23;

296 37 0
                                    

Setelah perjalanan satu jam lebih, akhirnya keenam remaja itu sampai di Bandara Internasional Yogyakarta. Yeonjun selaku tertua pun gercep pesan mobil untuk segera pergi ke hotel. Terpaksa juga ia yang menyetir karena cuma dia yang bawa SIM.

"Masooook," suruh Jisung kesal. Wonyoung diseret dan didorong biar masuk ke dalam mobil. Kebiasaan buruk Wonyoung selalu aja ngantuk sehabis penerbangan.

Sesampainya di hotel, yang dipesan cuma dua kamar karena Yeonjun pikir tidur sesuai gender aja. "Padahal Hwall request katanya mau sekamar sama Heejin," ujar Yeji sambil nyengir. Menarik koper birunya ke dalam lift.

"Hahahah, mana boleh sama Om Wonwoo," balas Yeonjun.

"Sama Papa boleh tau Kak, yang gak boleh malah sama Om Taeyong hihihi," sahut Heejin.

"Oh ya? Om Taeyong pinter banget, tau aja anaknya mau berdua sama cewenya." Semuanya pun tertawa.

"Tapi dibolehin ngajak Heejin kesini aja udah baik banget dong, anak perawannya diculik sama pacar ke luar kota tuh butuh kepercayaan besar," ucap Yeji. Berniat ngeteh ini pasti.

Heejin cuma mengacungkan kedua jempol. Sedangkan pacarnya cuek aja menyender di bahunya sambil scrolling timeline Twitter.

Pintu lift terbuka, keenamnya keluar berjalan menuju ujung koridor. Karena kamarnya memang di ujung koridor lantai empat ini. "Aaaa pemandangan dari sini bagus banget!" Wonyoung tiba-tiba antusias setelah lihat pemandangan Malioboro dari jendela diujung koridor. Belum sampai ke kamar tapi view-nya sudah memikat.

"Masuk udaaah, lebih bagus di dalem," ujar Jisung. Mendorong pelan pacarnya untuk segera masuk ke dalam kamar, karena capek dimenelin terus. Keenam manusia itu pun berpisah menuju kamar masing-masing. Menarik barang bawaannya masing-masing. Kalau Wonyoung ngga sih—barangnya dipikul.

Wonyoung berniat membabukan pacarnya untuk bawain barang-barangnya masuk, tapi langsung dicegah sama kakak perempuan. Tasnya diambil langsung dilempar ke Wonyoung. Wonyoung yang posisi matanya sayu untungnya masih bisa cekatan menangkap tasnya itu. Literally cuma tas—backpack. Itupun gak terlalu besar, karena barang-barang pokoknya disimpan di koper yang dibawa Yeji. 

TAPI MASIH BISA MALAS BAWA.

"Mandi dulu, Dek. Kamu kan tadi berangkat cuma cuci muka, habis itu baru istirahat. Nanti kalau makan siang Mba bangunin," ucap Yeji sambil berbenah mengeluarkan beberapa isi tasnya. Kalau Yeji bawanya slingbag.

"Gimana gak cuma cuci muka, pergi ke bandara aja jam tiga, gila," protes Wonyoung dengan mata terpejam. Posisi terkini sudah tengkurap diatas king-bed menghadap TV. Sebelahnya ada lagi satu kasur single yang ia yakini pasti Heejin yang tidur disitu nanti.

"Iya makanya mandi dulu, gemes."

Wonyoung tidak mengindahkan, ia masih memejamkan mata dengan tangan telentang. Satu kasur itu ia embat, untung sudah lepas jaket dan tetek bengeknya. Jadi tenang langsung tidur aja, gak akan ditinggal pergi juga. Yeji masih sibuk sama barang-barangnya, sementara Heejin tiba-tiba teriak. "Sabunnya wangi banget gak bohong!"

Lalu menjulurkan kepalanya di celah pintu, melongok ke Yeji. "Emang bener biarin Yeonjun ngurus hotel."

"Iya! Kak Yeonjun pinter banget nyari hotel," setuju Heejin.

Sementara di kamar yang satunya, terpantau Jisung yang bantu Yeonjun membongkar koper. Iya, soalnya satu koper dipakai barengan. Yeonjun yang minta sih karena biar kopernya terpakai. Niat bawa backpack doang tapi aneh, pakai koper tapi masih melompong.

"Ini mau dibiarin di sini aja atau ditata di lemari?" tanya Jisung.

Yeonjun menoleh, "Taruh lemari aja semua kalau cukup. Tapi lo gak ribet nanti pas packing lagi?"

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang