Part Enam

27.8K 2.7K 94
                                    

"Rendi, lo apaan sih!" Danish sungguh tak mengerti apa yang ada dipikiran sahabatnya itu.

Rendi tak menjawab. Rendi akui bahwa dirinya bodoh karna menyerahkan dirinya pada sang musuh, namun mau bagaimana lagi, jika melawan tubuhnya akan semakin sakit dan akan berakhir terluka, lebih baik ia tidak melawan walaupun berakhir dengan luka, tapi setidaknya  tubuhnya tak perlu merasakan sakit karna perlawanan yang tak berarti darinya.

Mau menolak juga dia tidak bisa, Rion akan mengacaukan markasnya, dan menyakiti para temannya, bagaimana pun juga mereka kalah jumlah.

Jadi lebih baik sakit satu dari pada semua, sama seperti lagu gugur bunga, gugur satu tumbuh seribu.

Lebih baik ia yang terluka, dari pada teman-temannya juga terluka karna melawan, padahal sudah bisa dipastikan kalau mereka akan kalah telak walaupun melawan.

"Rendi, Lo apaan sih, kita ini sahabat, jangan ngorbanin diri Lo gitu!'' teman-temanya Rendi yang lain ingin melarang, namun mereka dihalangi anak buah Rion.

"Goblok, jangan tolol Ren, kita ini kawan, Lo sama aja gak nganggap persahabatan kita!"

"Rendi gua bunuh Lo nanti!!!"

"Gua kecewa ama Lo Ren, jadi selama ini lo anggap kita apa!!"

"Sahabat ada untuk berbagi luka Ren, sahabat ada buat saling menjaga, Lo sama aja buat kita gak berguna!!!"

"Kalo Lo nganggap kita sahabat seharusnya nya Lo tau, kalo sahabat gak akan ngebiarin sahabatnya berjuang sendirian"

Rendi hanya diam, dia tidak tau harus berbuat apa, sungguh kepalanya sangat pusing saat ini.

"DIEM LO!!" Bentak Rion.

Dito tersenyum "CUMAN PECUNDANG YANG MAIN KEROYOKAN!" Teriak Dito.

"Anjing lo!!"

"Rendi, Lo tinggal kasih perintah!!"

Rendi diam kemudian menatap para sahabatnya itu, ia tersenyum kemudian mengangguk. Bagaiman pun juga yang dikatakan sahabat nya ada benarnya, mereka selalu bersama dalam suka duka, itu prinsip mereka.

Seketika suara pukulan saling melayang di udara, disana para sahabatnya sedang berjuang menjelaskan makna persahabatan. Namun disini Rendi hanya diam, baru saja ingin membantu para sahabatnya itu, tapi....

Dorr

Ruangan menjadi hening saat mendengar suara pistol yang baru saja ditembakkan. Sontak semua nya menoleh kearah pintu masuk markas.

Rendi kaget, disana pria gila yang ingin menculiknya waktu itu tengah berdiri dengan gagah nya, membawa senjata api ditangan kanannya. Dan jangan lupakan beberapa pria berpakaian hitam dibelakangnya.

Apa mereka polisi?

"Jangan ada yang bergerak!" Ujar pria yang berada di belakang pria gila terebut.

Daniel, pria itu memberikan isyarat pada Dom, seakan mengerti Dom dan anak buahnya yang lain menggiring para pemuda itu keluar tempat tersebut. Meninggalkan Rendi dan para sahabatnya.

"Kalian, ikut kami" ujar Dom pada Rendi dan para sahabatnya.

Anak buah Daniel memegangi tangan para sahabat Rendi, sedangkan Daniel yang memegang tangan Rendi dan menahannya dibelakang tubuh pemuda tersebut.

"Kita gak salah pak, mereka yang menyerang duluan" ujar Rendi.

"Saya tahu" ujar Daniel pelan.

Rendi heran, jika pria itu tau lalu mengapa dia dan teman-teman nya juga ditangkap. Namun tak lama Rendi meringis saat pria itu memegang tangannya tepat pada lebam kebiruan pemberian Ayah nya.

"Kenapa?" tanya Daniel, Rendi menggeleng.

"Sudah siap Tuan" ujar anak buah Daniel yang baru datang
 
Daniel mengangguk. Mereka berjalan beriringan, masih dengan Rendi dan para sahabatnya dengan tangan yang ditahan.

Rendi jalan paling belakang masih dengan tangan yang ditahan pria gila itu dibelakang tubuhnya, Rendi sudah pasrah jika menang ia akan menginap di dalam jeruji besi.

Sebuah mobil Van hitam sudah terparkir didepan markas, para sahabat Rendi juga sudah duduk disana termasuk Dito dan Danish. Rendi baru mau melangkahkan kaki nya naik ke mobil, namun pintu mobil sudah tertutup terlebih dahulu. Mobil pergi tanpa dirinya, disana para sahabatnya meneriakinya.

"Lah, kok saya diting---hmphhh"

Rendi panik bukan main saat pria gila itu membekap mulut dan hidungnya menggunakan sapu tangan yang ia yakini mengandung alkohol saat tak sengaja ia sedikit menghirupnya.

Tubuhnya mencoba memberontak, namun rasanya seperti remuk saat luka-luka nya tersenggol. Bahkan Rendi menahan nafasnya, yang sudah terasa sesak.

"Bernafaslah nak, Daddy tidak ingin putra Daddy kehabisan nafas" bisik Daniel pelan.

Dan disaat itu pula kesadaran Rendi menipis, hingga terenggut sepenuhnya.

"Good boy"

__________

Jika ditanya apa keinginan Rendi, maka jawabannya adalah kehangatan sebuah keluarga, walaupun singkat namun tak apa, Rendi akan sangat bersyukur, setidaknya ia pernah merasakan apa itu arti sebuah keluarga.

Seumur hidupnya Rendi samasekali belum pernah merasakan nyamannya tidak keluar rumah, berbincang saling menceritakan peristiwa hari ini, mendengar tawa kebahagiaan didalam rumah.

Rumah yang seharusnya tempat dimana sebuah keluarga saling mempererat hubungan, namun menurut Rendi hanya tempat untuk nya tidur, tidak lebih. Bahkan terasa seperti neraka.

Dari dulu Rendi selalu bermimpi dapat berbincang dengan sang ayah, atau merasakan kenikmatan masakan seorang ibu, namun Rendi sadar mimpinya terlalu tinggi untuk digapai.

Harapannya hanya satu, merasakan kasih sayang kedua orang tuanya, apa kah sesulit itu?, Atau mungkin tidak akan pernah.

Harapan, mimpi, keinginan, semuanya hanya akan menjadi angan-angan semata, Rendi tau dia tidak ditakdirkan untuk merasakannya.

Rendi mengerjapkan matanya perlahan, namun ia kembali menutup matanya saat rasa pusing menderanya saat membuka mata.

"Udah bangun sayang?"

Sejenak Rendi diam, merasakan kehangatan di setiap hurufnya, namun ia sadar ia sendiri didunia yang fana ini, lalu siapa yang menyapanya dengan kata-kata lembut saat ia membuka mata.

Netra indah itu terbuka dengan sempurna, sedikit mengernyit saat tak mengenal tempat yang ia lihat.

"Tante cantik..."ucap Rendi saat melihat wanita yang pernah ia temui ditaman itu tengah memandangnya.

Arellia, wanita cantik itu mendekat lalu duduk disamping pemuda itu "hai, kita bertemu lagi........ Rendi?" Ujarnya.

Rendi tak membalas sapaan wanita itu, ia segera bangkit dari posisi berbaring. Rendi bingung mengapa ia bisa ada disini, dan dimana ini, kenapa Tante cantik yang ia temui ditaman itu ada disini juga.

"Ini dimana, kenapa gua bisa disini?" Gumam Rendi yang masih bisa didengar Lia.

Lia tersenyum lembut kemudian mengelus rambut pemuda itu lembut, tapi pemuda itu segera menghindari sentuhannya.

"Kamu berada ditempat yang seharusnya, tempat yang bisa memberimu kebahagiaan"

Rendi mengernyit, ia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum nya hingga ia bisa sampai disini, seketika ingatan nya tentang pria gila terebut yang membekapnya terlintas dikepalainya.

Rendi menyibakkan selimut yang menutupi nya itu, sedikit meringis saat gerakan tiba-tiba yang menyakiti lukanya. Rendi segera bangkit tanpa memperdulikan keberadaan Lia, namun tangannya ditahan.

"Kamu ingat perkataan ku waktu itu?, Terima kasih nak, aku sudah mendapatkan kebahagiaanku"






__________

Mon maap baru update.
Update nya juga seadanya ya , belum sempet nulis soalnya.

Jangan lupa voment and follow.

Oh iya, besok gak bisa update :)

Rendika [Tersedia Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang