Part EmpatDua

21K 2.2K 210
                                    

Sepatu putih bersih sudah terpasang rapih, sebuah handuk kecil melingkar apik di leher, boxer diatas lutut dan kaos putih tipis melekat pada tubuh Rendi saat ini. Niat nya pemuda itu ingin jogging di taman dengan Calvin. Namun keluarga Lacosta melarang mereka terutama Daniel.

Alhasil mereka hanya berkeliling Mansion yang lumayan bagi orang seperti Rendi yang tidak pernah olahraga. Tidak sendiri, Rendi bersama Calvin yang saat ini tengah mengistirahatkan tubuh nya. Bukan kemauan sendiri, ini semua karna ajakan Calvin dan paksaan Lia yang menginginkan tubuh nya sehat.

"Ini beneran gerbang, kek gerbang neraka ya Bang, gede banget" ujar Rendi seraya memperhatikan gerbang belakang Mansion.

"Udah pengalaman ya Ren, segala tau gerbang neraka bentuknya gimana?" Sahut Calvin, sekarang mereka memanggil anak itu dengan nama nya, Rendi tidak pernah suka di panggil dengan sebutan 'adek'. Calvin saja di diamkan semalam karna memanggil nya adek.

"Iya, pernah maen ke neraka waktu itu. Gak seru disana banyak manusia penuh dosa" celetuk Rendi.

Calvin menatap Rendi dengan posisi rebahan nya,"termasuk kamu, kamu bisa main keneraka kan karna banyak dosa, jadi di kasih lihat tempat kamu nanti nya kaya mana" balas Calvin santai.

Rendi mendengus,"Abang nggak tau aja, aku ini udah dapet beasiswa dari surga" ujar nya.

Calvin tidak menjawab, pemuda yang tengah melanjutkan pendidikan S3 di Universitas NewYork itu memilih merebahkan diri nya diatas rumput, dengan tangan yang terangkat untuk menghalau sinar matahari pagi.

Sedangkan Rendi, pemuda itu memilih memperhatikan ukiran yang melekat di tembok Mansion belakang. Keamanan Mansion ini sangat ketat, Rendi akui itu. Banyak anggota Redmoon yang menyebar di penjuru sudut. Pemuda itu mengedarkan pandangan nya.

Hingga suara orang teriakan seseorang menarik atensi nya. Ternyata disana ia melihat Daddy, Opa serta Papi nya yang tengah berjalan bersama.

Padahal jarak mereka sangat jauh, namun teriakan David karna telinga nya ditarik oleh Tuan Lacosta bisa terdengar sampai sini. Tatapan Rendi bertemu dengan sang Daddy. Tidak memikirkan sopan santun, pemuda itu mengacungkan jari tengah nya kepada Daniel.

Namun Daniel tidak membalas, pria itu menatap datar anak nya, namun bibir nya membentuk lengkungan tipis yang tidak bisa di lihat Rendi karna jarak. Atensi Rendi terarah kepada Calvin yang mulai memejamkan mata.

"Bang, entu suara hewan apaan dah? Keren amat ya?" Tanya Rendi.

Calvin menurunkan tangan nya, "suara apa?"tanya nya

Rendi berdecak,"dengerin mangka nya, aku nggak pernah denger deh!" Ujar nya.

Calvin mengikuti perkataan Rendi, pemuda itu terdiam berusaha mencari suara yang dimaksud sang adik. Namun tak lama mata nya membola, pemuda itu segera bangkit dan berlari kearah Rendi.

"RENDI LARI!!"

Rendi tersentak saat Calvin menarik tubuh nya sambil berlari, tak lama Calvin melempar tubuh nya bersamaan hingga kedua nya jatuh terguling diatas kerikil tajam.

DUARR

Suara ledakan itu menggema di penjuru Mansion. Ketiga pria yang sedari tadi melihat kejadian itupun langsung berlari ke arah Rendi dan Calvin. Daniel, terlihat sangat khawatir, hingga tanpa sadar berlari kencang.

Sedangkan yang di khawatir kan masih terdiam, mencerna apa yang terjadi barusan. Bahkan mengabaikan pertanyaan bertubi-tubi yang di layangkan sang Abang. Melihat sepupu nya masih terdiam, Calvin segera memeluk Rendi. Wajah pemuda berdarah Spanyol-Kanada itu terlihat sangat khawatir.

"Rendi!"

Daniel segera mengambil alih Rendi dari pelukan Calvin. Pria tampan itu terlihat sangat panik, terlebih melihat anak nya yang tampak terdiam. Beberapa kali mengguncang tubuh kurus pemuda itu berhasil membuat Rendi tersadar.

"I-itu tadi apa?" Tanya nya, terlihat pemuda itu masih linglung.

Daniel tidak menjawab, pria itu malah memasukan tubuh sang anak semakin dalam pada dekapan nya, tangan nya mangusap punggung sempit sang anak. Daniel melihat semua nya, saat Bom rakit yang memiliki frekuensi ledakan sejauh lima meter itu meledak.

Beruntung keponakan nya Calvin sudah paham dengan keadaan seperti ini. Daniel tidak bisa membayangkan jika Calvin tidak cepat tanggap. Mungkin, putra nya akan terluka.

"Makise! Cari tahu dari mana Bom rakit itu bisa berada disana" teriak Tuan Lacosta pada kepercayaan nya.

"Kamu terluka?" Daniel tidak mendengar jawaban Rendi, justru pria itu terlihat membolak-balik kan tubuh sang anak. Suara pria itu tampak bergetar.

Netra Daniel tampak memperhatikan darah yang keluar dari siku sang anak. Menghembuskan nafas sebentar, pria itu menatap sang keponakan.

"Calvin, kamu terluka tidak?" Tanya nya, Calvin menggeleng, karna memang pemuda itu menggunakan Hoodie tebal.

"Tolong bereskan ini, aku akan mengobati putra ku dulu. Ayah, aku mohon" ujar Daniel pelan.

Tuan Lacosta tersenyum,"iya, lakukan lah, biar ayah yang menyelesaikan masalah ini. Jangan khawatir, urus saja putra mu" balas nya.

Daniel tidak menjawab lagi, pria itu langsung mengangkat tubuh sang anak yang masih terlihat lemas. Meninggalkan tuan Lacosta yang tampak tersenyum.

"Lihat adik mu? Bukan kah banyak perubahan baik dalam diri nya?" Ujar tuan Lacosta.

David mengangguk,"berterima kasih lah pada bocah nakal itu"

Tuan Lacosta mengangguk,"dia cucuku. Cucu yang menarik bukan?" Kekeh nya.

Tuan Lacosta mengusap rambut Calvin, cucu ketiga nya ini memang luar biasa, kepekaan nya pada sekitar memang tidak bisa diragukan.

"Terima kasih untuk aksi mu hari ini nak. Jika tidak ada kamu, mungkin paman mu itu sekarang sudah menyerang markas mereka" ujar Lacosta.

Calvin terbahak," dia adik ku, tentu saja aku akan melindungi nya" ujar nya mantap.

_____

Lia mengusap air mata nya kasar. Tangan nya dengan terampil membersihkan luka sang anak. Sungguh, hati nya terluka melihat darah mengalir dari tubuh sang anak. Bagaimana pun juga, Lia seorang ibu, ibu mana yang tidak sakit melihat anak nya terluka.

Mendengar cerita dari sang suami membuat jantung nya terasa copot. Lia benci, namun ini lah resiko hidup di lingkarkan dunia bawah. Penuh resiko dan tidak bisa hidup tenang. Lia tidak bisa membayangkan bagaimana jika keponakan nya tidak cepat tanggap pada sekitar.

Air mata Lia tidak bisa berhenti, walaupun semua anggota keluarga nya tampak memperhatikan nya. Walaupun sudah berusaha menghentikan laju nya, namun air mata itu tidak mau berhenti.

"Mom, nggak usah nangis, aku nggak papa" ujar Rendi seraya mengusap pipi sang ibu.

"Kamu buat Mommy khawatir!" Lia mengerucutkan bibir nya, kemudian melengos menatap arah lain karna malu di lihat anggota keluarga yang lain.

Nyonya Lacosta tersenyum tipis, kemudian mengelus punggung menantu nya,"anak kamu sudah tidak papa Lia. Jangan khawatir, lebih baik obati luka nya dengan benar, liat kamu tidak sengaja menekan luka nya" ujar nya lembut.

Lia yang menyadari nya pun langsung menjauhkan tangan nya dari tangan sang anak. Ia baru sadar jika rasa khawatir nya melukai sang anak.

"Maafin Mommy sayang..."




_____

Yuhuu babang Rendi double nih. Part uwwu nya belum muncul yah.

Rendika [Tersedia Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang