Part DuaEmpat

23.2K 2.4K 227
                                    

"Hasil nya keluar dua hari lagi, kamu bisa keruangan saya dulu, ajak anak mu juga saat dia sadar, ada yang ingin saya tanyakan"

Daniel mengangguk untuk menanggapi perkataan Carlos. Tanpa perlu memindahkan atensi nya dari wajah sang anak. Entah mengapa, namun segala tentang putranya terasa indah.

Sejak kehadiran Rendi, Daniel sadar bahwa dirinya berubah. Daniel sendiri tidak tahu apa yang berubah pada dirinya, tapi Lia dan keluarga nya mengatakan Daniel terlihat lebih hidup.

Daniel sendiri menyadari, hadir nya Rendi membawa warna baru bagi kehidupan nya. Karna anak itu, Daniel bisa merasakan posisi seorang ayah. Anak itu telah mengukir nama nya di hati Daniel, berdampingan dengan nama Lia.

Plak

Daniel tersadar dari lamunannya saat tangan nya di pukul dengan kuat, kepala nya menoleh kearah Carlos, menatap dokter itu tajam. Namun Carlos malah menunjuk kearah lain dengan dagu nya.

Kepala Daniel ikut menoleh, mengikuti petunjuk Carlos, sedikit tersentak saat melihat anak nya sudah sadar. Daniel mendekat, mengusap kepala anaknya itu namun malah di tepis.

Menghembuskan nafas sabar, saat ini tidak ada Lia disampingnya, wanita itu tengah menjenguk salah satu teman nya yang kebetulan di rawat di rumah sakit yang sama.

"Ren---"

"Diem--" Rendi menatap Daniel tajam,"--kita musuhan!" Ujarnya.

Daniel menghela nafas, kemudian melirik tajam Carlos yang menertawakan nya. Jelas Carlos tertawa, selama ini tidak ada yang membuat Daniel bungkam. Bahkan Lia dan orang tua Daniel pun tidak ada yang berani membuka mulut saat Daniel sudah mengeluarkan suara. Tapi ini, hanya karna seorang anak somplak Daniel bisa bungkam.

"Baiklah, kamu bisa memusuhi Daddy, tapi nanti dirumah, kita harus pulang, ayoo"

Daniel berujar lembut, bahkan Carlos di buat melongo, tapi tidak dengan Rendi, pemuda itu menendang tangan sang Daddy yang berniat membantu nya bangkit.

"Rendi menurut lah, kam---"

"Ashhh..." Rendi meringis saat duduk, pantat nya terasa sakit. Kepala pemuda itu menengadah menatap sang Daddy.

"Ini, disuntik juga?..." Lirih nya seraya memegang bokong.

Daniel mengusap kepala belakang nya, tak lama kepala itu mengangguk dengan terbata-bata. Carlos yang melihat itu berjalan selangkah kebelakang, kemudian berjalan pelan hingga ambang pintu.

"Kabur...." Gumam Carlos kemudian hilang dari pintu.

Rendi menatap tak percaya kearah sang Daddy. Mereka, Lia dan Daniel berbohong kepada nya. Mereka berkata tidak akan sakit, tapi, seluruh tubuh nya terasa pegal dan sakit saat ini. Terlebih bokong terasa nyut-nyutan.

Tangan pemuda itu menghapus setetes air mata yang baru saja jatuh, selain kecewa, tubuh nya terasa sakit. Terlebih saat netra nya melihat punggung tangan di lilit perban. Di siku bagian dalam nya juga terdapat kapas.

"Berhenti lah menangis nak, Daddy minta maaf, ini yang terakhir. D-daddy, tidak akan mengulangi nya lagi" Daniel ribut sendiri saat melihat anak nya itu menangis.

"Huaaa....sakit tau!" Walaupun nangis, Rendi tetap ngegas.

Daniel mendekat kemudian memeluk sang anak, tangan nya digunakan untuk mengelus punggung sang anak. Jujur, Daniel tidak tega melihat anak nya menangis, pasti rasa nya sangat sakit. Mungkin melebihi tertembak? Entahlah Daniel tidak tahu rasanya di suntik.

"Kita keruangan Carlos dulu, habis itu baru pulang" ujar Daniel saat sang anak mulai tenang.

"Mommy?"

"Mommy mu sedang menjenguk teman nya" Rendi mengangguk mengerti.

Pemuda itu baru akan beranjak dari brankar, namun berhenti saat bokong nya kembali nyut-nyutan

"Daddy gendong saja" ujar Daniel. Rendi mengangguk dengan senang hati, selain ia tidak punya rasa malu, Rendi juga pemalas. Selagi ada tumpangan, mengapa tidak?

Pria itu mengangkat tubuh sang anak, menggendong nya ala koala. Namun tak lama telinga nya terasa berdengung saat Rendi menjerit tepat di telinga nya.

"Huaaanjing! Jangan diteken!!" Teriak Rendi saat tak sengaja Daniel menekan bokong nya yang habis di suntik.

Daniel yang mengerti langsung mengubah letak tangan nya seraya meminta maaf. Telinga nya sungguh terasa sakit. Dengan langkah ringan, Daniel membawa Rendi keluar dari ruangan dan langsung disambut anak buah nya yang berjaga di depan pintu ruangan.

"Dokter goblok, nggak ada tempat laen apa, kenapa harus dipantat? Dia kira gua duduk pake apa? Pake palak? Gila tuh dokter. Seharusnya dia jadi pasien RSJ, bukan malah jadi dokter!"

Daniel yang mendengar gerutuan sang anak hanya tersenyum tipis. Menurut Daniel, anak nya itu sangat lucu, ada saja tingkah nya yang mampu membuat nya mengelus dada. Tapi, Daniel suka itu. Saat anak nya melakukan kejahilan, saat dimana anak nya terlihat ceria mampu membuat nya bahagia.

Saat sudah terasa pegal, Rendi menghentikan dumelan nya. Netra nya memperhatikan anak buah Daddy nya yang berjalan di belakang, ada sekitar tujuh orang termasuk Dom, Sean dan Lean.

Rendi menyeringai, mereka semua terlihat tidak punya ekspresi. Menurut Rendi mereka hanya ingin terlihat menyeramkan saja, padahal Rendi yakin hati mereka seperti hello Kitty.

Dengan santai nya, pemuda itu mengacungkan jari tengah nya kearah anak buah Daddy nya itu. Namun mereka tetap menatap nya datar. Rendi mencoba menjulurkan lidah nya kembali, dan mereka tetap datar.

Mencoba melakukan hal yang sama beberapa kali namun hasil nya tetap sama, Rendi yakin mereka bukan manusia. Alhasil pemuda itu mendengus dan kembali menghadap depan.

Hingga tidak mengetahui senyum tipis yang tertera jelas di wajah para pria itu. Bukan hanya Daniel dan Lia, tapi Rendi juga mencoba mengukir nama nya di hati mereka.

"Itu sakit?" Tanya Rendi menunjuk memar di pelipis Daniel.

Daniel melirik kebawah menatap sang anak, senyum tipis itu keluar, namun seperti nya Rendi tidak menyadari nya. Pria itu menggeleng seraya berkata 'tidak'

"Beneran nggak sakit?" Daniel menggeleng.

Rendi mengangkat tangan nya, kemudian menekan memar di pelipis Daniel. Namun tidak ada ekspresi kesakitan sama sekali yang tertera di wajah sang Daddy. Walaupun tadi ia menonjok sang Daddy diambang kesadaran, tapi Rendi yakin jika pukulan nya cukup kuat.

"Mau satu lagi?" Daniel tidak menjawab, justru membuka ruangan yang bertuliskan nama seseorang yang akan Rendi hajar.

Rendi dengan sigap menggulung lengan Hoodie nya, menatap tajam kearah dokter gila di hadapan nya. Dokter yang menyebabkan ia susah berjalan.

Namun tidak jadi, saat melihat tatapan serius dokter itu mengarah tepat di mata Daddy nya. Rendi yakin, akan ada yang terbongkar.






______

Rendi update nih.

Bacain Rendi sepuasnya ya :)
Karna mungkin sebentar lagi ada berita yang mengguncang jiwa.

Hehe.

Bukan terbit, apalagi repost.






Rendika [Tersedia Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang