2O;

347 46 0
                                    

Masih sama seperti hari biasanya, Yeji berangkat kuliah dijemput Yeonjun pacarnya. Enaknya punya pacar bucin begini ya, berangkat pulang ngampus bareng terus kayak perangko dan surat. Walaupun sebenarnya mereka pacaran dari sebelum Yeji masuk kuliah.

"Pagi, Sayang," sapa Yeonjun tepat setelah pacarnya menutup pintu mobil. Duduk di jok sebelahnya.

"Pagi juga," balas Yeji.

Sebelum bertemu, pagi ini Yeonjun udah mengucapkan selamat ulang tahun dan segala macam tetek-bengeknya. Lebih tepatnya, dini hari tadi. Siapa sih orang yang gak mau jadi pemberi ucapan selamat pertama kalau pacarnya ulang tahun?

Pasti ada--tapi hal itu gak berlaku untuk seseorang sebucin Yeonjun.

Maka dari jam sepuluh malam kemarin, mereka berdua sudah melakukan videocall sampai jam dua dini hari tadi. Apapun dibahas, random, gak menentu. Mulai dari Yeonjun yang masih berpangku laptop, sampai Yeji yang merem melek karena gak kuat bergadang.

Yeonjun merentangkan tangan di hadapan Yeji. "Peluk dulu yang ulang tahun."

Segera direngkuh gadisnya, dipeluk sayang sembari dielus-elus punggungnya lembut. Dagunya bertumpu pada kepala sang gadis-saking tingginya.

"Sayangnyaaa udah dua puluh tahun."

"Huhuu iya udah tuaa."

"Tua apaan? Gak berubah gini mukanya masih imut."

Yeji mendongak menatap lelakinya. Tersenyum lebar sekali. "Iyaa imut buat kamu doangg."

Diacak-acaklah rambut gadis itu.

"Udah dapat kado dari siapa aja hari ini?" tanya Yeonjun. Tangan kirinya masih menggenggam erat tangan Yeji, sedangkan yang satunya memegang kemudi mobil.

"Belum ada, kenapa? Mau jadi pemberi kado pertama buat aku?"

"It's an honor to me if I can, tapi sayangnya kadonya ketinggalan di mobil Lucas," ucap Yeonjun menampilkan raut wajah sedih.

Sementara gadis itu tertawa mendengarnya. "Ya udah, aku gak terima kado dari siapapun sebelum kamu ngasih kado ke aku," candanya.

Yeonjun pun ikut tertawa, karena tau ini candaan. "Ya gak begitu konsepnya."

Akhirnya setelah menelpon Lucas--bertanya keberadaannya dimana--kedua sejoli itu mampir ke gedung fakultas ekonomi, dimana Lucas berada. Sambil berjalan, Yeonjun bercerita.

"Aku mau cerita sedikit sama kamu, kenapa aku bisa masuk hukum," ujarnya.

Yeji lantas menatapnya penuh harap. "Eh iya, ayo-ayo cerita! Aku udah pernah nanya ini ke kamu, kan sebelumnya."

Yeonjun mengangguk mantap.

"Jadi, sekitar lima tahun yang lalu pas masih SMA, aku sempat dikasih kepercayaan sama Papa untuk jadi penerusnya suatu saat. Yang artinya aku bisa menjabat di salah satu departemen perusahaan gabungan itu. Itu juga artinya kemungkinan aku masuk jurusan bisnis atau apapun yang sekiranya nyambung."

Yeji menyimak.

"Aku sebagai anak angkat Papa cukup gak enak kalau dikasih kepercayaan sebesar itu. Gak enak juga sama Lucas yang notabene anak kandung Papa--yang seharusnya dikasih kepercayaan itu. Papa pernah bilang sih, kalau beliau memang kurang yakin semisal Lucas yang jadi penerusnya. Karena kalau dilihat secara akademik dan bakat, emang aku lebih pro daripada Lucas."

Yeji sebenernya mau ketawa, tapi kalau dipikir-pikir gak lucu. Situasinya gak tepat.

"Terus aku sama Lucas saling jujur-jujuran aja, apa yang ingin kita lakuin di masa depan. Mau fokus ngelakuin apa, aku belum bilang kalau Papa udah ngasih kepercayaan ke aku saat itu. Dan Lucas bilang, banyak banget hal yang dia mau lakuin tapi tetap ujung-ujungnya dia mau berbakti sama orang tua. Mau mendapat kepercayaan orang tuanya untuk melanjutkan apa yang orang tua kita lakukan. Seblangsak, se-gak serius, se-main-mainnya Lucas, dia tetap usaha untuk jadi penerus Papa akhirnya."

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang