, bahkan saat sudah memiliki tiga anak sekalipun.

"Dedek Rendi, main bola yok!"

Rendi langsung menoleh ke arah Calvin yang menenteng bola seraya menunjuk taman belakang. Dengan senang hati Rendi ikut berlari ketaman belakang. Bermain dengan seseorang yang di panggil Abang.



_____

Masih mau double up yah.

Sabar, Rendi masih malu-malu bajing, bentar lagi juga kumat.

Huhu

Rendika [Tersedia Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang