Part TigaSembilan

19.8K 2.1K 193
                                    

Manusia itu punya stok kesabaran masing-masing, ada yang tingkat kesabaran nya luar biasa, dan ada yang tingkat kesabaran nya luar binasa. Luar binasa, sekali di uji langsung bunuh orang, sama kaya Daniel.

Kalau Rendi bukan anak nya bisa Daniel pastikan akan mengirim nya langsung ke neraka. Namun ia tidak bisa, Rendi adalah anak nya, kesayangan nya. Mana mungkin ia mampu melakukan itu, bahkan jika anak itu tidak mau berbicara dengan nya saja ia langsung kelimpungan sendiri di buat nya.

"Rendi, makan lah dulu tinggal kan ponsel itu. Ini sudah waktu nya kamu makan malam bukan?'' bujuk Daniel.

Anak nya itu sedari tadi tidak berhenti bermain game di ponsel. Padahal ia sudah hampir selesai makan malam, bukan di meja makan, melainkan di depan televisi ruang keluarga. Rendi benar-benar selalu menguji kesabaran nya. Namun tingkah nya itu mampu membuat sisi hati nya menghangat.

Menghembuskan nafas kasar. Daniel akhirnya memilih menyuapi sang putra, lebih baik seperti ini dari pada perut putra nya kosong tidak terisi sama sekali. Seperti nya juga putra nya itu lapar, terlihat dari lahap nya dia makan.

Tinggal bersama Rendi selama ini membuat nya tau beberapa sifat Rendi yang membuat nya geleng-geleng kepala. Salah satu nya, Rendi itu susah disuruh makan dan harus di paksa lebih dulu. Yang otomatis membuat kesabaran Daniel di uji.

"Kok bisa dead sih?!" Pekik Rendi kesal.

"Itu tanda nya kamu harus fokus makan dulu. Main game boleh, tapi harus tau waktu" ingat Daniel.

Rendi tidak mendengar kan justru pemuda itu membenarkan posisi ponsel nya dan mulai menghubungi seseorang. Setelah panggilan di terima, pemuda itu langsung menempelkan ponsel nya di telinga. Kegiatan itu tidak luput dari penglihatan Daniel, namun seperti nya pria itu memilih diam dan mengamati dengan baik.

"Woi Mabar kuy!!!" Rendi langsung menyela dengan antusias. Mengabaikan mulut nya yang penuh dengan nasi.

"Gua nggak bisa, lagi nungguin Danish di rumah sakit.."

"Danish? Sakit apa ya ampun? Nggak papa kan tapi? L-lo jangan sedih, gua yakin Danish nggak papa, Lo nggak sendirian gua disini, gua kesana sekarang oke? Lo tunggu di situ. Rumah sakit mana?!" Panik Rendi.

"Rumah sakit Medika. Lo nggak usah kesini, Danish---"

"Oke gua kesana sekarang. Lo nggak usah khawatir, jangan kemana-mana apa lagi ngelakuin hal gila!"

Tut

Rendi mematikan panggilan sepihak, netra berkaca nya langsung melihat kearah sang Daddy. Berharap Daddy nya itu mengerti apa keinginan nya, dan seperti nya dugaan nya benar.

Daniel menghembuskan nafas kemudian mengangguk pelan, Daniel tahu kedekatan Rendi dan kedua sahabat nya mana mungkin ia tega memisahkan ketiga anak itu. Apalagi Danish dan Dito pernah menyelamatkan anak nya dari jurang kegelapan yang abadi.

"Daddy ikut"

______

Langkah tergesa itu terdengar di lorong rumah sakit yang terlihat ramai. Daniel, pria itu mengikuti langkah Sang anak yang sedikit cepat. Beberapa anggota Redmoon ikut untuk keamanan, bahkan Daniel menggunakan masker, pun dengan Rendi yang ia paksa.

Langkah kedua nya berhenti tepat di depan sebuah ruangan. Rendi langsung menghampiri Dito yang tengah duduk di bangku tunggu ruangan tersebut. Pemuda itu memeluk sang sahabat yang tengah menunduk.

Rendi mencoba menguatkan Dito melalui pelukan hangat nya, sedangkan Daniel hanya memperhatikan interaksi kedua nya dari belakang. Tangan Rendi terangkat untuk mengelus punggung Dito, meyakinkan bahwa ia juga berada di sini untuk Danish.

"Udah nggak papa, gua yakin Danish baik-baik aja. Gua disini, jangan takut, Danish itu kuat, gua tau itu" ujar Rendi menenangkan.

Sedangkan yang di tenang kan malah melepas paksa pelukan Rendi. Kening pemuda itu mengernyit bingung, namun tidak lama raut nya berubah seperti menahan tawa.

"Goblok. Emang yang bilang Danish sekarat siapa?" Tanya Dito membuat Rendi mengerutkan kening tidak mengerti.

"Gua nganterin Danish ke sini karna Danish mau konsultan sama dokter. Dia nggak bisa kentut udah tiga hari ini" Dito tertawa keras setelah nya. Mengabaikan raut Rendi yang menatap nya tidak percaya.

"L-lo bilang----"

"Gua bilang apa? Orang gua belum selesai ngomong Lo udah matiin duluan"

Raut wajah Rendi menjadi datar, kepalannya menoleh menghadap sang Daddy yang tengah menahan tawa. Walaupun wajah tampan Daddy nya tertutup masker, namun terlihat jelas. Tatapan datar juga ia berikan kepada Danish yang baru saja keluar.

Dengan kesal Rendi bangkit, kemudian menendang bokong Danish yang kata nya tersumbat hingga tidak bisa mengeluarkan gas.

Tut

"HUA DOKTER, SAYA UDAH BISA KENTUTTTT"

Keajaiban datang, tendangan Rendi di bokong Danish mampu membuat sesuatu yang menyumbat berhasil disingkirkan, Danish bisa kentut kembali.

______

Malam ini Rendi mengalami gangguan tidur lagi. Membuat Daniel melakukan cara kemarin agar putra nya itu bisa tidur, dan seperti nya Rendi tidak keberatan justru malah terlihat nyaman di posisi gendongan ala koala.

Netra hitam pemuda itu memperhatikan setiap lekukan wajah sang Daddy. Rendi akui Daniel memang tampan, alis tebal yang menukik tajam membawa kesan tegas, irish mata yang sedikit gelap, hidung mancung dan mata cokelat tua membawa kesan tersendiri bagi Daniel.

Bagi Rendi, Daniel itu pria hebat. Entah sejak kapan, namun Rendi menjadikan Daniel panutan nya. Daniel tampan, tapi tidak senang bermain wanita, bahkan dia tetap disamping Lia walaupun sudah mengetahui bahwa Lia tidak bisa mengabulkan keinginan nya.

Daddy nya itu hebat di mata nya. Alangkah beruntung Rendi menjadi anak Daniel. Pria itu selalu menuruti, melindungi dan berusaha menjadi yang terbaik bagi Rendi. Bahkan Daniel selalu menjaga perasaan nya dan selalu mencoba mengerti dirinya.

"Thank you, superhero..."

Gumam-an Rendi seperti bisikan, namun Daniel dapat menangkap nya dengan jelas, terlebih anak nya itu bersandar di bahu nya, menghadap wajah nya.

Senyum nya mengembang, terpaan angin malam seperti gambaran hati nya yang tampak sejuk dan tenang. Ia menoleh menatap sang anak yang tengah menatap nya juga, satu kecupan ia berikan di kening putra nya.

"Terima kasih juga, baby boy" ujar Daniel pelan.

Bukan nya marah, Rendi malah terbahak mendengar panggilan untuk nya. Terasa geli saat menyentuh telinga, namun ada kehangatan yang menyambar hati nya.

Tangan Daniel terangkat untuk mengusap alis sang anak.

"Pejamkan mata mu dan tidur lah, besok mungkin sedikit melelahkan bagimu"

Rendi tidak mengerti perkataan sang Daddy, namun tetap mengikuti perkataan Daniel. Mata nya terasa berat sejak usapan lembut di punggung nya, juga di alis nya. Lagi, Rendi mendengar  lagu yang menenangkan itu keluar dari mulut sang Daddy.






___

Nah tuh, dah di kasih tau Daddy.

Besok melelahkan karna si antek-anteknya David Dateng.

Uhuuu

Rendika [Tersedia Versi Pdf]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang