Bab 17 Tamu tak diundang

5.8K 347 1
                                    


POV: Mila.

Aku jadi ambigu dengan sikap Mas Alister, kadang-kadang ngomel tidak jelas tapi semua kebutuhan yang tidak kuminta dia penuhi. Ah, ya... Aku kemarin beres-beres kamar dan menemukan album foto keluarga Mas Alister. Sangking penasaran aku menanyakan pada Mas Alister tentang foto-foto itu. Katanya hanya tinggal nenek dan Tantenya yang masih hidup.

Andaikan aku bisa bertemu mereka, keluarga suamiku.

"Kamu selagi libur jangan keluyuran. Siapkan otak buat tes masuk kuliah." Kata Alister sembari memakai dasinya. Aku yang lagi sibuk merapikan tempat tidur tidak menyahuti ucapannya.

"Mila, aku lagi ngomong. Kamu denger gak sih?" Kini tubuh tegapnya menoleh padaku.

"Mila kan lagi beresin tempat tidur lhoo Mas." Jawabku tanpa melihat padanya.

"Nanti kerjain lagi, ke sini kamu! Aku lagi bicara, kalau orang lagi bicara itu harus dilihat bukan di belakangin. " Mas Alister bersabda. Aku menarik nafas, lalu melangkah ke arahnya. Dia selalu menang.

"Good Girl."

Aku heran setiap kali dia bersabda, aku ini istrinya atau adiknya ya? Tapi aku senang dia mulai bersikap baik tapi juga sering kasar padaku.

"Aku tuh bosan lho Mas belajar terus. Aku keluar aja ya, cari kerja sampingan kan lumayan bisa cari uang tambahan buat aku jajan," kataku. Kami berdiri berhadapan, aku yakin kalau tatapannya seperti ini akan lama. Bisa-bisa dia terlambat kerja.

"Apa kamu bilang, Bosan? Mau cari kerja?" Mas Alister berjalan ke arah meja, lalu mengoles meja dengan tangan. "Lihat ini berdebu. Kerjaan di rumah ini banyak, untuk apa kamu kerja di tempat lain?" Aku mengikuti langkahnya dengan tertunduk. Dia kalau sudah marah, persis seperti orang kesurupan. Seharian mengomel tahan.

Alister mengelap tangannya ke pundakku, seolah bajuku kain elap. Gedeg banget dengan tingkah bapak sultan ini.

"Mas ini tadi nyuruh aku belajar sekarang nyuruh aku bersih-bersih. Apa toh, gak punya pendirian," jawabku, aku tidak tahu jadi lebih berani menjawab seperti ini. Aku melihat dia menarik nafas dengan mata berkedip, mungkin dia lagi nahan emosinya.

"Tapi Mas tenang aja, kalau aku cari kerja di luar rumah ini tetap bersih. Aku ndak akan pergi sebelum rumah ini mengkilat."

"Aku gak mau kamu capek," ucapnya. Aku tersenyum senang mendengar itu. "Kalau kamu capek, apa kamu masih kuat melayani aku di atas tempat tidur, hm? Kamu lupa tugas utama kamu di sini?" Alister berkacak pinggang. Ingin rasanya aku menjitak otak mesumnya.

"Ya gaklah Mas, aku gak akan lupa."

"Bagus, makanya buang jauh-jauh pikiran kamu buat cari kerja itu."

Mas Alister, Mas Alister... untung ganteng. Cerewetnya kok mirip perempuan. Oia aku belum bilang, kemarin setelah dia membelikan aku pakaian banyak. Laki-laki yang telah menikahi aku ini membawaku ke dokter kandungan. Dia takut aku hamil, untungnya aku tidak hamil. Lalu dia menyuruhku memakan pil KB. Hidup ternyata sepahit itu.

Dan kalian tahu apa yang dia perbuatan setelah itu. Tiap malam jatahnya bertambah. Bahkan aku harus rela tidur sampai jam 5 pagi. Aku tidak bisa menolak setiap dia minta yang satu itu, karena itu adalah alasan dia membeliku dari tempat maksiat itu.

Anehnya aku tidak lagi terpaksa melayani dia, yeah... kalian tahu dia adalah suamiku sekarang. Tapi ini tidak seperti Meira bilang, Mas Alister lebih lembut bahkan dia melakukan yang terbaik untukku agar aku menikmati juga. Di akhir-akhir dia selalu berkata. "Mila suka gak? Bagian mana yang kamu suka? Membuat wajahku merah seperti tomat.

Bukan istri bayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang