bab 1 Dipermalukan

13.3K 522 1
                                    

POV: Mila

Kuputuskan pulang saat matahari sudah menunjukkan keberadaannya. Semoga saja rumah kosong atau Tanteku sudah pulang dari tempat saudara. Mengingat wajah Om Danu yang buas malam itu membuatku takut untuk bertemu dengannya. Kadang-kadang aku ingin sekali memberi racun tikus di makanannya. Tapi nanti tempatku di neraka.

Kuraba bajuku, sudah kering sendiri setelah semalaman aku memakainya dengan keadaan basah kuyup. Kepalaku terasa sakit dan lemas, ini karena aku tidur di luar pasti. Semalam aku terduduk di pondok kebun orang, hanya tempat itu yang bisa kudatangi.

Aku masuk ke halaman rumah takut-takut. Rumah terbuat dari kayu itu terlihat sepi, jendelanya juga masih tertutup. Takutnya laki-laki brengsek itu masih di dalam rumah. Pintu tiba-tiba terbuka. Dan Tante Gina keluar dengan wajah menyeramkan. Lalu dari belakang pria brengsek itu keluar juga.

"DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI. TIDAK BERGUNA!" pekik Tanteku sembari melempariku dengan benda-benda yang ada di dekatnya. Sendal, sisir, lalu sapu melayang pada tubuhku. Sudut mataku melirik Om Danu yang tersenyum sinis ke arahku.

"BISA-BISANYA KAMU BAWA LAKI-LAKI MASUK KE KAMAR KAMU! UNTUNG SAJA OM KAMU PULANG!" ucapan itu menusuk jantungku. Bedebah itu memfitnahku. Om Danu tiba-tiba menendang tubuhku hingga aku tersungkur.

Belum sempat aku membantah, Tante Gina mengambil sapu lalu memukul tubuhku bertubi-tubi. Amukannya seperti orang yang kesurupan. Tidak perduli orang-orang yang lewat melihat ke arah rumah kami. Aku benar-benar dipermalukan. Aku digeret masuk ke dalam rumah.

"Ampun Tante... Ampun Tante." Isakku dengan tangan menyatu di bawah lututnya. Tangan Tante Gina menarik kuat rambutku, serasa akan terkelupas dari kulit kepalaku. "Sakit Tante... tolong lepasin Tante... "

"Katakan Mila siapa laki-laki itu? Biar kamu saya nikahkan saja daripada jadi beban di rumah saya."

"Gak ada Tante... " Isakanku semakin kuat, lututku bergesek dengan lantai hingga terasa perih di sana.

"Untung semalam saya datangnya cepat. Mungin mereka belum sempat melakukan apa-apa. Kita masih butuh tenaga Mila, sayang."

Aku melotot, pria itu mengarang cerita. Harusnya aku ceritakan saja pria ini berulangkali mencoba memperkosaku, tapi mulutku tak bisa berucap. Kasihan Tanteku bagaimana pun dia pengganti orangtuaku. Satu-satunya keluarga yang aku miliki.

"Mau jadi apa kamu, Mila? Sudah untung saya nampung kamu! Kasih makan mulut kamu! Ternyata kelakuan kamu murahan... sama aja kamu seperti ibu kamu."

Aku tidak menangis, untuk apa? Ibuku tidak melakukan kesalahan. Selama ini Tante selalu bilang ibuku menggoda saudara laki-lakinya. Aku yakin orang tuaku saling mencintai, jadi aku tidak akan menangisi mereka. Hanya saja tubuhku terasa remuk akibat pukulan yang kuterima. Harusnya aku tidak pulang tapi aku tidak tahu mau kemana.

Orang-orang berdatangan ke rumah kami, melihat betapa naasnya diriku. Aku menutup mataku pasrah, Tanteku pasti sudah bicara yang bukan-bukan tentangku.

"Perempuan kayak dia nggak pantas dikasihani. Bikin malu. Buat mesum di rumah orang," pekik Tanteku pada orang-orang di sana.

Aku memegang dadaku, terasa sesak. Kenapa Tanteku tega bicara seperti itu. Bukankah aku sama saja dengan anaknya, apalagi dia belum punya anak setelah bertahun-tahun menikah.

"Bubar semua! Jangan jadi penonton urusan keluarga orang. Kepo aja!" teriakan Om Danu membuatku sedikit lega, setidaknya aku tidak jadi bahan tontonan.

Aku berlutut di lantai, bukan meminta ampun tapi mereka membuatku seperti itu. Tanteku duduk di kursi di depanku. Keningnya mengkerut seperti memikirkan sesuatu. Aku berdoa pada Tuhan, supaya terlepas dari mereka.

Bukan istri bayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang