29;

239 36 0
                                    

Gak kerasa usia kehamilan Seulgi udah di trimester terakhir. Sepertinya disini gak pernah diceritakan tentang masa-masa sulit maupun senang semasa hamil Seulgi. Mungkin nanti, spesial edition?

Di bulan terakhir ini, si kembar dan bungsu mulai waspada-waspada di rumah. Bucinnya dialokasikan dulu buat mama dan dedek-dedek bayi. Jarang pergi keluar karena amanat dari Taeyong untuk jaga Seulgi selagi gak sama dia. Tanpa diminta, ketiga Lee ini tentu pasti udah melakukan itu.

"Nanti sore kamu buat undangan ya, tulis-tulis sama kamu dibantuin kakak," nasehat Seulgi kepada Wonyoung di ujung sana. Presensi Seulgi lagi duduk rebahan di sofa depan TV dengan kepala yang agak melongok karena ketutupan perut. Nafasnya juga mulai terengah-engah.

"Iyaa, nanti pulang sekolah diambil kok kertasnya," sahut Wonyoung, sibuk mengenakan sepatunya. Seulgi gak bales karena buat nafas aja engap sekarang mah. "Wonyoung berangkat dulu ya, Maa. Dadah!" serunya sembari berlari keluar rumah. Menemui Hwall yang ada di dalam mobil.

Bertepatan dengan Taeyong keluar kamar mandi lantai bawah dengan pakaian yang sudah rapi—tanpa dasi tapi. Sempat ia belajar cara memakai dasi secara rapi, tapi gak sesempurna milik Seulgi. Alhasil akhir-akhir ini Yeji yang membantunya memakai dasi.

"Selamat hari Rabu semuanya, wah sebentar lagi weekend," sapa Taeyong kepada dua perempuan di dekatnya. Terdengar sangat garing di kuping Yeji karena nada bicara Taeyong gak se-excited kalimat yang ia ucapkan. "Hari Minggu baru tiga hari yang lalu, Sabtu masih ada tiga hari lagi. Weekend masih lama, Paaaa," bantah Yeji sembari melirik sengit.

Taeyong cuma nyengir dalam keadaan dipakaikan dasi sama Yeji. Seulgi melirik dikit dari postur rebahannya, susah banget memindahkan badan sekarang. Rutinitas setiap hari Taeyong mencium perut istrinya sebelum dan sesudah kerja. Ya bagaimana biasanya suami ke istri hamil lah, udah gak ekstrim. Tapi entah kenapa Yeji masih ngerasa cringe kalau melihat orangtuanya begitu, kayak HEUHHH sambil bergidik.

Akhirnya dia pamit undur diri masuk ke dalam kamarnya.

"Gak usah naik-naik ke lantai atas kamu, jangan bandel. Kalau butuh apa-apa panggil Yeji aja dia kan libur. Kalau mau tidur di kamar Yeji, pokoknya gak usah naik turun tangga selama gak sama aku," peringat Taeyong menatap istrinya lekat-lekat. Pasalnya dia ngeri sendiri kalau lihat betapa besarnya perut sang istri. Sudah bulan terakhir, mengandungnya dua anak lagi. Taeyong auto protektif lah.

"Denger gak?" tanya Taeyong karena tidak mendapat respon apa-apa. Istrinya itu tengah menatap layar televisi kelewat fokus. "Iyaa denger, cuma kalau aku gak jalan-jalan badannya pegel-pegel nanti," keluhnya.

"Iya jalan-jalan boleh kok, tapi di rumah aja jangan aneh-aneh. Kalau mau keluar bawa Yeji atau Hwall."

"Wonyoung?"

"Kalau kamu kenapa-napa, dia panik doang yang ada. Gak ketolong malah nanti kamu."

"Ish, ya udah sana berangkat." Tangannya membuat gerakan seolah mengusir Taeyong agar segera pergi. Setelah mengelus perutnya sebentar, Taeyong pun pergi ke ruang kerjanya untuk mengambil beberapa barang bawaan. Kembali mencium kening Seulgi kemudian berlalu keluar rumah.

Sore harinya, Wonyoung pun bersiap untuk pergi ke toko, mengambil desain undangan yang sudah selesai cetak katanya. Niatnya sepulang sekolah tapi gak jadi karenaaa dia ingin begaya naik motor sendiri. Kalau pulang sekolah kan dijemput Yeji, jadi gak bisa asik-asik sendiri.

Jadi, selama beberapa bulan ini Wonyoung emang merengek minta diajarkan menyetir. Tapi saat itu mintanya menyetir mobil, oh tentu saja dilarang Bapak Taeyong. Umur masih cilik, KTP aja belum punya gayaan banget bisa menyetir mobil. Sebenarnya agak khawatir juga sih takutnya Wonyoung jadi kelayapan terus kalau udah bisa menyetir mobil sendiri. Kemungkinan terburuknya dia minta mobil pribadi. Garasi rumah apa kabar, tabungan Taeyong juga apa kabar.

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang