Bonus Chapter II

307 26 4
                                    

Masih pagi buta, tapi Taeyong sudah berdiri depan kompor dengan diatasnya wajan berisi tumis irisan bawang. Karena rumahnya yang sekarang sepi, suara percikan minyak pun menggema dengan nyaring. Ia menunggu tumis bawangnya itu menyoklat.

Lampu ruang TV tiba-tiba menyala, nampaklah Wonyoung yang berjalan masih dengan muka bantalnya. Tak sekali Taeyong melihat anak gadisnya itu menguap. "Papa ngapain?" tanyanya sejurus kemudian saat sadar ada orang di dapur.

"Masak," jawab Taeyong sekenanya.

Ya masa nyuci baju, gitu juga aku mah tau, batin Wonyoung.

Namun tidak ia suarakan komentarnya karena malas saking ngantuknya. Ia berjalan ke kamar mandi. Selang lima menit, Wonyoung pun keluar dengan muka yang lebih segar. Rambutnya yang asalnya berantakan, ia sematkan bando sehingga helaian rambut tidak mengganggu penglihatannya.

Dilihatnya sang ayah tengah asik menggerak-gerakkan spatula. "Papa masak apa sih?" tanya Wonyoung, duduk di salah satu kursi depan meja makan.

"Nasi goreng, kamu mau?"

"Papa kalau bikin nasi goreng cuma bawang, garam, kecap doang," kritik Wonyoung.

"Ya kalau gak mau sih gak apa-apa," gumam Taeyong.

"Mau, Pa, siapa yang bilang gak mau. Aku kan cuma kasih komentar doang tadi."

Ayah dan anak itu pun menyantap sepiring nasi gorengnya masing-masing. Wonyoung yang walau sudah mencuci muka pun masih terlihat lesu ketika menyuapkan sesendok nasi goreng. Matanya tak berhenti bergerak, begitu juga dengan kelopak matanya yang seolah tertarik gaya gravitasi kuat sekali.

"Kok jam segini udah bangun? Udah makan nasi goreng lagi," ujar Taeyong memecah keheningan. Wonyoung menoleh tertarik. "Hari ini aku mau ngambil data ke salah satu sekolah. Letak sekolahnya ada di daerah Bogor, jadi aku berangkat gasik deh," balas Wonyoung niat gak niat. Taeyong pun akhirnya nengangguk-angguk aja.

"Kamu pergi sama siapa? Teman kamu 'kan?"

Wonyoung segera menegapkan posisi duduknya. Ia bahkan menaruh sendok yang sedari tadi ia pegang. "Ini dia, Pa," telunjuknya bergerak sembarangan, "aku perginya sama kakak tingkat hahaha. Teman-teman aku yang lain gak dapet tempat yang sama kayak aku. Terus aku tanya-tanya aja kakak tingkat yang aku kenal, eh kakak ini malah nawarin diri buat nemenin aku. Ya aku mau dong," jelas Wonyoung.

"Cewek atau cowok?" tanya Taeyong lagi.

"Cowok." Pantas saja terlihat antusias selama bercerita, wong yang nemenin kakak tingkat cowo.

"Ganteng gak?" Wonyoung menjawab dengan sebuah anggukan.

"Udah bilang Jisung belum mau pergi sama kakak tingkat? Nanti kena semprot lagi."

"Prinsip Wonyoung ya, Pa, mending kena semprot daripada gak dibolehin pergi. Lagian Jisung apa sih, kayak gak punya kerjaan aja nganterin aku kesana-sini. Makanya aku bilang ke dianya nanti pagi aja," jelas Wonyoung lagi. Matanya sudah sepenuhnya terjaga sekarang.

"Kalau ribut jangan langsung minta putus. Buat apa putus kalau ujung-ujungnya balikan," nasehat Taeyong.

"Pa," Wonyoung menelan nasi gorengnya sebentar, "anak muda jalannya masih panjang. Jangan serius-serius kenapa sih. Kan Papa udah tau end up-nya ya aku tetap sama Jisung."

Ya iya sih.... kalau dijodohin mau gimana lagi. Lagian Jisung mau sama siapa sih kalau bukan sama Wonyoung. Buang-buang tenaga kalau cari cewe lain.

Taeyong mengangguk selaras dengan rotasi matanya yang terlihat menurut saja dengan ucapan sang anak. Ya sudah, toh anaknya yang menjalani. Mereka berdua pun menghabiskan sisa waktu bersama di pagi hari itu.

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang